Mohon tunggu...
Ni Ketut Tini Sri
Ni Ketut Tini Sri Mohon Tunggu... -

Belajar menulis tentang keseharian yang tertuang dalam kisah fiksi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Langkah [episode 3]

26 Desember 2011   06:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:45 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Putaran waktu berhenti berdetak, Kala jiwa ini menyentuhmu... Menyentuh aura indah tubuhmu Tak inginkan putaran ini berlanjut, Tak inginkan waktu ini kembali berputar Karna ku tahu, Kau akan menjauh, Pergi! Meninggalkanku... ## "Pak Rahmat..." "Mbak Aira, sudah siuman to? Gemana mbak, ada yang terasa sakit nggak?" pertanyaan beruntun Pak Rahmat membuat pening Aira bertambah, berdenyut-denyut. Aira mencoba untuk duduk, dibantu pak Rahmat Aira mencoba mengingat apa yang terjadi hingga ia bisa berada di ruangan ini, "Pak, Aira kenapa?" """" Kamboja no. 105 Aira menatap catatan di kertas yang dibawanya, "Di sini ruangannya" bisik Aira lirih. Aira mendorong pintu yang telah sedikit terbuka, Aira tertegun... Di hadapannya tubuh Bagus penuh dengan selang dan entah peralatan apa saja yang menempel di tubuh diam itu. Air mata Aira meleleh tak terbendung. Aira mendekati tubuh Bagus, disentuhnya tangan kekasihnya, kekasih yang selama ini ia rindukan, yang ia hadirkan dalam mimpi2 indah semu bersama sinar rembulan. "Guus..." serak suara Aira memanggil tubuh kaku itu, dihapusnya airmata yang tak berhenti mengaliri kedua belah pipinya. "Maafin Aira, maafin Aira Guus, Ira salah! Ira kangen..." Akhirnya, pecah juga tangis Aira. Aira menangis tersedu-sedu, berulang kali diciuminya tangan kekasihnya itu, seolah-olah ingin menumpahkan segala rasa yang ada dihatinya selama ini. """" Mbak, mbak Aira," seseorang mengguncang-guncang bahu Aira. Rupanya Aira tertidur disamping tubuh Bagus. Tersentak, Aira membuka matanya dan menatap sekelilingnya. Aira terkejut menyadari kehadiran orang lain di ruangan ini. "Ma... maaf," Aira segera berdiri dari tempat duduknya. Orang itu tersenyum, "Kita bisa bicara di luar, Mbak?" Aira mengangguk, tersenyum kecut. Aira menyadari wanita ini pastilah istri Bagus. Dan dia melihat Aira tengah tertidur disamping tubuh suaminya. Aira salah tingkah, malu! "Ini, untuk mbak," wanita itu menyodorkan sesuatu kearah Aira. "Apa ini?" Aira tampak kebingungan, ia tak mengerti apa maksudnya istri Bagus memberinya bungkusan kecil itu. "Beberapa hari ini saya menunggu kedatangan mbak Aira. Kita duduk di sana yuuk." ajaknya sambil menggamit lengan Aira yang masih berdiri termangu seperti orang linglung. """" "Yaah sampai hari ini, mas Bagus tidak pernah menyentuhku. Randu, anak kami adalah hasil dari hubungan saya dengan kekasih saya, mbak" Wanita yang bernama Tasya itu menutup ceritanya dengan senyum getir. "Mas Bagus sangat mencintai mbak Aira, dia bahkan masih menyimpan semua benda-benda yang pernah kalian miliki. Mas Bagus akan sangat marah jika saya atau Randu tidak sengaja mengambil atau menjatuhkan barang-barang milik mbak yang tertata rapi di ruang kerjanya." Mmm uuff, Tasya menghembuskan nafas panjang. Dada Aira sesak... tak mampu berucap! Terbayang wajah Bagus yang memelas ingin menjelaskan semua ini, sebelum mobil jahanam itu menghantam tubuh Bagus yang berlari kencang mendorong Aira, dengan kerasnya... TUHAN.... *** To be continue,

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun