Mohon tunggu...
Diaz Muthiya Azzahra
Diaz Muthiya Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa_STKIP Muhammadiyah Kuningan

Pergj berkuliner dan konten terfavorit saya adalah tentang mengeksplor dunia dan tentu dengan makanan makanan khasnya !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Asal-usul Penamaan Desa Cibinuang, Kuningan

14 Juni 2024   14:00 Diperbarui: 14 Juni 2024   15:35 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Diaz dan Helen 2 mahasiswi STKIP Muhammadiyah Kuningan melakukan penelitian tugas Toponimi di desa Cibinuang pada tanggal 13 Juni 2024, mereka bertemu dengan Bapak Rasam (Ulis ) yang sekarang ia menjabat menjadi Sekertaris Desa di Cibinuang

Nama Cibinuang menurut sesepuh terdahulu kata Cibinuang berasal dari kata “Ci” yang berarti air dan “Binuang” yang berarti pohon Binuang. Jadi cibinuang itu mengandung makna sumber air yang keluar dari bawah pohon binuang, namum ironisnya sekarang sulit dijumpai pohon yang Bernama pohon binuang tersebut. y

Binuang sendiri adalah nama pohon tergolong langka berwarna kuning, pohon ini masuk family datiscaseae dikenal dengan nama Latin Octameles Sumatrana. Nama Cibinuang juga dapat diapresiasi dari nama sorang ménak Sunda yaitu Dalém Cibinuang, salah seorang putra dari pangeran Geusan Ulun. Makam Dalém Cibinuang juga berada disini, di dusun cikopo terdapat empat makam. Ketika memisahkan diri dari citangtu dan menetapkan nama desa yang baru Cibinuang, diduga nama desa ini terkait dengan nama Dalem Cibinuang putra pangeran Geusan Ulun. Hal senada disampaikan bpk Engkus Kusmadi (78th) bahwa nama Cibinuang mengambil nama dari Dalem Cibinuang merupakan perintis dan pendiri desa. Para leluhur desa Cibinuang hampir sama dengan desa induknya yaitu Pangeran Suta Wijaya, Buyut Hideung, Buyut Asyiah, Pangeran Salam Sembah, Buyut Centong, Eyang Hasan Maulani (asal desa Lengkong). Dalam catatan sejarah desa Citangtu ada empat tokoh menurut Dadi Suhaedi, Am.Pd yaitu , Dalem Pager Barang , Buyut Sadar , Buyut Ulun Sayu , dan Eyang Hasan Maulani.

Karmin Komar dari Citangtu menyebutkan nama - nama yang mirif Geusan Ulun, Ulun Sayu, Ulun Mariah, Ulun Jangkung. Menurut penuturan warga desa Cibinuang Diding Suwandi (64th) membenarkan bahwa desanya dulu bergabung dengan Citangtu. Leluhur desa adalah Dalem Cibinuang. Masyarakat pun, meyakini selalu dilindungi oleh leluhur desa, Dalem Cibinuang. Menurut Prof.DR.Edi S. Ekadjati masa pemerintahan Geusan Ulun diperkirakan sekitar akhir abad ke XVI sampai pertengahan abad ke XVII masehi. Sejarah Kuningan mencatat bahwa Sang Adipati Kuningan adalah kepala daerah pertama yang dinobatkan oleh Sunan Gunung Jati yang waktu itu sudah menjadi raja pendeta (Sultan) Cirebon tahun (1479-1568) DR.Nina H Lubis setelah kerajaan Sunda runtuh wilayahnya dibagi dalam beberapa kekuasaan yaitu, Banten, Cirebon, Sumedanglarang, bawahan kerajaan Sunda dan Galuh setelah kepindahan pusat kerajaan, Pajajaran tetap eksis sebagai kerajaan kecil.

Pasca pemerintahan Geusan Ulun, kemungkinan adanya pembagian wilayah kecil yang dipimpin oleh putra Geusan Ulun, salah satu putra tertua Geusan Ulun adalah Dalem Mangkubumi. Dalam naskah kuna Sunda Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian, yang ditulis tahun 1518 mangkubumi merupakan nama jabatan di bawah kedudukan raja. Bertugas mengurusi hal - hal yang berkaitan dengan tanah. Nama - nama putra Geusan Ulun yang kemudian menjadi nama tempat (desa) yang ada di kabupaten Kuningan termasuk nama desa Cibinuang. Sejak keberadaan desa Cibinuang pada tahun 1944, beberapa Kuwu sekarang disebut Kepala Desa, sudah banyak mengalami pergantian. Nama - nama Kuwu (Kepala Desa) yang pernah memimpin desa ini belum terdata sesuai kronologis masa kepemimpinannya. Jika melihat kurun waktu Cibinuang berdiri, Republik Indonesia masih dalam masa pemerintahan militer Jepang. Bagaimana kondisi saat itu tentu yang ada hanya penindasan rakyat oleh militer Jepang. Dari data yang penulis dapatkan ada dua sumber pertama dari Dadi Suhaedi, Am.Pd dan bapak Engkus Kusmadi ( 78th ). Sumber - sumber tradisional dari masyarakat setempat menyebutkan hal yang sama, bahwa pendiri desa Cibinuang adalah Dalèm Citangtu. Salah seorang putra Geusan Ulun yang juga mempunyaui garis keturunan dari Prabu Siliwangi.

Pada era bapak Jalintang menjabat sebagai Kuwu diperkirakan tahun 1800 an, karena pada tahun 1840 Wedana mendapat Surat Pengangkatan dari Gubernur Jenderal. Pada tahun 1874 setiap distrik dibagi menjadi beberapa onderdistrik terdiri atas lima belas desa, onderdistrik dikepalai oleh assistèn wedana. Kabupaten Kuningan pada masa pemerintahan Hindia Belanda terbagi dalam empat kawedanaan yaitu Kawedanaan Cilimus, Kawedanaan Kuningan, Kawedanaan Ciawigebang, dan Kawedanaan Luragung. Latar belakang pemekaran dari desa induk Citangtu pada tahun 1944, menjadi desa Cibinuang dengan alasan penduduk yang semakin padat sesuatu yang belum dapat dijelaskan. Pemisahan Cibinuang menjadi desa diduga ada masalah lain, bukan masalah jumlah penduduk. Pada masa itu jumlah penduduk Citangtu belum sepadat sekarang, pertentangan Dalem Kuningan dengan Pangeran Sutawijaya (Dalem Cibinuang ?) , hingga terjadi adu jajaten

Diduga ada tekanan phisikis dengan kekalahan itu. Pemisahan terjadi pada tahun 1944, merupakan puncaknya. Dalem Cibinuang sebagai penjaga kabuyutan atau mandala, akan mempertahankannya sampai titik darah terakhir. Dengan taruhan wilayah atau mandala kabuyutan sendiri. Makam Dalem Cibinuang sampai sekarang masih tetap diziarahi, terutama pada menjelang Ramadhon dikenal dengan acara Rewahan. Bukti historiografi tradisional seperti babad, hikayat dan ceritera rakyat (foklor) dan sebagainya tidak pernah mengungkapkan realitas seperti historiografi kritis akademis. Kekayaan kultural lokal seperti ini belum ada pembuktian ilmiah, atau yang mendukung bahwa perselisihan Dalem Cibinuang (P.Sutawijaya ) dengan Dalem Kuningan yaitu adu jajaten " dikampa " dihimpit di antara dua buah batu besar. 

Tempat adu jajaten itu sekarang di sebut blok Kampaan, di tepi anak sungai Cisanggarung. Kekalahan Dalem Kuningan anak sungai itu dikenal dengan nama sungai Cihanyir. Dalam tradisi Sunda perihal kekuasaan tersirat dalam naskah Amanat Galunggung, bahwa seseorang dapat menjadi penguasa di suatu daerah apabila ia menguasai kabuyutan di daerah tersebut. Kabuyutan merupakan tempat yang harus dipertahankan sampai titik darah penghabisan apabila mendapat serangan dari musuh.

Menurut versi bapak Karmin Komar dari Citangtu, ketika masih bergabung dengan Citangtu ada warga Cibinuang yang menjabat kuwu yang bernama bapak Utari yang dikenal dengan sebutan Kuwu Bintang. Ketika bapak Arhali menjabat kuwu terjadi pemekaran dari desa induk Citangtu mekar menjadi Cibinuang. Kuwu Arhali, menjabat sebagai kuwu Cibinuang. Bapak kuwu Bintang (Bapak Utari) menjadi Kuwu juga di Citangtu. Maka dalam sejarah kepemimpinan Desa Citangtu bapak Utari juga merangkap Kuwu Desa Cibinuang. 

Bapak kuwu (Alm) Suwanta Pura (1901-1967) adalah Kuwu pertama desa Cibinuang, yang menjabat mulai masa revolusi, mempertahankan kemerdekaan. Menurut keterangan mantan Kuwu Sajar (80th) saat itu menjadi juru tulisnya, bapak Suwanta Pura menjabat Kuwu dari tahun 1946 - 1965 Cibinuang dapat disebut juga sebagai desa lama, mengingat desa ini sejaman dengan Citangtu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun