Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sumur Resapan untuk Meresap Air Mata Warga Jakarta?

12 November 2021   20:51 Diperbarui: 16 November 2021   18:23 2584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat memulai aktivitas di hari Jumat, awalnya semua berjalan biasa saja. Hanya ada ibadah Salat Jumat yang membuatnya berbeda dari kebanyakan hari dalam seminggu bagi muslimin. Namun setelah berjalan menuju rumah sepulang sembahyang, pikiran ini sirna seketika.

Sendal jepit butut saya dengan usia hampir 7 tahun bercumbu dengan aspal dan tanah di sekitaran rumah dibuat heran. Ia berhenti didepan tumpukan tanah bekas galian sumur resapan di tempat yang biasa dilalui warga Kelurahan Jatipadang, khususnya Karang Pola IV.

Jalan tersebut merupakan jalan komplek yang tidak kenal dengan banjir atau genangan air. Namun ada lokasi di dekat sana ---jika dilihat dari gambar, ada jalan belok kiri. Kontur tanahnya menurun dan membentuk cekungan--- yang akrab dengan aliran air juga genangan.

Alas kaki yang sudah usang dan mungkin selalu berteriak pensiun ini meratap. Ia dengan kekuatan seadanya masih digunakan sang pemilik karena alasan pemaksimalan, sedangkan galian yang sudah pasti menyedot anggaran mungkin tak memperhatikan kemanfaatan.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menargetkan pembangunan 22.292 titik sumur resapan selama tahun 2021. Namun hingga Oktober 2021, realisasinya baru sekitar 12 ribu titik. Percepatan pembangunan menjadi fokus pemimpin Jakarta, tapi ia seakan lupa kalau lokasi yang tak strategis membikin proyek ini tidak optimal.

Sumur resapan menjadi komoditi pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2017. Para calon mengusung ide membangun sebanyak-banyaknya sumur resapan di Ibu Kota, sebab fungsi lubang tersebut sangat penting bagi pengendalian air baik di permukaan maupun di dalam tanah.

Sumur resapan diciptakan untuk membantu sebuah daerah mengurangi titik banjir dan genangan saat musim hujan tiba. Fungsi lainnya yakni sebagai penyedia air tanah bagi warga yang tinggal di lokasi kekurangan air.

Lubang sumur ajaib ini berguna agar air cepat masuk ke dalam tanah, akhirnya mengganti air tanah yang selama ini kita gunakan sehari-hari. Muka air tanah menjadi stabil sehingga mengurangi kemungkinan sebuah daerah mengalami penurunan daratan seperti yang dialami Jakarta hingga kini.

DKI yang sudah bertransformasi sebagai kota modern dengan gedung pencakar langit sebagai primadonanya jelas kekurangan resapan air berupa lahan kosong. Pembangunan sumur resapan air hujan menjadi jawaban dari banyak cekcok antara Jakarta dengan air yang terlampau akut.

Mudahnya, cara kerja sumur resapan akan menampung air yang lewat di atasnya dengan bantuan gravitasi, banjir, hingga genangan. Sehingga penutup sumur resapan ini harus berada di bawah permukaan tanah agar kerjanya optimal memasukan air.

Air akan masuk ke sumur melalui lubang yang ada di tutup sumur kemudian ditampung dan secara perlahan merembes ke tanah. Tanah di sekitar dinding sumur resapan harus memiliki kemampuan menyerap air dengan baik.

Dasar sumur resapan kadang diberi tambahan seperti koral, serabut ijuk, dan batu pecah alias split untuk mengikat lumpur tidak kembali keatas. Penambahan ijuk dimaksudkan sebagai penyaring alami, sehingga air di sumur resapan ini bersih dan bisa dimanfaatkan dengan mudah oleh masyarakat sebagai air untuk kakus.

Melihat tempat pembuatannya, saya tak yakin dengan kegunaan sumur resapan air hujan yang saya taksir kedalamannya mencapai 4 meter. Mungkin proyek tersebut dimaksudkan untuk banjir bandang di masa mendatang yang sudah diramalkan si penggagas proyek dan bisa menutupi segenap wilayah DKI sebab lokasi ini berada di daratan yang lebih tinggi dibanding sekitarnya.

Jika pemikiran visioner tersebut menjadi dasar penggalian lubang di segenap wilayah Jakarta, berarti Belanda sudah salah langkah dalam membangun sistem kanal.

Sistem ini dibuat karena dirasa cocok dengan karakter di Batavia mulai dari ketinggian tanahnya yang rendah serta dikelilingi rawa dengan kontur tanah yang sudah pasti drainasenya buruk.

Seharusnya proyek lubang-lubang ajaib menjadi fokus utama bangsa kolonial pada waktu itu. Mencoba meresapkan air ke dalam tanah gambut karena sebagian besar datarannya tak mudah menyerap air, alih-alih membuat mega proyek kanal yang menelan banyak keringat dan uang. 

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Selain fungsi, pembangunannya menjadi keluhan warga, salah satunya rekan saya yang menemani perjalanan pulang sehabis sembahyang, Ferian Amri. Pria yang selalu memanfaatkan jalan ini merasa terganggu.

"Mobilitas jadi terganggu, kemarin jalan ditutup jadi susah lewat," Katanya sambil melihat dari dekat sumur yang sudah diberi dinding beton didalamnya.

Masalah yang timbul lainnya adalah kerapian pekerjaan setelahnya. Seperti nyanyian lama kebanyakan proyek penggalian tanah di Jakarta, para kontraktor tidak serius dalam menutup bekas galian sehingga jalan menjadi bergelombang dan bisa berakibat fatal bagi pengendara khususnya sepeda motor. 

Sebenarnya sumur resapan juga dikerjakan di era Jokowi-Ahok memimpin Jakarta. Bedanya sumur diletakan di pertemuan jalan yang menggenang sehingga sumur bekerja optimal menyerap kelebihan air. Penutupnya diberi kordinat GIS (Geographic Information System). 

Sejauh ini sudah cukup banyak lubang resapan yang digali di sekitaran Jatipadang. Bahkan pembangunannya menjadi fokus pemberitaan di media arus utama nasional. Sebab banyak pihak merasa lokasi pembuatannya berada di titik yang tidak tepat.

Jika begitu, sebenarnya air apa yang hendak diresapkan ke tanah Jakarta? Air hujan atau air mata warga DKI yang sudah kelimpungan bertahan hidup di tengah pandemi dan mendapati uang setorannya digunakan dengan cara yang kurang tepat?

Apapun itu saya hanya bisa kembali ke rumah sambil memandangi air hujan yang hari ini tak letih jatuh ke tanah Jakarta dan entah, apakah ia sudi masuk ke sumur resapan di dekat rumah saya. 

***

D.A
Jatipadang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun