Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyibak Budaya, Mengenal "Kita" dengan Bingkai Globalisasi

5 November 2021   12:05 Diperbarui: 5 November 2021   12:15 6542
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Globalisasi membawa gambaran sekaligus tolak ukur masyarakat satu negara terhadap gaya hidup serta sistem sosial dari bangsa lain. Kehadirannya turut membuat banyak kesepakatan global yang kadang bertentangan dengan nilai budaya di satu daerah.

Tabir dunia ketika globalisasi terjadi, seakan terbuka. Masyarakat di satu daerah dapat terhanyut oleh budaya dari luar. Namun hal ini menjadi wahana baru bagi kebudayaan daerah untuk menunjukan tajinya di panggung internasional.

Ancaman terbesar saat ini adalah merembesnya budaya luar tanpa adanya penyaring. Westernisasi menjadi candu bagi budaya pop di dunia, bahkan di Indonesia sekalipun.

Sangat disayangkan kini banyak kaum muda lupa akan budayanya. Nilai yang sudah digali sejak lama oleh nenek moyang dianggap kuno akhirnya terlupakan.

Padahal, budaya merupakan hasil olah pikir yang diciptakan leluhur untuk menandai maupun menghadirkan hal baik dengan berpijak melalui sumber daya di sekitar yang menjadi identitas lokal.

Kehadiran budaya di satu daerah sangat penting, utamanya bagi bangsa Indonesia yang multikultural. Melalui kearifan lokal tersebut, identitas negara tercipta.

Ikrar para pemimpin daerah saat merancang dasar negara menjadi contoh nyata kalau sebenarnya Nusantara berdiri berkat kesepakatan bersama dari perwakilan daerah dengan berbagai macam perbedaan budaya.

Sebenarnya bapak pendiri bangsa, Bung Karno telah memprediksi degradasi budaya lokal sebagai identitas nasional akibat infiltrasi budaya asing. Makanya saat itu Soekarno membuat konsep Tri Sakti, yang pada poin ketiga berbunyi "kepribadian dalam bidang kebudayaan".

Bahkan untuk menampilkan budaya daerah sebagai identitas nasional, Presiden Indonesia Pertama itu membuat kebijakan dalam menyambut delegasi bangsa lain melalui hidangan khas Nusantara. Selain itu para istri diwajibkan menggunakan kebaya dan sanggul sebagai representasi wanita Jawa.

Pola tersebut juga diikuti oleh Presiden Jokowi. Pria asal Solo tersebut kerap mengenakan busana daerah untuk acara kenegaraan. Pakaian tersebut selalu berganti untuk tiap gelarannya agar masyarakat semakin mengenal keanekaragaman pakaian adat yang ada di Indonesia.

Kamoro Art Expo 2021 | Dokumentasi Pribadi
Kamoro Art Expo 2021 | Dokumentasi Pribadi

Keduanya berharap cara tersebut mampu mengangkat harkat budaya lokal sebagai kebanggaan nasional sehingga masyarakat makin mengenal jati diri mereka sebagai sebuah bangsa yang multikultural.

Kini, kesadaran memperkenalkan budaya lokal sebagai identitas nasional sekaligus perkenalan budaya kepada dunia internasional mulai menjadi perhatian banyak pihak ditengah derasnya arus budaya barat. Salah satunya dilakukan oleh PT Freeport Indonesia.

PTFI bersama Yayasan Maramowe Weaiku Kamorowe (MWK) telah bekerja sama mempromosikan budaya lokal asal Papua, khususnya dari suku Kamoro. Mereka berharap cara ini mampu melestarikan budaya lokal sekaligus pemahaman masyarakat akan pentingnya merawat keberagaman sebagai bentuk identitas bangsa yang majemuk.

Kolaborasi keduanya baru-baru ini diimplementasikan menjadi sebuah acara bernama Kamoro Art Exhibition & Sale 2021 di Hutan Kota by Plataran, Jakarta, 27-29 Oktober 2021.

Pagelaran acara tersebut sengaja dilangsungkan pada momen Sumpah Pemuda, karena melalui tangan penerus bangsa, budaya lokal mampu tampil lebih menonjol di kancah dunia lewat kreativitas dan keahlian menggunakan teknologi modern di tengah arus globalisasi.

Tak hanya menampilkan keindahan seni suku Kamoro mulai dari ukir, baju, dan tarian, acara ini juga diisi dengan dialog budaya. Tema yang diangkat dalam dialog pada (28/10) adalah "Pemuda dalam Gerakan Pelestarian Budaya" untuk membangkitkan kecintaan generasi masa kini dengan budaya lokal mereka.

Dialog tersebut meyakini kalau pemuda merupakan agen paling efektif untuk mempromosikan budaya dalam era globalisasi. Mereka dengan kecakapannya menangani modernisasi dan cepatnya pertumbuhan teknologi diharap dapat melakukan banyak hal.

Kamoro Art Expo 2021 | Dokumentasi Pribadi
Kamoro Art Expo 2021 | Dokumentasi Pribadi

Founder Pace Kreatif, Billy Iwan E. Tokoro yang hadir dalam dialog budaya itu menyebut bahwa komunitasnya melakukan edukasi pada masyarakat tentang penggunaan teknologi dan cara terbaik bermedia sosial.

Melalui media tersebut, Iwan dan kolega ingin dunia mengetahui keindahan dan kreativitas masyarakat di Papua.

"Aktif di sosmed dengan hanya menjual ide. Kita beri anak kampung pelajaran nanti kita berkolaborasi. Share dengan teman lain supaya teman lain tahu. Sederhana dan simpel, " katanya.

Papua memang memiliki banyak sekali kearifan lokal tak hanya melalui seni seperti yang suku Kamoro miliki, mereka juga punya kekayaan alam indah dan bisa dijadikan destinasi wisata, serta nilai sosial di masyarakat paling timur di Indonesia.

Nilai sosial tersebut bisa ditanamkan melalui banyak cara salah satunya pendidikan dini. Beruntung di Indonesia ada kelompok anak muda yang membentuk perkumpulan, mengajarkan anak daerah mengenal nilai melalui jalur kebudayaan lokal.

Perkumpulan yang diberi nama Yayasan Wahana Visi Indonesia itu selalu memberikan pendidikan kepada anak di daerah berlandaskan kearifan lokal.  

Dalam dialog tersebut, Education Team Leader Yayasan Wahana Visi Indonesia, Marthen Sambo berujar jika pendidikan adalah intervensi paling dasar bagi manusia sehingga ia dan rekan-rekan mengembangkan model pendidikan sesuai karakteristik budaya lokal hingga merumuskannya menjadi semacam kurikulum pembelajaran.

"Anak Papua gak boleh dicabut dari akarnya. Kita ajak para kepala suku, tokoh agama, hingga tokoh masyarakat kita ikutkan dalam pembelajaran. Sehingga akan masuk dalam kurikulum pengajaran, " ungkapnya.

Pembicara hebat lain yang turut andil dalam dialog budaya tersebut adalah Co-Founder dan Chief of Community Development & Partnership Du Anyam, Hanna Keraf. Ia bersama 2 rekan perempuannya memiliki misi memberi kebebasan finansial bagi para istri dengan menjual beberapa kerajinan tangan.  

Kini Du Anyam tak hanya mampu mengembangkan keuangan keluarga melalui peran istri, tapi juga membantu keberlangsungan lingkungan dengan melestarikan pohon sebagai bahan baku anyaman.

Para suami turut dilibatkan dalam ekosistem keuangan sebagai pencari bahan baku serta pendistribusian kerajinan. Kegiatan para lelaki bahkan diberi upah oleh mereka.

"Di Nabire masyarakat di sana menggunakan kulit kayu, ini beneran dianyam bukan dipilin. Keterampilan sudah ada turun temurun, bukan sesuatu yang dipaksakan. Kedua bahan baku sudah ada. Kita juga melestarikan pohonnya. Jadi kami melihat menganyam bukan hanya melestarikan budaya tapi insentif ekonomi, " Ujarnya.

Secara tersirat pergeseran nilai dan kebudayaan di Indonesia tak tercipta hanya dari westernisasi tapi juga kealpaan masyarakat untuk mengenal lebih dekat budayanya sendiri. Globalisasi yang terjadi harusnya dipakai sebagai panggung bergengsi menampilkan keunikan bangsa pada dunia.

Melalui jangkauan teknologi yang makin lumrah digunakan masyarakat awam khususnya anak muda, kita bisa jadi agen perubahan dalam memperkenalkan budaya lokal. Nilainya yang beraneka ragam dari berbagai suku, menjadi modal mengenal identitas bangsa yang bernafaskan Bhinneka Tunggal Ika.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun