Terakhir adalah kedekatan, kedekatan maksudnya adalah dekat dengan pembaca. Pembaca sebagai pasar jika boleh dikatakan secara kasar, adalah sumber utama penjualan media massa sehingga mereka berlomba-lomba membuat para khalayak selalu setia menikmati produk buatan media massa tersebut. Dengan berita yang sering di lihat atau dirasakan oleh pembaca maka para pembaca semakin ingin tau soal berita tadi.
Mari kita ambil contoh berita soal gonjang ganjing menuju DKI 1. Apakah berita tersebut akan sangat banyak pembacanya jika diterbitkan di Aceh? penulis rasa tidak, karena berita soal Aceh 1 pasti akan menarik karena peristiwa tersebut berkaitan erat dengan kehidupan sehari-hari warga di Aceh.
Lalu apa kekuatan jurnalisme warga? Kedekatan menjadi kunci dari semuanya, kedekatan dengan sebuah peristiwa menjadi pembeda dan kekuatan tersendiri bagi jurnalisme warga. Kedekatan penulis dengan sebuah peristiwa membuat keanekaragaman ide dan fakta unik serta baru timbul sudut pandang sebuah tulisan menjadi produknya.
Mari ambil contoh di Kompasiana. Banyak sekali Kompasianer mulai dari Itali, Rusia, Timteng, Hong Kong, dan negara lain yang menulis mengenai kehidupan di sana. Mereka menuliskannya dari sudut pandang yang berbeda dengan orang yang hanya ke negara tersebut untuk sebatas menginap seminggu atau beberapa hari.
Kedekatannya menjadi pembeda, karena Kompasianer tadi sering melihat dan mengalami peristiwa tadi secara terus menerus sehingga banyak sekali sumber tulisan yang bisa diangkat dan terkadang tulisan itu berbeda dengan media konvensional yang sering menggunakan sumber tulisannya melalui otoritas setempat atau mungkin juga sensasi pengalaman di sana dengan “bumbu penyedap” narasumber tulisan.
Dapat dibayangkan jika nantinya para jurnalis warga tadi bisa mendapat akses seperti wartawan untuk mendapat kemudahan mewawancarai seorang tokoh pemerintahan, pasti kiblat jurnalisme akan terpecah menjadi dua kutub, antara fakta dan opini atau interpretasi (merujuk pada produk jurnalisme warga yang di bumbui opini tetapi tetap memperhatikan sebuah fakta).
Nyatanya jika diberdayakan, produk jurnalisme warga mampu bersaing dengan produk jurnalisme konvensional yaitu berita. Ingat jika nilai berita salah satunya adalah aktual, bayangkan jika jurnalisme warga langsung mengabadikan sebuah peristiwa. Unsur aktual tadi sudah dimiliki oleh orang yang bergelut di jurnalisme warga.
Mungkin banyak dari kita sering melihat berita soal begal atau tindakan kriminal di sekitar kita, jika para jurnalisme warga cepat mengabadikan mau pun menuangkan peristiwa tersebut dalam sebuah tulisan, video, maupun foto di tambah dengan perangkat media massa sebagai wadah penyaluran penggambaran di lapangan tadi mendukung kecepatan mau pun kemudahan dalam mengunduh, mengedit, maupun menayangkan produk yang dibuat oleh jurnalisme warga, keaktualan sebuah berita pasti akan didapatkan.
Bisa saja produk berita jurnalisme konvensional yaitu berita bisa kalah karena mereka menunggu kabar dari kepolisian tentang sebuah peristiwa. Polisi juga mengetahui kejadian tersebut dari saksi di lapangan yaitu warga. Dapat disimpulkan dengan kedekatan warga terhadap satu peristiwa menjadi unsur aktualitas yang mungkin tidak dapat dimiliki oleh media konvensional lainnya.
Fakta juga penting bagi produk jurnalisme warga, karena semua yang ditayangkan media massa pasti dilihat oleh para penikmatnya karena sekarang media massa sangat dekat dengan masyarakat. Jika fakta itu tidak ditonjolkan oleh produk jurnalisme warga, bisa jadi khalayak yang menikmati produk tersebut ada yang protes akibat merasa dirugikan.