Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kotornya Pilkada DKI Bukti Kita Tidak Belajar Sejarah, Siapa yang Untung?

3 November 2016   16:42 Diperbarui: 3 November 2016   17:13 1576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sama seperti Hitler yang mengagungkan rasnya dibanding ras lainnya. Sehingga pada saat itu ia membumi hanguskan bangsa Yahudi. 

Kita harus ingat soal Agama Kristen di eropa khususnya. Dulunya terdapat peraturan super ketat oleh pihak Gereja, namun hal itulah yang menimbulkan perpecahan umat kristiani di kemudian hari. Reformasi dilakukan untuk menentang kebijakan greja pada waktu itu. 

Dengan isu SARA, sungguh Pilgub kali ini lebih mirip seperti kubangan dibandingkan pesta demokrasi bagi rakyat. Kotor dan keruh, begitulah ketegangan yang terjadi kali ini karna perayaan yang harusnya meriah dinodai dengan SARA. 

Sebelum semua ini terjadi saya amat ingat dengan Pilpres 2014 dimana Jokowi yang saat itu masih menjadi calon presiden terus dihantam isu SARA. Banyak orang menganggap Jokowi penganut Islam Kejawen dan PKI. 

Padahal Islam Kejawen merupakan aliran Islam yang muncul di Tanah Jawa, yang berarti salah satu agama endemis Jawa. Semua ini tak ada buktinya, namun itulah kenyataan di akar rumput. Begitupun dengan anggapan bahwa Jokowi merupakan turunan dari keluarga PKI, tak ada bukti akan hal tersebut.

Lebih jauh lagi sejarah kita mencatat peristiwa G30S, sebuah peristiwa pembunuhan masal terhadap sebuah golongan dalam hal ini Komunis. Banyak warga yang dibunuh lantaran dituduh komunis, tanpa pengadilan mereka dibantai dan jasatnya dibuang entah dimana. 

Semua ini berkat anggapan soal komunis yang anti agama serta akan melakukan pemberontakan atas pancasila. Masa tersulut amarahnya, mereka membabibuta melakukan pembantaian. Bahkan diantara mereka ada yang menggunakan pakaian khas kaum muslimin. 

Padahal membunuh bukanlah satu anjuran dari setiap agama, namun begitulah kenyataannya jika isu SARA sudah dipermainkan. Bagaikan fondasi yang digoyang, puncaknya akan ikut bergoyang kesana kemari mengikuti kenana fondasi itu bergoyang. Jika fondasinya tidak segera dibetulkan, hancurlah semua ini, termasuk keutuhan NKRI. 

Hal ini pula yang membuat TNI turun tangan dalam mengamankan demonstrasi nanti. Sebagai penjaga keutuhan negara, TNI bisa masuk untuk mengamankannya, jika memang isu yang berkembang ingin menduduki DPR dan melengserkan Ahok serta Jokowi yang sekarang terpilih sebagai Presiden. 

Lebih jauh saat kemarin demo "aksi bela Islam" itu terjadi, ada beberapa petinggi parpol yang turut hadir, sebut saja Amien Rais. Dia adalah dedengkot di Partai Amanat Nasional. PAN adalah salah satu partai penantang pasangan Cagub dan Cawagub petahana. 

Padahal sosok sekaliber Amien Rais adalah orang yang cerdas dan pernah menjabat di pucuk organisasi negeri ini. Namun pandangannya tak mencerminkan itu, karena dia pula yang menyuarakan isu SARA, isu yang amat ditakuti dalam kehidupan berpolitik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun