Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sajak dan Berita Bedanya Fiktif dan Fakta? Itu Kesesatan Berfikir!

26 Mei 2016   16:29 Diperbarui: 26 Mei 2016   16:45 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Awalnya sangat sulit membedakan antara puisi dan berita tetapi dalam satu titik saya menyadari bahwa keduanya berbeda jauh. Keduanya di bedakan melalui fakta, karena berita merupakan satu informasi yang di tulis oleh wartawan berdasarkan fakta dan di publikasikan. Sedangkan puisi adalah sebuah rangkaian yang di tulis dengan memperhatikan irama. Itu adalah kesimpulan pribadi saya.

Lambat-laun kesimpulan saya ternyata salah mengenai keduanya. Karena berita bisa saja di sisipkan oleh wartawan, sehingga berita tadi berubah menjadi sesuatu yang tidak objektif lagi. Sehingga fakta tersebut akan hilang dengan sendirinya. Walaupun kejadian ini jarang terjadi tetapi bisa saja di lakukan oleh insan pers untuk kepentingan pribadinya seperti yang sering terjadi saat Pemilu berlangsung.

Banyak opini berkembang, baik positif maupun negatif berdasarkan fakta maupun rekayasa. Bahkan kita juga di hadapi dengan kebohongan pulik waktu itu, ketika beberapa stasiun televisi memberikan hasil hitung cepat Pilpres berbeda. Ada yang memenangkan pasangan capres Prabowo – Hatta dan Jokowi – JK. Usut punya usut ternyata lembaga survei di stasiun TV yang memenangkan pasangan Prabowo – Hatta melakukan kekeliruan dalam hasil hitung cepat.

Beberapa stasiun tadi dimiliki oleh pengurus partai pendukung Koalisi Merah Putih pada saat itu dan mendukung pasangan dari partai Gerindra dan PAN tersebut maju menjadi orang nomor satu dan dua di RI. Sehingga mereka melakukan apapun untuk memenangkan pasangan tadi termasuk melakukan pembohongan terhadap publik. Itulah salah satu bentuk poteret muram dari media, khususnya berita kita yang mendahulukan kepentingannya.

Jadi berita itu bukan hanya fakta tetapi ada kepentingan di dalamnya yang menyelimuti insan pers kita. Lalu bagaimana dengan sajak? Mari kita simak sajak berikut ini:

Si John Periang adalah seorang pesuruh di Pasar Petani dan tinggal di Perbukitan Babilonia di sebuah gubuk yang tak bernomor

Suatu malam ia pergi ke Warung Dua Puluh November

Ia minum

Ia bernyanyi

Ia mabuk

Kemudian ia menceburkan diri ke dalam Telaga Rodrigo De Freitas dan tenggelam

Sajak itu bukanlah fiktif tetapi sebuah fakta karena syairnya di ambil dari sebuah berita tentang seorang pesuruh di Pasar Petani. Pesuruh itu tinggal di perbukitan Babilonia, ia hidup miskin karena ia tinggal di sebuah gubuk. Pesuruh itu frustasi dengan hidupnya sehingga ia minum minuman keras di Warung Dua Puluh November.

Di warung tersebut ia bernyanyi hingga mabuk. Setelah itu dirinya menceburkan disi ke Telaga Rodrigo De Freitas kemudian ia tenggelam. Judul dari sajak tersebut adalah “Sajak berdasarkan sebuah Berita di Koran”. Penyairnya adalah Manuel Bandeira dari Brasilia.

Dari kedua contoh tadi kita dapat menarik kesimpulan bahwa tidak semua sajak itu fiksi dan semua berita itu fakta. Lalu bagaimana kita membedakan keduanya?

Jika di cermati secara seksama, nampak jelas beda antara berita dan juga sajak. Dalam berita tanda baca harus di pakai untuk memudahkan pembaca dalam mencerna informasi serta memberikan kenikmatan saat membaca berita.

Sajak bisa saja kita temukan tanda baca bedanya tanda baca dalam sajak tidak menuruti fungsi tanda tersebut. Tanda baca di letakkan sesuai kehendak penyair.

Penyair memilih kata-katanya untuk membuat perasaan tertentu kepada para pembacanya. Jika kita liat dalam syair tadi ada kata ‘ia’ yang di ulang sebanyak tiga kali. Hal ini tidak di perbolehkan dalam dunia jurnalistik.

Saat saya kuliah dosen saya selalu mengatakan untuk tidak mengulang kata di paragraf yang sama. Jika kita mengulangnya akan terjadi pengulangan kata serta semakin berkurangnya wadah kita untuk menulis informasi lainnya. Apa lagi dihadapkan dengan media kertas seperti majalah, kata-kata harus di perhatikan agar makna dan pesannya sampai ke pembaca dengan baik.

Larik, larik dalam KBBI adalah hentian arus ujaran dalam pembacaan sajak yang ditentukan oleh peralihan. Sajak menjadi puisi antra lain karena larik yang di gunakan. Tetapi dalam berita larik yang seperti ini tidak akan di gunakan karena akan menghambur-hamburkan kertas dan membengkaknya ongkos produksi.

Sekian ulasannya, semoga bermanfaat. Mari kenali Bahasa lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun