Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wewe Gombel Masih Berkeliaran saat Ramadan

16 Juni 2017   13:03 Diperbarui: 17 Juni 2017   01:05 2148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya katakan sebagian besar karena bergentayangannya setan ini adalah indikasi bahwa ia juga dinanti kehadirannya. Tak jarang jejaka meminta jasanya untuk memuaskan birahi. Jika stasiun pasar minggu belum ditertibkan seperti sekarang, maka bilik-bilik warung disana pukul 01.00 WIB pasti mengeluarkan suara-suara aneh. Ini adalah suara wewe gombel di malam hari!

Ramadan nyatanya tak selalu suci karena kerap dikotori oleh ketamakan manusia yang terpapar oleh flek hitam setan. Jadi apakah setan itu diikat Tuhan? Saya rasa tidak. Saya yakin dalam diri manusia terdapat sifat-sifat yang membuat manusia mirip setan dengan ketamakan, nafsu birahi, dan sifat buruk lainnya. 

Bulan Ramadan menjadi bulan yang cocok untuk belajar mengikis sifat tersebut. Sebagai bulan penuh berkah yang suci, manusia khususnya umat Islam  diharapkan meningkatkan ibadah sekaligus menjadi orang yang lebih baik lagi dari hari kemarin.

Puasa melambangkan usaha, sedang lebaran perlambang kemenangan. Ketika lebaran tiba, masyarakat membeli pakaian baru dan umumnya berwarna putih. Pakaian baru dimaknai sebagai jiwa baru yang lebih baik dan putih perlambang suci karena umat muslim dalam sebeulan penuh melakukan ibadah demi menggugurkan sifat 'kesetanan' tadi. Diharapkan manusia menjafi suci layaknya kertas yang belum ternoda atau seperti anak bayi yang baru lahir. 

Dan umat islam bersuka cita telah melewati sebulan yang paling indah dalam satu tahun ini.  Kebanyakan dari mereka membuat kue dan ketupat sebagai bentuk syukur telah dipertemukan dan mampu melewati bulan ini. 

Idul Fitri alias kembali ke fitrah bukan mengajarkan manusia khususnya umat Islam mengikuti nenek moyangnya memakan buah kuldi yang membuatnya terjerembab ke bumi. Namun, Tuhan menciptakan manusia untuk menjaga alam semesta sebagai surga dunia bagi mereka. 

Humaniora

Dan sudah selayaknya Ramadan dijadikan bulan untuk belajar mengejar cita-cita Tuhan kepada umatnya itu, bukan menonjolkan sifat 'setan' yang memang telah ada di setiap insan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun