Kekerasaan apapun bentuknya tak lain adalah masalah penguasaan diri yang perlu dipupuk dengan spiritualisme dan kemanusiaan. Sehingga seseorang dapat dengan mudahnya memilih tentang baik buruk tindakan yang hendak diambilnya.
Beberapa jawaban paling masuk akal dalam kasus kekerasan pada perempuan ini dilatarbelakangi oleh lingkungan. Jika seseorang tinggal di lingkungan keras dengan kekerasan yang sering dilihatnya, akan berbanding lurus dengan tindakannya ketika dewasa, seperti seorang yang sejak kecil tumbuh di wilayah konflik, kebanyakan dari mereka akan berubah menjadi teroris.
Alasan lainnya bisa dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh para ahli syaraf otak. Ada satu penyakit yang disebyt CTE. Penyakit ini membuat fungsi otak terganggu seiring berjalannya waktu dengan gejala awal yakni implusif, eksplosif, dan agresi.
Penyakit ini bisa terjadi karena benturan yang terjadi pada otak bagian depan dengan luka cukup dalam dalam jangka waktu tertentu. Selain itu penyakit tersebut dapat menyerang anak karena bawaan genetik orang tuanya.
Sementara itu tindakan agresif terjadi karena korteks prefrintal manusia tak berfungsi dengan baik. Sebagai salah satu olah raga yang cukup mengandalkan kontak fisik, para pesepak bola bisa saja terkena masalah ini.
Sepak bola yang sekarang telah mengandalkan berbagai disiplin ilmu perlu memperhatikan kesehatan para pemainnya. Klub-klub sepak bola sebagai pihak yang bertanggung jawab mengembangkan para pemain perlu memperkerjakan dokter psikologis untuk masalah ini.
Agar masalah ini bisa dikurangi, klub perlu memasukkan pelajaran tentang kekerasan kepada pemain akademinya. Pembelajaran sejak dini akan efektif untuk membentuk karakter para pemain hingga mereka dewasa.
Dunia olahraga dalam hal ini sepak bola perlu memahami secara khusus mengenai bahaya kekerasan pada perempuan maupun bentuk kekerasan lainnya. Selain itu olahraga ini perlu memiliki panduan kepada individu yang melakukannya.
Sudah saatnya kita sadar dan mengembalikan sepak bola sebagai rumah bersama seluruh umat manusia, tanpa mementingkan pendapatan dan kejayaan yang nampak banal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H