Waktu menunjukan pukul 0:15 WIB, waktu yang pas untuk menikmati hangatnya kopi dan beberapa batang rokok. Aku mulai keluar dari dalam rumah untuk menikmati sejuknya malam di Kota Jakarta.
Bulan nampak gagah diatas kepala saat leherku menohok ke langit. Bentuknya yang bulat sempurna ditutup dengan beberapa awan.
Malam ini sang bulan tak ditemani oleh hamparan bintang. Nampaknya sang bintang tidak diajak bermain karena beberapa jam sebelumnya hujan sempat mengguyur kota metropolitan tersebut.
Aku yang sebelumnya sudah menyeduh satu bungkus kopi hitam mulai menyalakan rokok. Korek mulai ku keluarkan dari saku celana, tak lupa sebatang rokok sudah berada di sela bibirku.
Gesekan antara batu di korek gas mulai memantikan api, “kreek”, bunyinya yang khas selalu menemani setiap perokok ketika ingin menghisap batangan-batangan rokok. Di ujung rokok tersebut mulai terlihat bara api menyala merah, asap mulai keluar dari mulutku.
Kuhembuskan asap itu kelangit, asap tersebut cepat tersapu oleh angin yang bertiup perlahan. Malam minggu kali ini terasa menjemukan, karena tak ada yang bisa kuajak untuk menikmati hari libur.
Memang, sebagian besar pekerja memanfaatkan hari liburnya dengan beristirahat di rumah. Tetapi aku tidak suka berdiam di rumah, aku lebih suka berinteraksi dengan orang lain serta menikmati suasana baru untuk melepas penat yang ditimbulkan dari rutinitas pekerjaan yang menjemukan.
Maklum saja, teman-teman ku yang lain juga memiliki rutinitas berbeda. Aku yang kini genap berusia 25 tahun mulai ditinggalkan oleh rekan sejawat karena alasan pekerjaan dan keluarga yang sudah mereka bina. Pasangan ku? Ah jangan ditanyakan, aku sudah lama tidak merasakan hangatnya percintaan sejak 3 tahun lalu.
Kandasnya hubungan kala itu membuat aku urung membuka lembaran baru di dunia percintaan. Sangat menyakitkan ketika kita sudah saling kenal, sebuah konsep pernikahan telah dibicarakan, dan orangtua ku telah menganggapnya seperti anak sendiri tetapi lagi-lagi semuanya lenyap begitu saja. Luka itu masih mendarah daging diujung hati.
Aku kembali menghisap dalam rokok ku, tak terasa abunya sudah panjang menempel di ujung rokok. Ternyata lamunan ku terlalu lama dan angin terus menyambar rokok ku. Alhasil, hanya abu yang menutupi bara api di ujung rokok, ini sebuah kerugian bagi perokok karena jatah hisapannya telah dipotong oleh angin.
Karena dirasa sudah cukup dingin, cangkir mulai ku dekatkan ke mulut dengan tangan kanan ku, aliran kopi mulai masuk ke tenggorokan. Shhh aaahhh, Rasa hangatnya masih terasa. Kuletakkan kembali secangkir kopi itu di tempat semula, diatas toren berwarna biru disamping tempat ku bersandar dengan tembok.