Kasus kekerasan dalam rumah tangga atau biasa yang disingkat dengan KDRT dan juga kasus pelecehan seksual kerap terjadi di lingkungan sekitar kita, baik itu yang disadari maupun tanpa disadari. Kasus KDRT merupakan salah satu dari banyak kasus yang rumit untuk dipecahkan dikarenakan pelaku KDRT bisa jadi tidak menyadari apa yang telah ia perbuat itu merupakan suatu tindakan KDRT dan juga korban KDRT terkadang tidak menyadari bahwa beberapa perlakuan atau perkataan yang tidak mengenakkan yang ia terima itu ternyata termasuk indikasi terjadinya KDRT dan sering kali pelaku ataupun korban menganggap suatu kejadian KDRT itu hal yang wajar. Sejatinya, tidak ada satupun kekerasan di dunia ini yang pantas untuk dinormalisasikan.
Selain KDRT, pelecehan seksual juga terbilang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari, namun peleccehan seksual ini masih dianggap sebagai pembahasan yang tabu dalam lingkungan masyarakat, terkhususnya masyarakat Indonesia. Pelecehan seksual sendiri banyak jenisnya, namun masyarakat masih menganggap bahwa pelecehan seksual itu hanya dengan sentuhan fisik saja. Komentar menghina, menggambar, atau menulis tulisan yang merendahkan wanita ataupun laki-laki, lelucon cabul atau humor tentang seks, menggoda, siulan-siulan/catcalling yang sangat sering terjadi dalam masyarakat sebenarnya termasuk dalam fenomena pelecehan seksual namun dianggap sebagai hal sepele oleh pelaku ataupun sering kali korban kurang teredukasi mengenai apa saja yang termasuk dalam pelecehan seksual.
Oleh karena itu, program KKN (Kuliah Kerja Nyata) Tematik UPI yang dilaksanakan oleh Kelompok 39, yang terdiri dari Aldy Rizky Prayoga, Alifah Windia Sari, Annisa Faiz Azka Prihananti, Diaz Monika Puspariani, Hasna Nadaa Fida Karima, dan Ivan Titannaka Akbar serta juga didampingi oleh pihak PLI-PPA adalah memberi edukasi dan meneliti sejauh mana pengetahuan masyarakat terhadap KDRT termasuk undang-undang yang mengatur mengenai penghapusan kekerasan dalam rumah tangga, pengalaman masyarakat mengenai KDRT dan apakah mereka butuh perlindungan dalam berumah tangga, lingkup apa saja yang termasuk kekerasan dalam rumah tangga, serta apakah mereka mengetahui tiga lembaga perlindungan mengenai kekerasan di Kelurahan Cipedes, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung seperti PLI-PPA (Pusat Layanan Informasi Perlindungan Perempuan dan Anak), PUSPEL PP (Pusat Pelayanan dan Pemberdayaan Perempuan), dan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat) dan bersedia melapor jika terjadi atau melihat kekerasan dalam rumah tangga.
Pemberian edukasi dan sosialisasi mengenai KDRT dan pelecehan seksual ini dilaksanakan di beberapa posyandu di Kelurahan Cipedes, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung, Jawa Barat dengan waktu pelaksanaan yang berbeda-beda. Sosialisasi hari pertama dilaksanakan di Posyandu Merak 1 dan Merak 2 RW 01 pada hari Selasa, 2 Agustus 2022; hari kedua dilaksanakan di Posyandu Ketilang RW 09 pada hari Rabu, 3 Agustus 2022; hari ketiga dilaksanakan di Posyandu Perkutut RW 03 pada hari Kamis, 4 Agustus 2022; dan hari terakhir dilaksanakan di Posyandu Murai 1 dan Murai 2 RW 06 pada hari Sabtu, 6 Agustus 2022.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa dari keseluruhan warga Kelurahan Ciepdes yang berpartisipasi dalam pengisian angket penelitian ini yaitu sebanyak 73 responden, sudah banyak warga yang telah memahami pentingnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Namun, tidak dapat dihindari juga bahwa masih ada segelintir warga yang masih belum paham mengenai UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
Saat penelitian berlangsungpun, banyak warga yang salah paham mengenai Undang-undang tersebut, yang mereka pahami adalah Undang-undang-nya yang dihapus, bukan kekerasan dalam rumah tangga-nya.
Selanjutnya bahwa dari sebagian besar warga Kelurahan Cipedes yang tidak pernah ataupun belum pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ada segelintir warga yang saat kami teliti, terus terang bahwa beliau pernah, bahkan masih mengalami KDRT. Saat mendapatkan fenomena tersebut, beliau kami arahkan untuk menghubungi lembaga PLI-PPA yang memang menangani kasus-kasus tersebut di Kelurahan Cipedes, yang saat dilaksanakannya penelitian ikut serta mendampingi peneliti.
Dari point pernyataan butuh perlindungan formal maupun non-formal selama berumah tangga, dapat disimpulkan bahwa hampir semua warga setuju bahwa mereka membutuhkan perlindungan baik dari yang formal ataupun nonformal selama berumah tangga walaupun tidak adanya tindak kekerasan selama berumah tangga. Namun, ada juga beberapa warga (sebanyak 7 orang dari 73 responden) yang menyatakan bahwa mereka tidak membutuhkan perlindungan tersebut karena merasa rumah tangganya jauh dari tindak kekerasan.
Lalu untuk point pernyataan yang berisikan “Saya percaya bahwa kekerasan dalam rumah tangga mencakup kekerasan verbal dan kekerasan fisik” hampir semua warga (72 responden dari 73 responden) yang kami teliti, percaya bahwa kekerasan dalam rumah tangga itu bisa mencakup verbal (dari mulut) dan juga kekerasan fisik.
Saat penelitian berlangsung, sebelum warga menyatakan setuju, banyak warga yang mengira bahwa KDRT itu hanya selalu melalui tindakan kekerasan fisik seperti dipukul, ditampar, ditendang, ataupun hal lainnya yang berhubungan dengan fisik, namun setelah kami beri sosialisasi dan edukasi mengenai tindak kekerasan lainnya yang dapat terjadi di dalam rumah tangga, warga jauh lebih memahami bahwa KDRT bukan hanya sekedar kekerasan fisik, namun juga bisa melalui verbal/omongan (menghina, menyudutkan, menuduh, ataupun hal lainnya).
Untuk point pernyataan bahwa mereka akan melapor jika terjadi KDRT, hampir semua warga (72 responden dari 73 responden) yang kami teliti akan melapor jika mereka mengalami ataupun melihat tindak kekerasan dalam rumah tangga setidaknya kepada salah satu lembaga perlindungan yang dapat mengatasi masalah-masalah kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga yaitu yang sudah disebut sebelumnya adalah lembaga PLI PPA, PUSPEL PP, ataupun PATBM.
Yang terakhir, point pernyataan dimana bahwa pelecehan seksual itu terjadi secara verbal dan melalui kontak fisik, hampir semua warga (72 responden dari 73 responden) yang kami teliti, memahami bahwa pelecehan seksual itu tidak hanya melalui kontak fisik, tapi juga melalu verbal seperti catcalling.
Berdasarkan keseluruhan kesimpulan pengisian angket, bahwa kelompok 39 bersama dengan lembaga PLI-PPA Kelurahan Cipedes cukup berhasil dalam sosialisasi dan mengedukasi beberapa point penting dalam KDRT dan pelecehan seksual, bukti nyata adalah dimana yang tadinya terdapat beberapa warga yang masih belum paham mengenai apa itu UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, masih tidak tahu apa saja lingkup kekerasan di dalam rumah tangga dan apa saja yang termasuk pelecehan seksual, dan tidak tahu harus kemana jikalau ingin melapor bila adanya tindak KDRT atau pelecehan seksual. Setelah melaksanakan sosialisasi dan edukasi, warga menjadi paham atas point-point tersebut. Namun dibalik itu semua, tentu saja banyak kekurangan dalam penelitian kami, yaitu keterbatasan waktu dan penarikkan responden yang tidak terlalu banyak, sehingga hasil penelitian masih kurang maksimal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H