Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pembenaran untuk Pelakor yang "Diibliskan"

23 Februari 2018   16:04 Diperbarui: 23 Februari 2018   16:27 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sebuah sofa empuk, harga dirinya dipertaruhkan. Sambil tertunduk lesu, perempuan berkerudung itu mendengarkan amarah yang dikeluarkan oleh nona di balik gawai yang merekam gerak gerik perempuan tersebut. 

Sambil berteriak, nona melemparkan sejumlah uang. Tentu uang sungguhan. Jika perempuan berkerudung itu tak mengambilnya, bolehlah saya menerima sejumlah uang tersebut untuk menutupi pagu hidup yang kian menghimpit.

Cerita tadi merupakan cuplikan video tentang seorang pelakor. Entah bagaimana mulanya, tapi pelakor ini punya jiwa kesatria. Ia berani mengambil risiko bertemu istri sah suami yang ia gaet.

Entah berniat minta maaf atau telah "tercebur" sebelumnya. Namun menampakan diri di depan lawan merupakan satu sifat pemberani. Bahkan para pejabat yang mencuri dari rakyat saja tak berani secara terbuka bertemu rakyat dan mengakui salah.

Mereka, para koruptor di Indonesia, selalu berdalih bahwa dia tak bersalah atau dijebak oleh orang lain. Namun rompi oranye tak pandang bulu singgah di bahu tiap insan. Dan walau rompi itu telah disematkan oleh komisi anti rasuah, para koruptor tetap ceria. Seakan dunia hanya miliknya dan kita, rakyat, cuman onggokan karikatur tak bernyawa sehingga siap digunakan untuk membuat para pejabat tersenyum. 

Dunia bisa dijadikan saksi bagaimana pejabat-pejabat Tiongkok dihabisi oleh bedil penguasa karena korupsi. Tak ada tawa. Hanya kesedihan yang mengiringi kepergian para tersangka korupsi di negeri para panda.

Kesedihan tersebut pula yang tergambar dari wajah pelakor yang katanya merupakan salah satu janda, teman dekat nona pemegang gawai yang videonya viral di media sosial. Namun, seorang pelakor digambarkan layaknya iblis.

Pelakor adalah musuh bersama kaum hawa yang memiliki suami sah. Pelakor telah menjadi musuh abadi dalam dunia pernikahan. 

Terlepas dari siapa yang benar dan salah pada hubungan terlarang tersebut, harusnya kita belajar tentang satu dasar bertahan hidup, yakni intrik. Tanpa memiliki intrik terbaik, manusia tak akan hidup selama ini dan pelakor tak akan tumbuh subur di negeri tercinta.

Manusia yang awalnya berburu, kemudian menetap di satu tempat, bercocok tanam, meramu, hingga kini hanya butuh satu ketukan layar untuk hidup di tengah kota. Semua itu membuat kita, manusia, tetap eksis hingga kini. Dan kemudahan yang terakhir pula musabab fenomena pelakor kian meningkat. 

Berkat unggahan tentang pelakor di media sosial, kami, kaum laki-laki, semakin sulit bergaul dengan lawan jenis. Ruang gerak kami dibatasi oleh pasangan, wanita menjadi makin ganas untuk menggenggam cintanya. Sungguh fenomena sosial ini makin mempersempit interaksi antar manusia. 

Namun pelakor tetaplah pelakor yang diyakini oleh banyak wanita, berkeliaran bagai iblis. Ia punya seribu satu cara, tipu muslihat, atau intrik untuk merebut hati suami orang. 

Taktiknya pasti telah dipikirkan secara matang dan jika di sederhanakan menggunakan perspektif wanita bersuami: "merebut lelaki orang, tak peduli siapa. Dan semua keinginan tercapai" mungkin, kira-kira seperti itu tujuan pembuatan intrik seorang pelakor di mata wanita bersuami.

Fenomena pelakor yang mirip iblis ini mungkin senasib dengan Helenio Herrera di dunia sepak bola. Kehadirannya di Inter Milan merupakan petaka bagi pecinta sepak bola. 

Nerazzurri merajai Eropa dua musim beruntun di bawah asuhannya, disertai dengan tiga Scudetto,dan satu Piala Italia, tapi dengan predikat minor yaitu tim paling membosankan sejagad berkat taktik ultra bertahan dengan memasang satu swiper dan empat pemain bertahan. Sejak kegemilangan ini, istilah cattenacio muncul dan disematkan pada gaya permainan khas Italia. 

Memang, kegemilangan intrik amat berperan untuk mendapat sesuatu yang diinginkan. Pep Guardiola juga melakukan hal senada.

Barcelona diubah menjadi klub yang berkonsentrasi pada passing cepat. Bola mengalir dinamis dari kaki kiper hingga penyerang. Penguasaan bola merupakan kunci kemenangan si biru merah di bawah asuhan pria asal Spanyol.

Kegemilangan klub meraih trabel pada musim perdana menukangi tim Catalan pada musim 2008/2009 membuat Pep dipuja. Kegemilangan tersebut berlanjut. Selama empat musim menukangi Barcelona, pria berkepala pelontos ini memberikan 14 gelar baik di tingkat domestik maupun dunia.

Namun tiki-taka atau catenacio benar-benar dikutuk dunia karena membosankan. Tak ada sesuatu yang menarik dipandang. Lawan layaknya bidak tak bernyawa, tak bisa mengembangkan permainan. 

Intrik pula sumber segala keresahan masyarakat tentang hantu PKI yang dampaknya dirasakan hingga kini. Kesuksesan untuk mengkerdilkan masyarakat menjadi kaum terbelakang demi kemenangan sebuah ideologi harus diperangi.

Daripada mengungkung pergerakan suami untuk memagari suami dari pelakor-pelakor yang terkutuk, cobalah untuk memagami intrik mereka sebelum merwbut suami. Bagaimana cara mereka mendekati dan apa yang mereka berikan pada calon mangsanya?

Saya yakin dengan mengetahui kedua faktor ini, pergerakan iblis-iblis akan semakin menyempit. Karena manusia merupakan mahluk yang haus akan apapun, jadi cekokilah suami Anda agar dahaga itu hilang.

Jika hasratnya terpenuhi, mintalah. Karena dahaga dan imbalan adalah dua hal yang saling mengikat. Dua hal itu pula yang membuat pelakor sukses merebut suami Anda. Cobalah. Berbaik hati, memberi segala yang diinginkan suami, lalu merengeklah meminta layaknya anak Anda meminta pada Anda. 

Dan, jangan tutup ruang gerak suami untuk bersosialisasi karena manusia bukan makhluk soliter!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun