Apakah orang jahat tidak boleh berbicara tentang hal baik? Apakah hal baik melulu hanya dimiliki dan menjadi hak orang-orang baik?
"Saya bersama istri dulu merencanakan banyak hal. Kami ingin anak-anak kami sukses. Kami mengusahakan semua yang bisa untuk mewujudkan itu semua. Kemana mereka harus sekolah. Bagaimana dibiayai. Lalu semua berubah. Istri saya tiba-tiba meninggal. Anak bontot saya juga meninggal," seorang bapak tetiba mensharingkan banyak hal di ruang sempit pada bagian belakang gereja.
"Saya lalu bertanya kepada diri saya: apakah ini semua karena dosa-dosaku?" begitu ia melanjutkan cerita pada sebuah bagian.
Semua hal lalu "dijereng lan dilunthung". Semua hal diolah dan dipikirkan lagi. Satu-satu dilihat. Mengapa ia mengalami itu semua?
Kehilangan istri dan anak bukan hal yang mudah dipahami. Terlebih ketika banyak hal sudah disusun-rencanakan bersama.
Secara materi ia mensyukuri tidak terlalu buruk. Ada kendaraan untuk mencari nafkah. Ada kendaraan "alusan" begitu dibahaskan untuk mobil sedan warna birunya. Rumah dan beberapa kendaraan roda dua.
Pada saat yang diduga semua akan dapat berjalan sesuai rencana, Â semua malah berbalik. Semua berubah arah. Ada fakta baru yang harus ia hadapi. Menjadi duda hanya bersama anak sulung perempuan. Kehilangan istri yang dicintai dan anak yang dikasihi.
Bagaimana Bapa Yosep tetiba menerima tunangannya yang hamil dengan cara yang tidak dipahami tidak banyak teks yang mengulas. Bagaimana ia menerima dan setia dengan situasinya waktu itu juga tidak banyak diolah.
Sepertinya semua berpusat pada Bayi Yesus dan Maria. Bahkan sejauh saya alami, Â hanya sedikit lagu yang dinyanyikan tentang Bapak Yosep pada perayaan Natal.
Seperti bapak yang "sharing" tentang ketidakmudahan hal yang dihadapinya, Â Bapa Yosep pastilah lebih dulu menghadapi itu.
Pada teks yang lain, Nabi Ayub sebagai bapak juga mengalami ketidakmudahan. Saat semua anak-anaknya dan seluruh harta kekayaannya hilang-lenyap dalam sekejap.
Betapa dramatisnya Maria yang hamil tua harus dan harus naik keledai, Â lalu melahirkan Yesus. Maka tak pelak sudah menyedot seluruh emosi. Lalu Bayi Yesus yang adalah Nabi tetapi dilahirkan di atas pakan ternak seperti "menghilangkan" kerja-keras Yusup.
Ketika sensus akan dilaksanakan, Â Yusup pastilah memikirsiapkan banyak hal. Tentang keledai yang akan membantu mereka. Tentang bagaimana menjagalindungi Maria dalam perjalanan. Tentang bagaimana menghela keledai supaya tidak membahayakan kandungan Maria. Tentang bagimana ia tidak perlu memikirkan dirinya asal Maria dan bayinya selamat. Tentang bagaimana orang lain "nyinyir" saat ia pergi dengan tunangan yang sudah hamil tua padahal mereka belum menikah. Dan tentang banyak hal-hal yang pasti sangat menguraskeringkan emosi Yusup.
Laki-laki yang "menderita" seperti tidak perlu banyak dicatat. Banyak teks tidak menyediakan ruang untuk "penderitaan" laki-laki. Bisa jadi ini juga karena dominasi kaum laki-laki yang menjadi penyebabnya.
Tetapi terlepas dari konteks laki-laki dan perempuan, kedua belah pihak berjuang keras dengan semua paradoks yang ada.
Ketika kami sudah berpindah di halaman depan, bapak itu melanjutkan cerita.
Setelah semua yang dialami, ia tidak lagi bisa terlalu optimis atas terlalu pesimis. Pengalaman membawa pada pemahaman bahwa tidak semua dapat berjalan sesuai dengan rencananya sebagai manusia.
"Nanging kula kemutan, Pak. Ewodene bapake punika maling, Â ananging tetep kemawon piyambakipun adedonga kagem kasaenan para anakipun. Kasaenan kepanggih ing sadaya tiyang, Â kadosdene babagan piawon," kata bapak itu.
Tetapi saya ingat pak, meskipun bapaknya seorang maling tetapi pasti mendoakan kebaikan bagi anaknya. Kebaikan ada pada semua orang, seperti halnya keburukan.
Sharing bapak itu mengingatkan pada dua syair lagu. Seperti dalam Ebony dan Ivory: it is good and bad in everyone. Dan juga nyanyian Anggun C. Sasmi. Setiap orang, pada siang dan malam dan dengan kemampuan terbaiknya, Â mencariwujudkan bagian yang elok di dalam hidupnya.
Â
Bahwa, kemudian, Natal dapat menjadi demikian sederhana tetapi juga dapat menjadi saat mempersembahkan hidup yang sangat kompleks. Dengan banyak persoalan yang menalijalin sedemikian rupa.
Untuk bagian yang dapat dipahami dan tidak dapat dimengerti, Maria memberi rumusan hebat: terjadilah padaku seturut kehendakMu.
Â
Selamat Natal.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H