Saya hanya pecinta karya Anda, persetan dengan sikap politik Anda, karena saya suka lirik lagu Anda. Saya ingat saat pemilihan pucuk pimpinan Organisasi Masyarakat (ormas) Orang Indonesia (OI), Anda kalah dalam pemilihan itu. Berkaca pada hasil tersebut, rekan-rekan OI yang ikut dalam peristiwa itu sudah dewasa dan bisa membedakan antara pujaan dan pemimpin bagi mereka, seharusnya kita sebagai pecinta Anda hari ini juga melek akan sejarah waktu itu.
Pandangan politik seseorang harusnya dihargai tapi lagi-lagi posisi Anda sebagai public figur bisa membawa fans anda untuk memilik tokoh yang Anda dukung. Mungkin itu point paling penting, sehingga banyak yang menghardik Anda, Bang Iwan.
Saya tahu benar bahwa zaman terus bergerak dan Anda lahir di zaman ketika kebebasan dikebiri, teman dekat jadi prioritas, dan uang adalah Tuhan. Keterbatasan itu pula yang membawa Anda membuat lagu-lagu berisi kritik sosial bahkan mengkritik pemerintahan sampai Anda merasakan dinginnya sel penjara.
Kini tirani telah runtuh dan Anda harus bisa bersikap beradaptasi pada zaman yang bergerak. Banyak musisi muda bermunculan dengan jenis musik beragam. Setiap perubahan pasti membawa sesuatu yang baru, itu pula yang ditulis oleh Takashi Shiraishi dalam bukunya berjudul "Zaman Bergerak" yang mengilhami judul tulisan ini.
Buku tersebut menceritakan cara-cara Belanda mengkonstruksi Nusantara, memecah keraton dan membuat kebijakan baru dari sisi pembagian wilayah, monopoli perdagangan, hingga pergerakan para petani melawan ketidak adilan di tanahnya sendiri. Bahkan jika pijakan sejarah ditarik pada tahun-tahun lebih baru, ketika Sumpah Pemuda dilakukan, ada pembaruan terjadi.
Pergerakan petani dan buruh tidak lagi dilakukan dengan cangkul maupun parang, tapi lebih menekankan pada diskusi dan rapat raksasa. Kosa kata baru bermunculan seperti demokrasi dan revolusi, bahkan Bahasa Indonesia merupakan bahasa baru dan mampu mengganti bahasa lokal untuk dijadikan bahasa nasional.
Bang Iwan yang saya kagumi, saya yakin pembaruan era ini yang membuat Anda mengunggah status di twitter dengan idealisme Anda. Mungkin lagu "HIO" juga mengilhami Anda untuk bicara apa adanya, seperti yang selama ini saya lakukan. Dan saya selalu mendukung Anda sebagai seorang pecinta, karena cinta itu buta. Apapun yang terjadi, ia akan bersama, walau bersebrangan soal pilihan maupun sikap politik.
Bang Iwan yang saya idolakan, saya berharap bisa memiliki momen kebersamaan dengan Anda, mengobrol, tertawa, dan bernyanyi bersama seperti orang-orang pinggiran yang tak pernah murung walau hidup sering buntung. Dulu, ketika saya masih di kantor lama, saya punya harapan untuk ngobrol dengan Anda. Namun kesempatan itu urung dilakukan karena saya tidak di delegasikan ke kediaman anda.
Beberapa bulan lalu, saya mengontek Anda untuk menghadiri acara besar di kantor baru, tapi tawaran itu ditolak. Saya tahu pertimbangannya banyak, termasuk kecintaan Anda dalam bermusik sehingga menolak ajakan itu sebagai pembicara.
Penolakan itu jelas membuat saya sedih, cukup sedih seperti ditinggal kekasih paling dicintai, sungguh ini bukan metafora. Dan saya lagi-lagi berharap bisa bertemu dengan Anda secara dekat.