Mohon tunggu...
Dias Ashari
Dias Ashari Mohon Tunggu... Penulis - Wanita yang bermimpi GILA, itu akuuu..

Mantan Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel: Racikan Tinta Calon Apoteker-Episode 1

22 Oktober 2020   19:43 Diperbarui: 22 Oktober 2020   19:46 589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sepulang sekolah aku bingung, bagaimana aku menghafal perkalian itu. Beberapa kali aku memandangi kertas perkalian itu tapi aku masih belum bisa menghafalkannya. Butuh waktu lima jam dalam sehari untukku hanya menghafal 2x7. Seminggu pun berlalu dan aku menemui bu lilis untuk setor hafalanku. 

Tes berjalan lancar dan aku mendapat pujian dari beliau. Entah kenapa aku sangat senang, inilah kali pertama ada orang yang menghargai kemampuanku. Berkat beliau aku mendapatkan semangat belajar yang luar biasa. Setiap pulang sekolah aku langsung belajar dan belajar hingga melupakan makan. 

Namun pada akhirnya kerja kerasku membuahkan hasil. Saat kenaikan kelas lima menuju kelas enam, aku mendapatkan peringkat ke delapan besar. Semua orang kaget melihat perubahanku. Anak nakal dan tidak pandai bisa mendapatkan juara kelas.

Sedikit demi sedikit, kenakalanku mulai berubah semenjak aku sering mengikuti pengajian di daerah rumah. Kenakalan terakhir yang aku ingat adalah saat memutuskan dasi teman laki-lakiku. Dia menangis saat itu dan aku merasa tidak enak dengannya. Akhirnya aku meminta maaf padanya dan mengganti dasinya yang telah rusak olehku.

Setelah sering mengikuti pengajian, kini aku menjadi anak yang pendiam serta penurut. Guru mengajiku menyuruh kami untuk menutup aurat tidak hanya saat mengaji saja, tapi saat di rumah dan bersekolah pun harus menggunakan baju panjang dan berkerudung. 

Saat aku menginjak kelas enam aku meminta kepada Ibu untuk dibelikan seragam yang panjang. Namun ibu menolak karena tanggung sebentar lagi akan masuk SMP. Akhirnya dengan berat hati saat sekolah aku masih menggunakan rok pendek diatas lutut. 

Namun saat di rumah aku selalu memakai jaket dan rok panjang yang menjuntai ke tanah. Sampai-sampai kadang aku sering diledek bahwa rok ku seperti sapu yang membersihkan jalan. Kemudian banyak pula yang bilang penampilanku seperti ibu-ibu.

Dulu sekitar tahun 2000-an, menggunakan jilbab bagi seorang perempuan adalah hal yang aneh dan belum lumrah. Bahkan yah tadi bisa diejek mirip dengan penampilan ibu-ibu. 

Namun saat itu aku tetap teguh dengan pendirianku. Sampai kebiasaan ini jadi membuat aku malu jika keluar rumah tidak menggunakan baju panjang dan kerudung.

Tak terasa, kini aku sudah dipenghujung tahun untuk lulus dari sekolah dasar. Tak terbayang olehku saat pengumuman kelulusan tiba, aku meraih peringkat ke tiga dan mendapatkan beasiswa untuk masuk ke SMP Favorit yang ada di Bandung. 

Kesempatan itu aku tolak mentah-mentah dengan alasan aku ingin memakai kerudung dan baju panjang. Aku pikir dengan masuk SMP biasa aku tidak bisa menggunakan jilbab. Padahal hal itu salah, sekarang jika teringat kembali keputusan itu kadang aku sering tertawa sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun