Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama FEATURED

Ternyata Indonesia Tidak Dijajah 350 Tahun oleh Belanda!

4 Agustus 2016   17:20 Diperbarui: 18 Agustus 2017   08:22 17005
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika masuk ke Sekolah Menengah Atas (SMA), disana aku bertemu dengan Bu Indri, seorang guru sejarah yang membawaku terhanyut dalam nostalgia masa lalu. Dengan gaya pengajarannya, dia berhasil menyita perhatian para siswa.

Perempuan ini masih terbilang cantik walaupun sudah ada cincin di jari manisnya. Dia bercerita seolah-olah mendongengkan anaknya dan membaqwa suasana getir taktala menceritakan kisah heroik para pahlawan, tentu dengan gaya bahasa anak muda dan diselingi canda. Pelajaran sejarah yang selama ini dinilai membosankan menjadi menarik, hingga akhirnya aku mencintai pelajaran ini.

Kali itu, dia menceritakan bahwa Indonesia dijajah selama 350 tahun oleh Belanda, sebuah waktu yang amat lama untuk ukuran penjajahan. Waktu semakin berputar, akupun terus memikirkan hal ini, apakah benar Indonesia sebegitu lemahnya hingga dijajah selama setengah abad?

Sumber Gambar: www.aca.web.id
Sumber Gambar: www.aca.web.id
Rasa ingin tahu tersebut mendorong bantin ini intuk mencari manuskrip, buku, serta orang orang yang kompeten dalam menjawab pertanyaan ini. Akhirnya semuanya mulai terkuak lewat beberapa pernyataan dan Undang-Undang yang berlaku di wilayah koloni Belanda yaitu Hindia belanda.

Pada peraturan Tata Pemerintah Hindia Belanda (regeeringsreglement), pasal 44 tahun 1854. Disana terdapat pernyataan tertinggi dari penyusun undang-undang dalam tata negara penjajahan, yakni raja dan parlemen. Dalam pasal itu dikatakan pada paruh kedua abad 19, daerah-daerah swapraja dipandang sebagai kerajaan luar negeri yang merdeka di dalam lingkungan Hindia Belanda.

Dalam pasal tersebut juga menyatakan bahwa gubernur jenderal berdasarkan perintah raja, berwenang menyatakan perang, mengadakan perdamaian, dan perjanjian lain dengan raja-raja dan bangsa-bangsa di Hindia. Kemudian dalam pasal 25 tahun 1836 Peraturan Tata Pemerintah Hindia Belanda, pemerintah berwenang mengadakan perjanjian internasional.

Swapraja menurut KBBI adalah sebuah daerah yang memiliki pemerintahan sendiri. Sehingga, dari situ kita bisa melihat bahwa di Nusantara telah terdapat daerah yang memiliki teritorinya tau kedaulatan sendiri. Kedaulatan itu diakui oleh Perintah Kolonial Belanda pada waktu itu.

Dari pasal-pasal tersebut, parlemen Belanda mengadakan perundingan mengenai pasal tersebut, lahirlah dua kesimpulan. Pertama, menteri jajahan saat itu menyatakan "di dalam atau berdekatan" dengan Hindia Belanda terdapat raja-raja meskipun jumlahnya sangat sedikit.

Kedua, pasal tersebut tidak berlaku di luar Hindia Belanda, seperti jajahan Inggris, Spanyol, dan Portugis. Hal ini karena Pemerintahan Belanda memandang bahwa menyerang raja-raja adalah perbuatan tidak hati-hati.

Sumber Gambar: archive.kaskus.co.id/thread/1137388/0/rarepocket-guide-to-netherlands-east-indies-hindia-belandanama-indonesia-dulu
Sumber Gambar: archive.kaskus.co.id/thread/1137388/0/rarepocket-guide-to-netherlands-east-indies-hindia-belandanama-indonesia-dulu
G.J. Resink seorang sejarawan dan ahli di bidang hukum internasional pernah bertemu dengan orang Bali yang sudah tua, dalam pertemuan tersebut orang bali itu bercerita soal perang di Bali tahun 1906 dan 1908. Dari sana terlihat jelas bahwa masa itu adalah awal datangnya Belanda ke tanah Bali.

Dalam Bukunya berjudul Bukan 350 Tahun Diajajah, G.J. Resink melihat fakta bahwa Belanda mengakui kedaulatan kerajaan atau negara di Nusantara seperti di Sumba, Sulawesi Selatan, Aceh, Langkat, Lingga dan daerah-daerah batak. Bahkan menurut atlas yang di gunakan tahun 1899 tanah Batak juga menjadi bagian yang merdeka.

Orang Belanda juga mengakui kewarga negaraan yuridis Ternate, Bacan, Kutai dan Riau sebagai kerajaan dan negara lain. Pandangan ini didasarkan pada hukum.

Dalam Undang-Undang Tarif Hindia Belanda tahun 1873, secara tersirat telah mengakui keabsahan "negara-negara yang merdeka" di Nusantara. Karena pada saat itu hukum internasional mengakui kedaulatan di sebuah daerah, kecuali dalam hal negara-negara anggota perserikatan.

Jadi dapat di simpulkan bahwa, pandangan generalisasi soal pendudukan Belanda di Nusantara itu hanya akal-akalan belaka. Generalisasi itu diolah berdasarkan penjajahan di seluruh Jawa selama abad ke 19 yang di perluas menjadi penjajahan seluruh Nusantara selama tiga abad atau 350 tahun. Jadi tidak semua wilayah Nusantara dikuasai oleh Belanda.

Sumber Gambar: www.nias.knaw.nl
Sumber Gambar: www.nias.knaw.nl
Banyak gambaran masa lalu yang mulai hilang dari ingatan, hal ini semakin ditekankan dengan pandangan jawasentris atau belandasentris jika boleh dikatakan, soal luasnya kekuasaan di seluruh Nusantara. Hal ini bisa di hilangkan dengan kembali mengenal sejarah, atau menjadikan sejarah sebagai keritik. Karena jawaban atas semua ini hanyalah dengan membuka lembaran lampau tentang peristiwa pendudukannya di Nusantara.

Dari pembelokan sejarah ini agaknya para sejarawan terlihat gagal dalam memberikan pemahaman lebih terhadap masa penjajahan Belanda di Nusantara. Mungkin karena berlimpahnya data-data historis dari Jawa, membuat mereka buta akan pulau-pulau lain di nusantara.

Para guru khususnya guru sejarah seharusnya mulai memberikan penekanan lebih jika membahas masa kolonial Belanda melihat fakta-fakta yang ada. Bahwa Nusantara tidak di jajah selama 350 tahun tetapi diubah menjadi "beberapa daerah Nusantara dikuasai Belanda 350 tahun".

Hal ini diperkuat dengan pernyataan seorang budayawan Betawi, Yahya Andi Saputra yang mengatakan bahwa angka 350 tahun itu dipukul rata. “itu hanya tafsir, kalo boleh di katakan Jakarta dan Ternate Tidore itu paling lama (penjajahannya) selama 400 tahun” lanjutnya, yang di hubungi lewat saluran telepon.

Akhir kata, ingin sekali aku menghabisi artikel yang sudah lama ingin aku lahirkan ini dengan pernyataan seorang tokoh terkemuka di dunia sejarah bernama W. den Boer.

-Gambaran sejarah yang diciptakan para sejarawan, bilamana oleh keturunan yang penting diawetkan menjadi mumi, akan menjadi sesuatu yang membahayakan- W. den Boer

-D.A-

Jatipadang, dari masa kemasa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun