Mohon tunggu...
Diaz Abraham
Diaz Abraham Mohon Tunggu... Jurnalis - Penyesap kopi, pengrajin kata-kata, dan penikmat senja

Peraih Best Feature Citizen Jurnalis 2017 dari PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) | Sisi melankolianya nampak di Tiktok @hncrka | Narahubung: diazabraham29@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ironi, Bahasa Semakin Ditendang dari Negeri Sendiri!

24 Mei 2016   15:36 Diperbarui: 24 Mei 2016   17:35 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak sekali kosa kata di dalam kehidupan bersosialisasi kita yang keliru. Maklum saja bahasa merupakan salah satu mata pelajaran yang sulit. Banyak orang mengatakan bahwa Bahasa Inggris dan Matematika merupakan momok paling sulit dalam ujian, tetapi jika kita melihat nilai pasti kebanyakan pelajar termasuk saya pada waktu itu mendapat nilai terendah di mataa pelajaran Bahasa Indonesia.

Jika mengupas Bahasa lebih dalam, terdapat beberapa karya sastra. Karya sastra dibedakan menjadi dua jenis yaitu fiksi dan non fiksi. Sastra fiksi seperti prosa, puisi, dan drama sedangkan non fiksi meliputi biografi, otobiografi, esai, dan kritik sastra.

Bahasa di buat untuk memberikan penamaan terhadap sesuatu yang hidup maupun tidak, selain itu fungsi bahasa digunakan sebagai alat pemersatu di Indoensia. Tetapi sagat tragis mengingat banyaknya masyarakat yang tidak menganggap serius keberadaan bahasa. Banyak sekali masyarakat yang tidak menggunakan Bahasa dengan baik dan benar. Bahkan sangat sulit menemukan Orang Indoensia yang menggunakan bahasa baku dalam kehidupan sehari-hari.

Menggunakan bahasa baku seperti aku dan kamu, dia, mereka, kita dan semacamnya hanya dirasakan ketika kita baru saja masuk Taman Kanak-kanak (TK) hingga masuk Sekolah Dasar (SD). Selebihnya ketika naik kelas kita mulai menggunakan bahasa yang non formal dengan kata-kata “lo,gw, dsb”.

Setelah kita mulai mengenal Bahasa Inggris, para orang tua mulai memberikan tambahan pelajaran Bahasa Universal terasebut kepada anak-anaknya. Lebih ironi lagi, kita di bangsa sendiri tidak memiliki tempat les khusus Bahasa Indoensia seperti Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin, Bahasa Prancis maupun bahasa lainnya di seluruh dunia.

Masyarakat terlihat sangat acuh mengenai Bahasa, padahal bahasa merupakan identitas diri kita sebagai Rakyat Indonesia. Permasalahan kekeliruan mengenai pembendaharaan kata sampai sekarang belum bisa terpecahkan. Memalukan memang Bahasa harus terpinggirkan dari negri sendiri.

Pembendaharaan kata yang keliru memang banyak sekali seperti saat kita memesan minuman. Banyak orang yang mengatakan air putih padahal mereka memesan air tanpa warna alias bening. Ada lagi jika kita ingin membeli minuman, kita selalu mengatakan merek minuman terkenal tetapi yang di berikan bukan merek minuman tersebut.

Hal barusan merupakan sebuah keberhasilan tapi dari sisi perusahaan. Karena mereka berhasil membuat mind set khalayak selalu mencari barang yang perusahaan tersebuat jual. Tetapi jika melihat perspektif bahsa, maka hal tersebut merupakan bentuk kemunduran pemahaman kita mengenai bahasa kita sendiri.

Lebih pelik lagi jika melihat ucapan keliru seperti batu es, banyak yang berkata demikian tetapi sesungguhnya itu keliru. Sebenarnya yang benar adalah es batu. Menurut beberapa rekan yang paham akan hal tersebut, Bahasa Indonesia itu harus Diterangkan Menerangkan. Satu kata dengan kata lainnya harus seperti itu. Jadi dalam konteks es batu yang di terangkan adalah esnya dan batu menerangkannya atau melengkapinya.

Dari segi tulisan, banyak sekali tulisan yang keliru. Seperti halnya praktik, banyak yang menulis dengan kata praktek. Ada juga yang berkata praktik. Sebenarnya praktik adalah kata yang tepat dan kita mengucapkannya dengan sebutan praktek.

Banyak hal kecil yang sering kita lupakan tetapi lambat laun semakin mengakar dan akhirnya menjadi kebiasaan yang salah. Hal ini harus di luruskan seperti sejarah Indoensia dengan banyak misteri di dalamnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun