Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Sejarah Selfie dan Narsis serta Kepatutannya

25 Februari 2017   05:26 Diperbarui: 25 Februari 2017   16:00 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia masih mengenal perbedaan kelas antara perempuan dan laki-laki jika merujuk pada kebiasaan wanita berpegangan tangan atau meminta ditemani ke kamar kecil kepada sesamanya maupun foto saling berpelukan antar perempuan. Bagaimana kebiasaan itu dilakukan oleh laki-laki? Menjijikan bukan? Sama halnya jika melihat laki-laki melakukan selfie pasti ada rasa tidak enak untuk melihatnya atau muncul stigma bahwa pria tersebut mengalami gangguan seksual.

Sebagai sebuah kesatuan, narsisme dan perwujutan dalam kegiatan selfie memiliki keuntungan sebagai identitas dan eksistensi diri. Lihatlah yang saya lakukan sekarang, ini adalah bentuk narsis karena saya bukanlah ahli psikologi namun menulis sebagai penguat identitas diri sebagai bloger layaknya selfie bagi pecintanya. 

Namun apakah kegiatan selfie itu salah? Menurut saya tidak. Selfie adalah hak manusia walaupun berbeda warna kulit, mata, dan hidung jika tidak melanggar hukum. Namun manusia memiliki satu pedoman duniawi untuk menjalani hidup di luar hukum pidana dan perdata yaitu norma.

Lalu bagaimana wanita dengan kerutan yang tegas di wajahnya itu, apakah menyalahi norma? Yang jelas banyak spot berswafoto lebih indah dibanding samping warkop dengan pemandangan jalan raya. Membingkai diri melalui foto memiliki implikasi besar untuk mengunggahnya ke akun media sosial sebagai pengingat maupun peneguhan eksistensi tapi apakah layak kerutan itu ditampilkan, bagaimana dengan perasaan anaknya melihat kelakukannya ini mengingat di umur tersebut kebanyakan manusia telah berkeluarga dan memiliki keturunan.

Bisa jadi, para narsistik ini terilhami kata-kata filsuf asal Yunani, Socrates yang mengatakan bahwa kenali dirimu dalam mencari pencerahan dan kebijaksanaan. Untuk itu narsistik melakukan selfie sebagai bentuk pengenalan diri dan upaya pengenalan identitas diri kepada orang lain.

Sementara kita bicara soal narsisme dan selfie rekan ngopi saya terus ngedumel akibat malu melihat tingkah perempuan tersebut serta olok-olok saya karena yang kita bicarakan adalah Ibundanya. Selamat berakhir pekan, Kompasianer. Jangan lupain Silvi ya, eh selfie...

 (D.A)

Palmerah, 24 Februari 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun