Budaya instan yang ditawarkan oleh Tik Tok mereduksi sebuah budaya yang menghargai proses. Tak mengapa jika memang kita tetap teguh untuk ber-Tik Tok ria, asalkan kita memiliki basis literasi yang kuat.Â
Setidaknya kita mampu menyaring dari pesatnya kemajuan teknologi informasi. Tentu jika kita mau (mencoba) mengingat, banyak artis yang meroket namun juga dibarengi turunnya popularitas secara cepat. Menjadi idola ataupun influencer tentunya bukan hanya bermodal viral semata. Perlu adanya sebuah proses panjang untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat luas. Bukannya malah menyebarkan paham kesadaran semu.
Bukan berarti tulisan ini anti dengan perkembangan teknologi, tulisan ini hanya sekadar menjadi pengingat bahwa teknologi memiliki dua sisi dan dapat menggerus kebudayaan. Â
Generasi milenial sebenarnya hanya membutuhkan pengakuan akan proses pencarian identitasnya. Tentu kita masih bisa membangun sebuah ruang-ruang diskusi baik di rumah ataupun di sekolah.Â
Jadilah sosok yang mampu menjadi teman cerita para generasi milineal. Jika diizinkan meminjam istilah teman-teman zaman kini adalah kita harus mampu memberikan pendampingan agar mereka bisa menentukan yang berfaedah ataupun tidak bagi kehidupannya. Perbanyak literasi dan jadilah dirimu sendiri! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H