Kejatuhan keduanya amat mirip sesuai cara mereka merebut kekuasaan. Ken Arok membunuh Penguasa Tumampel, dan mati di bunuh oleh anak tirinya, buah pernikahan Tunggul Ametung dan Isterinya— Ken Dedes yang dikemudian hari dipinang oleh Ken Arok— sedangkan Soeharto m,endapatkan tanggup kekuasaannya dengan huru hara jatuhnya pun dengan huru-hara masyarakat tahun 98. Seperti kata orang “buah yang kau dapat merupakan apa yang kau semai” kata-kata itu mungkin menggambarkan takdir kedua pemimpin tadi.
Menurut gaya kepemimpinan Jawa, Raja adalah penerima wahyu kedaton (anugerah Tuhan yang menjadikannya sebagai raja). Penjelmaan ini dapat terlihat dari wayang. Dalang, dengan kekuasaannya, mampu mengontrol jalannya sandiwara. Lewat kemampuannya Ki-Dalang dianggap sebagai Tuhan.
G.W.J Drewes pernah menuliskan salah satu sajak yang katanya berasal dari Sunan Bonang abad 16.
Saluruh perhatian saya terpusat pada apa yang dilakukan Ki Dalang
Semuanya adalah hasil yang dikerjakan
Dia yang menyebabkan dan ia yang memerintahkan dan juga tujuan kerjanya
Tidak ada sesuatu yang dapat dilihat yang tidak bersumber pada Ki Dalang.
Semakin dekat dengan raja, semakin besar pengaruh dan kekuasaan kepemimpinan seseorang. Kedekatan tersebut hanya bisa terjadi jika orang itu merupakan keluarga, orang kepercayaan dan kesayangan raja.
Dari sana raja membagi kekuasaan sekaligus mengontrol kekuasaannya dengan pembagian tersebut. Pada wayang menyebutkan sifat raja dan pemimpin yaitu orang yang memenuhi aspek kewibawaan, kemurahan hati dan lain-lain membantunya mengontrol sekelilingnya.
Novel Max Havelar karangan Multatuli mampu menggambarkan kekuatan seorang raja di kehidupan masyarakat Jawa. Sampai-sampai dalam novel tersebut digambarkan kekuatan seorang Raja dalam mengendalikan masyarakatnya membuat belanda pada wajktu itu harus berkompromi dengan raja.