Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Jadikan Jurnalisme Warga Sebagai "Jembatan Kebenaran"

13 Juli 2016   05:04 Diperbarui: 13 Juli 2016   09:12 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Lebaran atau Idul Fitri merupakan salah satu agenda besar bagi masyarakat Indonesia bahkan dunia. Bagi orang Indonesia, lebaran memiliki makna penting untuk saling memaafkan dan menemui sanak keluarga di kampung halaman.

Kegiatan mengunjungi sanak saudara di kampung tersebut biasa dikenal dengan mudik. Mudik sendiri terjadi karena banyak masyarakat di Indonesia merantau atau melakukan transmigrasi ke berbagai daerah. Maklum saja transmigrasi merupakan salah satu model pemerintah untuk memajukan daerah tertinggal dengan memindahkan penduduk daerah padat ke daerah yang jarang penduduknya.

Mereka yang mengikuti program transmigrasi diiming-imingi berbagai kemudahan di kota tempat tinggal barunya yaitu modal usaha atau tanah garapan. Transmigrasi sendiri sebenarnya telah ada sejak zaman penjajahan, ketika para penjajah (ambil contoh masa pendudukan Belanda) masuk ke Indonesia, mereka menggunakan penduduk pribumi sebagai budak. Pemerintahan Kolonial waktu itu mencomot secara acak penduduk dari pulau jawa dan luar jawa seperti Bali untuk bekerja di Batavia.

Dari deskripsi tersebut terlihat bahwa transmigrasi memang telah menjadi model kuno dalam memajukan sebuah daerah. Tetapi ketika Indonesia merdeka, transmigrasi dipoles lebih manusiawi dengan memberikan modal usaha bagi orang yang mau melakukan transmigrasi.

Selain karena model transmigrasi yang umum digunakan sejak zaman kolonial Belanda hingga Orde Baru ala Soeharto, mudik terjadi lantaran banyak orang Indonesia merantau ke luar daerah. Mereka (para perantau) biasanya nekat pergi dari kampung halaman menuju kota.

Para perantau biasanya jenuh dengan lapangan pekerjaan di desa yang kurang, sehingga dengan modal nekat mereka menuju kota. Selain itu para perantau juga sering diajak oleh sanak saudara maupun teman untuk ke kota seperti Jakarta yang menawarkan kemewahan.

Lain lagi dengan orang Padang, sebagian besar orang Minang memang merantau untuk bertahan hidup, apa lagi para lelakinya. Hal ini biasanya merupakan dorongan orang tuanya yang ingin melihat anaknya sukses karena keberhasilan mereka sendiri tanpa bantuan orangtuanya.

Tapi kali ini penulis tidak mau membahas soal transmigrasi dan perantau, tulisan kali ini akan menitik beratkan pada agenda mudik lebaran yang menjadi Headline di berbagai media massa di Indonesia saat arus mudik dan arus balik berlangsung. Mari ambil contoh di media massa televisi, setiap harinya, selama arus mudik dan arus balik berlangsung, mereka malakukan siaran langsung dari lokasi titik-titik rawan kemacetan.

Mari kita sama sama mengingat tentang kengerian gerbang keluar tol Brebes atau Brexit, siapa yang tidak tahu mengenai kemacetan sepanjang 8 Km di sana dan memakan 12 nyawa? Berbondong-bondong media massa khususnya media online memberitakan pemberitaan yang bombastis ini. Beragam tanggapan bermunculan dari berbagai warga termasuk pemerintahan.

Salah satu portal berita online di Indonesia membuat judul yang sensasional menurut saya yaitu “12 Orang Meninggal Dunia Akibat Terjebak Macet Horor di Brebes”. Lalau bandingkan dengan pemberitaan media online lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun