[saat aku lahir]
Jadwal kunjungan ke dokter kandungan adalah saat yang ditunggu-tunggu Bapak dan Ibu. Trimester pertama Ibu mengandungku, setiap satu bulan sekali Ibu memeriksakan aku ke bu dokter. Namanya dokter Femmy. Dokternya masih muda, seumuran Ibu, dan baru melahirkan seorang bayi perempuan. Ibu selalu membawa catatan kecil setiap bertemu bu dokter, yang isinya daftar pertanyaan yang akan Ibu tanyakan atau konfirmasikan ke bu dokter. Sejak mengetahui aku ada di perut Ibu, Ibu selalu mencari tahu di internet, googling tentang hal-hal yang berhubungan dengan kehamilan dan janin. Jadi, ibu selalu datang ke dokter dengan banyak pertanyaan dan rasa penasaran. Hehe, lucu deh liat Ibu, tapi aku senang karena Ibu sangat antusias dengan semua itu.
Trimester kedua, ketika aku sudah 20 minggu didalam perut Ibu, kata bu dokter jenis kelaminku sudah keliatan. Ih, aku pertama malu-malu mau lihatin ke Bapak dan Ibu. Bapak sangat bersemangat sampai melototin monitor USG bu dokter. Bapak langsung senyum sumringah dan memeluk Ibu (dan aku) saat bu dokter bilang kemungkinan jenis kelaminnya adalah perempuan. Sepanjang jalan menuju rumah, masih diatas motor bututnya Bapak bersiul-siul sambil menyebutkan sebuah nama :
Eulalia.
Itu namamu, Nak, gumam Bapak
Ibu di boncengan belakang ikut tersenyum, membayangkan gadis kecil dikuncir dua dengan pita warna-warni.
.
Minggu ke-24, satu bulan kemudian, Bapak dan Ibu kembali mengintip perkembanganku, tak lupa menanyakan jenis kelaminku. Begitu penasarannya Bapak dan Ibu ya. Tapi, ternyata bu dokter sedikit ragu, dan bilang: Wah, kemungkinan bayinya laki-laki.
Sepanjang jalan menuju rumah, dengan motor bututnya Bapak yang membonceng Ibu terdiam saja.Â
Bapak belum menyiapkan nama laki-laki, Nak
Ibu juga.
Ibu ingat sempat menonton TV, tentang seorang anak kecil yang berhasil selamat dari reruntuhan bangunan gempa. Namanya Azra. Ibu mengajukan nama itu ke Bapak. Bapak setuju, nama belakangnya Bapak yang lengkapi.
Di bulan ke-7, Â aku akhirnya menunjukkan jenis kelaminku lebih jelas ke Bapak dan Ibu. Bu dokter tersenyum manis sambil menulis-nulis dibuku kunjungan yang selalu dibawa Ibu. Katanya 90% kemungkinan perempuan. Bapak tersenyum lebar.
Begitulah, akhirnya di minggu ke-40 , setelah kontraksi yang dialami Ibu namun ternyata pembukaan sangat lambat, Ibu diinduksi. Namun aku ternyata tidak bisa dilahirkan secara normal. Bapak memutuskan untuk dilakukan Sectio Cesar, dan aku pun lahir melihat dunia tepat 4 tahun 5 bulan 20 hari yang lalu. Hal pertama yang aku ingat saat aku berada di luar plasenta adalah pelukan Ibu dan kalimat "Hai, Lily, I love you," yang diucapkan Ibu sambil menciumku.
Aku bersin beberapa kali saat Bapak mengumandangkan lirih azan di telinga kananku. Kemudian suster mengantarkan aku kembali ke pelukan Ibu dan aku mulai belajar menyusu.
Bapak membisikkan sesuatu di telingaku "Selamat bertemu dunia, Eulalia Zaravashti"
Aku menangis. Bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H