"Saat ini lebih mudah mengedukasi masyarakat akan bahaya letusan Gunung Merapi daripada resiko tertular Covid-19," kata Emilia Sari Mawar Wati, bidan desa yang bertugas di Puskesmas Srumbung, Kabupaten Magelang. Kawasan yang masuk sebagai Kawasan Rawan Bencana Letusan Gunung Merapi. Emilia sudah menjadi bidan sejak tahun 1997.
"Bu, diagem maskernya ya," kata Emilia kepada seorang ibu yang hendak memasuki Puskesmas Srumbung. Ibu, silakan dipakai maskernya.
"Nggih, bu. Niki mbeta masker kok. Ming dereng kula agem," jawab sang ibu bergegas mengeluarkan masker dari dalam tasnya dan memakai tepat sebelum masuk ke ruang periksa puskesmas. Â Ya, ibu. Saya bawa masker kok, cuma belum saya pakai.
"Saat ini lebih mudah mengedukasi masyarakat akan bahaya letusan Gunung Merapi daripada resiko tertular Covid-19," kata Emilia Sari Mawar Wati, bidan desa yang bertugas di Puskesmas Srumbung, Kabupaten Magelang.
Srumbung adalah salah satu kecamataan di Kapupaten Magelang. Berdasar data dari Biro Pusat Statistik 2018, Kecamatan Srumbung berpopulasi 48.487 jiwa. Kecamatan ini berjarak sekitar 19 kilometer dari ibu kota Kabupaten Magelang.
Di kecamatan ini terdapat sebuah pos pengamatan Gunung Merapi yang terletak di Dusun Ngepos, Desa Ngablak yang sudah dibangun sejak zaman Belanda. Kecamatan Srumbung menjadi daerah penghasil salak Nglumut, salah satu salak varietas unggul yang terdaftar dan diakui oleh Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Banyak masayarakat yang memakai masker setelah diingatkan atau sudah akan memasuki kawasan puskesmas. Padahal resiko paparan tidak hanya ketika berada di kompleks puskesmas tetapi juga bisa di mana saja. Sejauh terjadi interaksi dalam jarak dekat dengan mereka yang sudah terpapar lebih dahulu.
"Faktor kedisiplinan pasti memegang peran sangat penting. Tanpa kedisiplinan dari semua masyarakat, situasi dapat memburuk dengan lebih cepat. Tentu kita semua berharap bahwa pandemi ini akan segera dapat diakhiri. Meski sepertinya cahaya di ujung lorong belum terlalu terang"
"Kalau mengedukasi resiko letusan jauh lebih mudah. Persoalannya jelas. Ke mana arah jalur evakuasi. Di mana letak tempat-tempat pengungsian. Apa saja yang perlu dibawa, dan seterusnya. Diminta memakai masker saja sangat sulit. Padahal kalau tidak kebagian bantuan, banyak yang akan segera mengajukan keberatan. Tetapi giliran memakai, luar biasa sulit diedukasi," lanjut Emilia yang sangat mengkhawatirkan keselamatan masyarakat. Dari sisi pemerintah, menurut Emilia sudah banyak sekali bantuan yang diberikan baik masker maupun sanitizer.
"Hari ini saja berdasar hasil tracing ada 12 orang yang positif terpapar Covid-19. Ada yang menangis, ada yang panik. Ada juga yang anaknya marah-marah ke saya. Tidak percaya. Menggugat hasil test. Sebagian bahkan berkeyakinan tidak mungkin Covid-19 akan sampai ke dusun mereka," kata Emilia sambil menghela nafas.
"Hari ini saja berdasar hasil tracing ada 12 orang yang positif terpapar Covid-19. Ada yang menangis, ada yang panik. Ada juga yang anaknya marah-marah ke saya. Tidak percaya. Menggugat hasil test. Sebagian bahkan berkeyakinan tidak mungkin Covid-19 akan sampai ke dusun mereka," kata Emilia sambil menghela nafas.
Dengan alasan bahwa Covid-19 tidak akan sampai ke dusun-dusun mereka, kebanyakan lalu tidak disiplin berperilaku sesuai dengan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah. Tidak memakai masker. Tidak rajin mencuci tangan setelah berinteraksi dengan orang lain.
"Padahal perkembangan terakhir, semakin banyak Orang Tanpa Gejala (OTG). Dengan semakin banyak OTG maka resiko penularan semakin besar. Sudah begitu, masih ditambah dengan faktor keyakinan bahwa Covid-19 tidak akan sampai ke dusun mereka. Bahkan masih banyak kegiatan masyarakat  yang tetap menghadirkan kerumunan, misalnya acara-acara keluarga. Padahal tidak ada yang tahu siapa yang telah terpapar," lanjut Emilia.
Bersama dan berkerja sama dengan seluruh perangkat yang ada, Emilia tidak lelah terus ikut mengedukasi dan melakukan tindakan-tindakan untuk semaksimal mungkin menekan resiko paparan. Meski tidak ada yang tahu akan seberapa buruk dampak paparan Covid-19 untuk masyarakat akar rumput, dengan siapa Emilia banyak bergelut dan berinteraksi.
"Tetapi saya tidak akan putus asa. Saya akan terus melakukan apa yang saya bisa. Meski kadang secara fisik juga merasa lelah dan sangat capek. Saya ingin masyarakat terus membangun kesadaran bersama bahwa pandemi ini hanya akan dapat ditekan bila diatasi secara bersama-sama. Seberapa banyak yang dilakukan pemerintah, tidak akan berhasil maksimal bila tidak didukung kesadaran seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali," kata Emilia seperti berbicara dengan dirinya.
"Tetapi saya tidak akan putus asa. Saya akan terus melakukan apa yang saya bisa. Meski kadang secara fisik juga merasa lelah dan sangat capek. Saya ingin masyarakat terus membangun kesadaran bersama bahwa pandemi ini hanya akan dapat ditekan bila diatasi secara bersama-sama. Seberapa banyak yang dilakukan pemerintah, tidak akan berhasil maksimal bila tidak didukung kesadaran seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali"
"Faktor kedisiplinan pasti memegang peran sangat penting. Tanpa kedisiplinan dari semua masyarakat, situasi dapat memburuk dengan lebih cepat. Tentu kita semua berharap bahwa pandemi ini akan segera dapat diakhiri. Meski sepertinya cahaya di ujung lorong belum terlalu terang," matanya menerawang. Banyak faktor yang berkontribusi atas situasi apa yang akan terjadi di waktu mendatang.
"Saya mohon pamit dulu ya. Harus segera berkoordinasi untuk pelaksanaan swab test hari Senin nanti," katanya bergegas. Semangatnya nampak dari langkah kakinya yang bergegas. Per tanggal 21 November 2020, dicatat oleh situs worldometer sudah terjadi 58,094,895 kasus di seluruh dunia. Dari jumlah tersebut 1,380,796 orang meninggal dan sembuh sebanyak 40,258,264 orang.
Menikah dengan Y. Andri Irawan, Emilia dikarunia anak semata wayang Zefanya Gandhi Maharani yang saat ini duduk dibangku Sekolah Menengah Atas. Pendidikan kebidanan ditempuhnya di Yogyakarta.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H