Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Auman dan Keganasan Rimba Linggarjati

27 November 2016   05:11 Diperbarui: 27 November 2016   10:00 1132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Auman macan! Suara itulah yang kami tangkap melalui indra pendengaran kami yang alhamdulilah masih dalam kondisi bagus. Suasana tenda hening sejenak, saya pun meminta kepada dua rekan yang sedang mempersiapkan santap sore untuk masuk ke beranda tenda, dan melanjutkan proses masak memasak di sana.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Auman itu terasa amat dekat dengan tenda, persisnya berada di belakang tenda kami. Lalu sesaat saya baru teringat dengan plang penunjuk jalan yang menampakaan sosok macan kumbang, ternyata inilah arti plang tersebut! Hutan yang masih terjaga membuat satwa di dalamnya masih betah bermain dan tak malu menampakan eksistensinya karena menganggap selain satwa yang sering dilihatnya, mereka adalah pendatang.

Kami mempercepat kunyahan untuk segera berlindung dari ancaman macan. Namun kami tak bisa melakukan itu, ini semua akibat sayuran yang kami bawa telah basi. Niat untuk menyantap sayur asem sirna. Dengan berat hati kami memasak menu lain, yaitu mie instan, makanan paling mewah di atas gunung.

Jujur saja kami hanya membawa mie, nutrijel, dan biskuit serta sayur yang sudah basi itu. Kami tidak berani membawa makanan berbau amis karena menurut beberapa rekan kami di sana masih banyak macan sehingga riskan membawa makanan berbau amis seperti itu.

Setelah menyantap mie yang sudah matang, kami bergegas tidur. Waktu masih menunjukan pukul 19.30 namun kelelahan memaksa kami memejamkan mata. Auman macan semakin sering terdengar dari luar tenda.

Saya dan Tole yang masih melek di tenda berbincang sebentar, kali ini soal pendakian di Gn. Cireme. kami sama-sama sadar bahwa sepanjang track pendakian tidak ada satu tenda pun! Ya kami adalah satu-satunya kelompok yang mendaki di hari itu.

Menyadari hal ini selama perjalanan, sedikit membuat saya risau. Maklum saja, dua orang lainnya adalah pendatang baru di dunia pendakian, jadi jika ada sesuatu yang tak diinginkan akan susah karena hanya saya dan Tole pernah mencicipi ganasnya track gunung.

Kecoa buntung! Pekikku pagi hari pukul 06.00 WIB. satu tenda kaget akibat teriakku. Niat melanjutkan perjalanan pukul 02.00 kandas! Akhirnya kami cepat-cepat membuat makanan berat serta kopi dan teh. Namun sebelum menyantap makanan berat itu, kami memakan nutrijel yang semalam telah dibuat. Suara macan terus terdengar walau jauh dari tenda kami.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Makanan beres, kompor dan nesting telah dibersihkan dan ditaruh di dalam tenda. Kami melanjutkan perjalanan pukul 08.00 WIB tanpa membawa Carrier beserta peralatan mendaki lainnya. Kami hanya membawa tas kecil beserta makan dan minum seperlunya untuk mengejar waktu karena jatah libur saya hanya dua hari.

Perjalanan makin berat, track tanah dengan akar dan pohon tumbangnya terus menemani kami. Tak terhitung berapa pos telah kami lewati, karena setiap pos hanya diberikan nama tanpa label angka. Selain itu, kebanyakan dari pos yang kami lalui baru semua, jadi tidak ada di info pendakian ketika mencari di mbah google. Track ini ternyata baru diperbarui sekitar bulan Agustus 2016. Keterangan ini didapat dari plat yang di buat yang dibumbui dengan keterangan pembuatan di bawahnya.

Akhirnya kami sampai di Pos Bapa Tere, pos yang melegenda di Gn. Cireme. Semua pendaki mungkin sependapat mengenai track satu ini, tanjakannya memaksa bibir kita mampu mencium lutut bro! Sebenarnya ada jalan samping untuk melewati tanjakan curam ini dengan medan yang relatif lebih ringan. Namun karena kebanyakan pendaki yang ingin nampang di beranda instagram, kebanyakan orang memilih melewati tanjakan Bapa Tere yang melelahkan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun