Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Ketika VOC, Soekarno, dan Ali Berbicara Soal Ahok

22 Juni 2016   12:28 Diperbarui: 22 Juni 2016   13:49 4032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengapa kebijakan DPR itu disebut pelemahan? Karena tidak ada urgensi yang mengharuskan UU tersebut untuk direvisi kemudian secara tidak sadar pemilu merupakan bentuk keberadaan partai politik, para anggota DPR yang ada di senayan merupakan produk dari partai itu sendiri sehingga kepentingan partai sangat menempel erat dalam kinerja para anggota tersebut. Alibi anggota dewan yang menginginkan revisi itu karena merasa timpang dengan peraturan bagi parpol untuk mencalonkan calonnya di pemilu.

Jika berpikir secara rasional, parpol memilii jaringan luas dalam dunia perpolitikan dan memiliki SDM lebih banyak ketimbang jalur independen sehingga pekerjaan parpol lebih ringan di bandingkan jalur independen. Sehingga alasan tidak seimbang tadi sangat tidak beralasan. Hadirnya jalur independen merupakan trobosan baru bagi masyarakat yang telah jenuh dengan politik praktis para wakilnya.

Bicara soal pemilu berarti kita berbicara soal demokrasi, yaitu sebuah sistem negara yang menitik beratkan pada keberadaan masyarakat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Nyatanya yang ada di Indonesia kekuasaan tertinggi berada di tangan politisi yang ironinya kita pilih sendiri, suara mayoritas masyarakat sering kali di abaikan itu juga menjadi alasan mengapa pelemahan itu di rasakan.

Kembali ke demokrasi dan pemilu, pemilu merupakan perlambang kekuasaan berada di tangan rakyat. Dengan kekuasaannya rakyat memilih calon pemimpinnya sesuai dengan hati nurani. Sehingga banyak kita jumpai kerumunan masa di jalanan berorasi mendukung atau menggugat keputusan KPU sebagai komisi penyelenggara pemilu karena merasa kecewa calonnya tidak menang. Bahkan sampai pada debat-debat kusir di warkop atau di jalanan mendiskusikan figur para calon pemimpinnya kelak.

Hingga tiba para warga bicara soal calon gubernur Jakarta 2017 dengan bintang utamanya yaitu Ahok.  Semuanya berbicara soal sepak terjang Gubernur yang menggantikan Joko Widodo karena Jokowi terpilih sebagai presiden Republik Indonesia menggantikan Susilo Bambang Yudhoyono.

Setiap orang memiliki pemikiran berbeda sehingga berbeda pula pandangannya terhadap cara pandangnya terhadap Ahok. Bagi yang tidak menyukai Gubernur Ahok mereka tak jarang menggunakan isu SARA sebagai alasannya.

Agama Ahok yang berbeda dengan mayoritas orang Jakarta menjadi yang pertama. Di Agama Islam, agama yang di anut mayoritas orang Jakarta pada intinya mengatakan bahwa pemimpin orang Islam harus dari agama yang sama. Sehingga haram hukumnya bagi mereka pemeluk Agama Islam untuk memilih Ahok. Padahal demokrasi tidak memandang agama, dan SARA adalah isu paling diharamkan dalam praktik demokrasi karena bisa memancing keributan dan dikenal dengan isu yang sangat sensitif.

opiniherry.blogspot.com
opiniherry.blogspot.com
Soekarno dalam pidato terkenalnya dan menjadi cikal bakal di sahkannya Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa pada 1 Juni 1945 mengatakan bahwa sila pertama adalah kebangsaan Indonesia yang sarat dengan perasaan senasib sepenanggungan. Dengan kata lain ia ingin masyarakat Indonesia kelak menjadi masyarakat yang terikat satu sama lain karena mengingat perasaan senasib sepenanggungan.

Soekarno juga menjadikan sila ketuhanan berada di nomor lima karena dia berlasan yang sedang dicari merupakan sebuah falsafah bangsa bukan agama. Seakan Bung Karno tahu di tengah masyarakat yang heterogen isu SARA menjadi momok menakutkan. Kebangsaan sekaligus menjadi kunci kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam pidatonya dia mengatakan “Kita tidak mendirikan Negara buat satu orang, satu golongan, tetapi buat semua sehingga dasar pertama untuk Negara Indonesia adalah dasar Kebangsaan. Kita mendirikan suatu Negara kebangsaan Indonesia, dasar kebangsaan bukan kebangsaan dalam arti sempit.

Kita bukan Cuma membicarakan bangsa, melainkan juga tanah airnya. Rakyat Minangkabau yang ada dimana-mana merasakan “kehendak akan bersatu” walaupun Minangkabau hanya sebagian kecil dari nusantara, demikian juga masyarakat Jogja, Sunda dan Bugis. Nationale staat meliputi seluruh wilayah Indonesia yang merupakan wilayah kesatuan. Dalam sejarah kita Cuma dua kali mengalami nationale staat yaitu di masa Sriwijaya dan Majapahit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun