Pagi masih menanti di tikungan jalan
Ketika hangat matahari memeluk punggung lereng yang kedinginan sepanjang dini yang menggigilkan
Dan guguran lava berlari menuruni kubah di sisi jauh
Pagi selalu bermurah hati
Menanti tanpa henti
Menunggu tanpa ragu
"Aku ingin menggantungkan harapan di dinding rumahku," katamu, dua hari lalu
Harapan telah lama tergantung di dinding-dinding yang terus menua
Melewati banyak pagi
Menghabiskan banyak malam
Lalu kita terus menambahnya
Pagi terus bermurah hati menghangatkan hari
Sejak kita mengayunkan langkah-langkah kecil di atas paving pada jalan kecil di sisi sungai berarus lambat
Dan pohon-pohon masih menunas, ikut menumbuhkan pagi
Matahari menyisip di antara batang-batang kelapa
"Aku akan yang menraktirmu sarapan," kataku sekali waktu
Ketika pagi masih menghangat di matamu
Senyummu mengembang
Memberikan banyak jawaban melebihi pertanyaan yang pernah dapat kubuat
Pagi juga seringkali memberi kejutan di waktu yang lain
"Aku akan duduk di dekat tiang di sisi belakang," katamu
Dalam pesan pendek yang terasa panjang
Lalu siang membiarkan dirinya dirambati dentang suara lonceng
Pagi juga masih menanti di tikungan jalan
Ketika tetiba aku memiliki banyak waktu menyusuri punggung gunung di sebelah utara
Menyisipkan waktu di antara pagi yang bertambah dingin
Rasanya belum terlalu lama kaki-kaki mengayun di atas paving block
Di tepian pagi pada sisi sungai berarus lambat
"Waktu sudah mengubah banyak hal," katamu
"Iya, banyak hal juga mengubah waktu," kataku, pada pagi yang lain
Lalu kita menamai waktu sebagai kesempatan
Kesempatan untuk menyisirlewati sisi-sisi waktu yang tidak sepenuhnya dapat dimengerti, pun dipahami
Tetapi masih selalu ada pagi, saat kesempatan semakin menyenja
Pagi yang menanti di tikungan-tikungan jalan
| Surabaya | 21 April 2021 | 17.58 |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H