Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Purnama tanpa Bintang

29 Agustus 2016   22:07 Diperbarui: 29 Agustus 2016   22:59 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: lavoz.com.ar/

Suara dangdut masih berdentuman, kali ini waktu menunjukan pukul 00.37, tak terasa rokok di tangan kiri ku telah habis disambar angin. Kembali aku sulut keretek kedua.

Lagi-lagi, sosok Dina belum bisa dilupakan. Karena disini, di balkon rumah, banyak kenangan tersaji antara kami berdua. Ditempat ini kami saling intropeksi dan berbicara lebih dekat, karena aku tidak terlalu suka berbicara yang intim di tempat umum. tangis dan tawa menjadi penghias balkon ini, balkon ini menjadi saksi bisu perjalanan cinta kami.

Cinta kami diiringi kesederhanaan. Kami selau bahagia walau merayakan 2 tahun hubungan kami di warung kopi, melewati hari ulangtahun yang hampir bersamaan di kebun binatang, miskin? Oh tidak, kami sadar uang di dompet kami bukan hasil jerih payah sendiri sehingga tak perlu dibanggakan dengan bepergian ke tempat mewah ditengah gemerlapan cahaya serta gencarnya postingan di instagram tentang tempat-tempat yang ngehits.

Tanggal 15 Okober menjadi tanggal spesial bagi kami, karena tepat saat itu kami saling berjanji untuk bersama. Sialnya, sejak saat itu banyak yang menyinyir hubungan kami. Banyak teman bahkan teman dekat tidak suka dengan hubungan ku bersama Dina dengan berbagai alasan intinya adalah aku dan dia tidak cocok.

Tapi semuanya tidak pernah aku hadapi dengan omongan tapi dengan tindakan. Seperti kata W.S Rendra, "Kesadaran adalah matahari, Kesabaran adalah bumi, Keberanian adalah cakrawala, Dan perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata,". Aku memperjuangkan kata-kata ku untuk bersamanya dan terus berjuang bersamanya walaupun banyak cibiran dari kanan kiri. Semua omongan nyinyir tadi kubalas dengan tindakan terus bersamanya hingga banyak yang berkata "wah kalian romantis ya".

Amat disayangkan, perjuangan hanya bisa terwujud selama tiga tahun. Dina meninggalkan ku dengan alasan aneh, yaitu karena dia merasa tidak bisa menjadi yang terbaik untuk ku. Dina meninggalakn begitu saja diriku ditengah pergolakan batin antara bertuhan dan tidak, antara rencana yang sudah dipikirkan, dan angan masa depan rumah tangga kami kelak.

Tiba-tiba dari kejauhan terdengar suara lolongan anjing, lolongannya terdengar sebagai sebuah kesedihan. Sama seperti perasaan yang aku rasakan kini. Hanya kesendirian dan kesedihan yang aku rasa.

Bagaimana bisa aku memejamkan mata kala malam datang jika bayangalnya selalu menghantui. Ornamen-ornamen kamar yang dijejali barang pemberiannya selalu mengintai pejaman mata ku sehingga keduanya malas untuk terlelap. Pikirkan lah jika didalam kamar mu selalu mencium wangi yang sama dengan orang yang telah hilang dari hidup, itu juga yang mengganggu malam-malam ku selama tiga tahun. Bagaimana bisa kalian tidur diatas bantal yang tertera wajah kalian dan pasangan, itu juga yang aku rasakan.

Pukul 01.00 Dangdut berhenti, Purnama masih hilang ditengah kepulan awan. Aku mulai mencoba menyadari situasi, purnama tak pernah menghardik Tuhan kala dipisahkan oleh bintang, purnama juga tak menyesal sendirian mungkin dia tau bintang sedang menjalani hidupnya di belahan bumi bagian lain dengan riang tanpa bantuan purnama.

Aku mencoba memahami hal ini, karena tiga tahun belakangan aku selalu menghardik Tuhan, seakan-akan benteng yang kokoh bertuliskan “anti Tuhan” ingin membangun dinastinya lagi. Selama tiga tahun itu juga batinku terus bergolak antara bertuhan dan tidak.

Rokok yang aku pegang ditangan kiri kubuang ke tanah dan membiarkan gelas berisi kopi tetap diatas toren. Aku mulai berdiri dan mengintruksikan kaki untuk melangkah ke sebuah pintu, dan berharap didepan pintu tersebut ada kebahagiaan untuk ku dan Dina di kemudian hari seraya purnama dengan bintang di malam ini yang ikhlas, purnama yakin sang bintang yang biasa menemani malam-malamnya sedang bermahkotakan kebahagiaan di belahan bumi lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun