Mohon tunggu...
Diaz Radityo
Diaz Radityo Mohon Tunggu... Freelancer - Pendongeng keliling dan menulis

Seorang manusia biasa yang ingin bercerita dan berbagi energi positif.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cerita Sebuah Paket dan Api Kebahagiaan

28 Desember 2020   14:07 Diperbarui: 28 Desember 2020   14:22 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumentasi pribadi

Sumringah...

Begitulah kata yang bisa terucap ketika menunggu paket yang ditunggu. Memang terkesan seperti anak kecil yang menunggu hadiah di hari spesialnya, tapi itulah kenyataannya. Bahkan seringkali saya juga bolak balik mengecek sampai mana paket yang saya tunggu tersebut.

Paket tersebut memang harganya tidak seberapa dan mungkin juga barang tidak populer untuk dibeli. Tapi saya meyakini di balik barang tersebut ada cinta, cita dan tawa. Dan saya sangat meyakini hal tersebut.

Perasaan sumringah akhirnya terbalas dengan tuntas, saat seorang kurir mengantarkan paket tersebut ke alamat saya. Berhubung saya bukanlah seorang influencer maka tak perlulah melakukan ritual unboxing paket tersebut.

Langsung saja saya buka paket tersebut dengan penuh kebahagiaan tak terkira. Beberapa buah boneka tangan akhirnya berhasil saya pinang dari sebuah lokapasar.

Yeaaaay...

Akhirnya, saya dan teman-teman komunitas dari Edutania bertambah koleksinya. Mengapa kami sangat bahagia? Boneka tangan tersebut adalah wujud perjuangan kami selama ini.

Sebagai komunitas literasi yang khusus untuk anak-anak, kami harus mengumpulkan sedikit demi sedikit pundi-pundi uang untuk membeli media mendongeng. Kami tidak pernah memungut biaya sepeser pun setiap kali berbagi kepada anak-anak.

Jikalau ada yang memberikan apresiasi nantinya akan masuk ke kas, ya salah satunya untuk membeli boneka tangan dan buku-buku. Mungkin bagi sebagian besar orang boneka tangan hanyalah benda mati saja dan berakhir di kardus penampungan benda-benda bekas. Boneka tangan bagi kami adalah teman untuk menyebarkan kebahagiaan. Ada "nyawa" di dalam boneka tersebut. 

Kami (Edutania) menyadari bahwa jalan yang kami tempuh adalah jalan kesunyian. Tetapi di sanalah kami ingin berkiprah memberi kebahagiaan bagi anak-anak.  Kami menyadari bahwa tingkat literasi di negeri ini sangatlah memperihatinkan sehingga kami mendedikasikan kemampuan yang kami miliki untuk literasi anak-anak di sekitar Jogja.

Seringkali kita lupa bahwa anak-anak juga wajib diberikan kebahagiaan, kita sebagai orang dewasa lupa bahwa imajinasi anak-anak sangatlah luas seperti samudera. Tapi kita kadang-kadang memangkasnya. Bahkan untuk menjadi pendengar pun kita enggan.

Bisa jadi ide yang dilontarkan dari anak-anak adalah sebuah solusi bagi kehidupan yang kita alami. Siapa tahu?

Biarkan Api Kebahagiaan itu Membesar

Kami juga menyadari kemampuan finansial juga terbatas. Namun apakah ketika ingin berbagi kebahagiaan menunggu sampai kita mapan secara finansial? Kami rasa tidak! Berbagilah dengan apapun yang kamu miliki, jangan nanti-nanti.

Membincangkan api kebahagiaan ini mengingatkan saat kami harus mendongeng di sebuah yayasan penderita kanker. Memasuki tempat tersebut rasanya hati kami rontok. Bahkan untuk menatap pintu masuknya pun saya pribadi tak sanggup. Membawakan cerita sambil menahan sedih di dalam jiwa sangatlah berat. Berat sekali!

Awalnya kami pun biasa saja ketika memasuki ruangan yang dulunya difungskikan sebagai garasi tersebut. Hanya ada tumpukan buku dan tempelan poster. Sesaat kemudian datanglah teman-teman penyintas kanker menemui kami. Berbagai jenis kanker mereka idap.

Saya dan tim pun tak berani memandang mereka. Sedangkan mereka? Sangatlah luar biasa. Tak ada raut muka lelah walau sudah baru saja melakukan kemoterapi. Rasa ingin tahu mereka seperti roket SpaceX milik Elon Musk, membumbung tinggi ke langit, penuh pengharapan dan kebahagiaan.

Sebuah tamparan keras bertubi-tubi mendarat di wajah kami. Teman-teman penyintas kanker itu mengajarkan bahwa dalam keadaan apapun kita harus tetap bahagia dan tetap menjaganya seperti itu. Bukannya malah gentar seperti yang kami lakukan. Mereka menyodorkan kepada kami sebuah tantangan untuk berbagi kebahagiaan melalui dongeng.

Kebetulan waktu itu kami menyiapkan cerita Pohon Harapan, teman-teman kami ajak untuk menuliskan harapannya di sebuah pohon yang sudah kami siapkan. Teman-teman menuliskan berbagai harapannya, ada yang ingin jadi astronot, lalu ada yang ingin jadi dokter agar bisa menolong sesame penyintas.

Bahkan ada yang sangat ingin menjadi direktur BPJS Kesehatan. Astaga, merinding kami dibuatnya. Sungguh cita-cita yang sangat luar biasa dan mulia. Sakit yang mendera tidak menghentikan semangat mereka untuk berbagi kebahagiaan bagi sesama.

Apa yang kami lakukan mungkin sangat kecil tetapi senyum dan semangat dari anak-anak yang pernah kami sambangi sangatlah bermakna. Karena bagi kami, menyantuni bukan hanya sebatas materi. Masih ada dimensi yang lain dan sering terlupakan, yaitu non materi.

Melalui dongeng yang kami lakukan selama ini, harapan kami adalah membuat anak-anak di Indonesia semakin melek literasi. Mereka adalah individu-individu yang selama ini sering menjadi korban kebijakan berubah-ubah. Apakah tidak boleh ada sedikit saja senyum yang mengembang di wajah mereka? Membangun mimpi dan imajinasi.

Umur kami (Edutania) masih seumur jagung, masih banyak pelajaran yang harus kami timba. Seperti halnya kami yang mengamini semangat yang selalu diusung oleh JNE, Connecting Happiness.

Semoga di tahun berikutnya kami semakin bisa menjadi penyambung kebahagiaan bagi anak-anak. Saya pribadi meyakini, dari literasi akan mewujud menjadi kebahagiaan abadi. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun