"Bantuan banyak masuk, tapi kalau penyalurannya itu. Kalau bantuan dari organisasi langsung, kalau pemerintah regulasinya dipersulit. Pernah bantuan dari mana itu deh saya lupa, tapi harus bawa KK dan KTP gak masuk akal kan kalau rumahnya masuk (karena likuifaksi) semua gimana? Kalau mau bantuan harus minta surat pengantar dari RT, ada yang bilang 'lah RT-ku sudah meninggal, harus aku minta di tempat dia tenggelam itu?' ini dari pemerintah ada saja yang mempersulit,".
Ketika ditanya mengenai berbagai pihak yang memanfaatkan keadaan dengan mengambil hak-hak pengungsi lainnya. Viki tak menampiknya, tapi dia juga tak tahu pasti akan tindakan ini.
"Sebenarnya saya gak tahu juga, mau nuduh kaya gitu cuman, yang saya tahu yang saya lihat langsung, mungkin pertolongannya betul tapi orang di situ sendiri, pengungsi sama pengungsi yang datang. Ini ibarat kata bantuan datang 8, mereka simpan 5, padahal mereka cuman dua tenda. Kaya gitu ada pihak yang di tengah bencana ada pihak yang serakah. Mereka pikir yang mau hidup cuman mereka, yang lain makan rumput?! Hahahaa."
Secara urunan, bahan baku memasak dikumpulkan dari stok yang tersedia di rumah. Secara bersamaan bahan baku itu dibuat kudapan lezat, bahkan Viki mengilustrasikan momen ini layaknya sedang terjadi hajatan dalam sebuah keluarga karena makanan melimpah ruah di sana.
AC Milan jadi klub jagoannya. Walau kini Sang Iblis tidak segarang dulu, tapi sejarah masih menaungi klub asal Milan ini. Bahkan saking tenarnya, banyak fan setia di tiap pelosok dunia termasuk Indonesia. Mereka menamai kelompoknya sebagai Milanisti.
Beruntunglah Viki, lewat sepak bola ia mendulang berkah. Kiriman bantuan dari Milanisti seluruh penjuru kota di Indonesia termasuk Jakarta menghampirinya beserta rekan lainnya di Palu. Milanisti yang jadi keluarga keduanya tetap berada disampingnya baik suka maupun duka, selaras dengan filosofi permainan Milan di bawah asuhan legendanya Gennaro Gattuso yang lebih mementingkan taktik, kerja sama, dan kegigihan dalam mengambil poin positif di tiap laga.
Kebutuhan masyarakat terdampak bencana tak hanya soal pangan, tapi juga membutuhkan bahan bakar untuk kendaraan dan generator listrik yang tentu saja penting guna mengisi baterai gawai sebagai sarana berkomunikasi. Cairan ini juga berharga, sama halnya dengan makanan. Mendapatkannya cukup sulit.
"Orang hampir bunuh-bunuhan di pom bensin. Saya saja mau berantem sama bapak-bapak. Kan waktu itu kan bawa jerigen ngantri pertalite. Istilahnya 15 menit maju satu. sekitar 3 jam antre, bawa 2 jerigen waktu itu tapi habis. Satupun gak keisi, gak dapat."
"Akhirnya ngantri premium, baru setengah jam antre sudah habis lagi. Udahlah sebagian orang mau pulang, saya lihat pom bensin. Lihat orang nyoba pompa ternyata masih keluar kan pertalitenya, tapi gak dibayar sama dia, karena dipompa sendiri kan hahaha. Abis dipompa sama dia, saya tarik kan di besinya itu, pencet dulu nanti saya masukin lagi kata saya.
Lalu tiba-tiba ada bapak-bapak yang langsung tarik saja kan. Sama-sama butuh kan. Kalo saya takut kan saya susah sendiri kan, udah saya mau pukul saja, dia sikut muka, saya sikut dada. Tinggal orang tahan kan katanya, 'jangan-jangan itu bapak-bapak'. Biar bapak-bapak saya juga butuh kan. Motor semua abis bensinnya, jenset butuh bensin,".
"Kasihan temen saya itu yang terdampak likuifaksi itu. dia bikin stastus di Facebook-nya kan. Dia foto lokasi rumah, dia bilang 'orang-orang sudah pulang ke rumah terus saya mau pulang ke mana' dia foto rumahnya itu kan, tanah. Betul-betul tanah itu, rata. Rumahnya masuk ke dalam tanah, tanah yang di foto, tanah, tanah! 'Terus saya mau pulang ke mana?' Akhirnya mereka sampai sekarang dia masih di tenda pengungian terus kan, tapi memang yang korban itu yang rumahnya masuk ke tanah rumahnya betul-betul habis.Â
Istilahnya kalau kita baju di badan. Modal baju yang penting nyawa selamat. Dari 0 gak ada apa-apa lagi, tingal nyawa. Makanya mereka ambil bantuan banyak baju,"
"Disana tuh sekarang yang rusak itu kena likufaksi katanya tanahnya pengen diganti. Setau saya update terakhir, diratain semua gak dijadiin bangunan lagi ada yang dipindahin tapi gak tau di mana tapi kalau lokasi di Palu banyak sih tinggal pemerintahannya aja mau di mana."
Memang, saat memiliki kesempatan meliput di acara Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), di Gedung Kementerian ATR/BPN, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis (18/10/2018), Menteri ATR/BPN, Sofyan A. Djalil mengakui bila pemerintah memiliki niatan merelokasi penduduk ke tempat yang lebih aman.
"Tanah itu tidak bisa digunakan lagi dengan perumahan, nanti orang-orang akan dipindahkan. Itu tugas pemerintah melakukan relokasi dan membangun tempat yang lebih aman, jauh dari patahan. Tanah yang tadi sudah tenggelam, mungkin  bisa jadi tanah pertanian, nanti kita lihat,"
"Secara teori dan hukum, hak itu hilang kalau tanahnya musnah tapi kan ini tidak musnah tapi sudah berubah sama sekali. Nanti kita lakukan penataan ulang kalau bisa kita kembalikan, mana tanah siapa tapi tidak bisa dibuat untuk hunian," lanjutnya.
Nantinya akan dibuat rencana ke depan mengenai zonasi rawan bencana untuk mengatur daerah mana saja yang dapat digunakan untuk hunian di Kota Palu dan Donggala. Namun akan ditetapkan zonasi yang disepakati antara pemerintah pusat dan daerah agar perencanaannya dapat dieksekusi secara matang.
"Ada empat stakeholder yang nanti akan menyelesaikan masalah ini, ATR/BPN masalah tanah, ESDM, Badan Geologi mastikan zonasi rawan bencana, dan Kementrian PUPR badan pengembangan infrastruktur wilayah dan dikordinir Bapenas untuk pembangunan Palu ke depan lebih ramah."
"Kita akan tegas kalau tidak tegas mungkin masyarakat akan lupa di 10 tahun ke depan RDTR (Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang) kita masih banyak yang harus diselesaikan sekitar 2000 kawasan di Indonesia, sekarang baru sekitar 45 yang memiliki Perda."