"Bukti kedekatan lainnya, Jakob kerap meminjam mobil dari UMM melalui Abdul Malik ketika beberapa kali berkunjung ke Jawa Timur"
Romo Mangun sedang memimpin misa di katedral ketika Habibie melihatnya saat hendak menumpang sholat di katedral itu. Di Jerman.
"Kok Mas Romo memimpin misa?" tanya Habibie heran.
"Nama saya YB Mangunwijaya. Saya seorang Romo. Jadi nama saya bukan Romo," sahut Romo Mangun sambil tergelak. Selebihnya mereka menjadi karib. Habibie memerintahkan jenazah Romo Mangun sahabatnya untuk diterbangkan dengan hercules ke Yogyakarta.
Tengoklah juga Emha dengan Profesor Darmanto Jatman. Banyak sekali catatan di antara keduanya.
"Kalau tidak ada Mas Dar, entah saya jadi apa," kenang Emha dengan mata berkaca.
Ketika masih menggelandang di Malioboro, Damanto Jatman-lah yang sering menyeret Emha ke rumahnya dan memaksa makan. Pun ketika sakit, Damanto Jatman yang secara telaten merawat Emha.
"Kalau boleh, saya akan membangun sebuah paviliun di surga untuk Mas Dar," demikian Emha.
Juga Abdul Malik Fadjar dan Jakob Oetama. Sedemikian dekat mereka, sampai di Universitas Muhammadiyah Malang dibangun "Pojok Jakob Utama". Berisi antara lain buku-buku koleksi dan kiriman Jacob Oetama.
"Saya merasa at-home di sini," kata Pak JO.
Pun pada beberapa kali kunjungan Pak JO ke Surabaya, lebih memilih meminjam mobil dari UMM. Meski dari Biro Kompas Jawa Timur tidak akan kesulitan menyediakan mobil bagus untuk Pak JO.
Ketua PP Muhammadiyah Prof. Muhadjir Effendy mengungkap kedekatan Malik Fadjar dan Pak JO, bahkan sampai hari meninggalnyapun berdekatan: Â "Pak Malik wafat kemarin lusa 7 September, Pak Jakob tanggal 9. Berdua seperti telah janjian. Kebetulan almarhum berdua bersahabat karib."
Habibie seorang muslim yang taat, Romo Mangun seorang iman diosesan yang selalu gelisah membela kaum lemah.
Prof. Darmanto Jatman seorang Kristen yang taat, Kyai Emha seorang tokoh yang disegani.
Abdul Malik Fadjar seorang tokoh pergerakan Muhammadiyah, Jakob Oetama dicatat sebagai tokoh literasi humanis yang menyumbang besar bagi peradaban literatif bangsa dengan jurnalisme makna-nya. Jauh melampaui jurnalisme fakta.
Sajadah-sajadah persahabatan dibentangkan dengan ketulusan dan hormat. Persahabatan dibangun dengan sikap welas-asih tanpa pretensi.
Betapa negeri ini sesungguhnya adalah sebuah rumah besar bagi banyak saudara lintas-batas. Negeri yang sungguh kaya.
Maka, kalau boleh menarik refleksi, agama adalah tatanilai untuk (pertama-tama) menggugat dan berdialog dengan diri sendiri. Nilai kemanusiaan adalah buah-buah dari dialog-dialog itu.
Adrianus Dio, Vikep Teritorial Daerah Istimewa Yogyakarta, membuat garis bawah yang sangat reflektif: "Solidaritas adalah buah-buah keheningan yang berjumpa dengan realitas-realitas"
Maka, melalui Indonesia-lah, solidaritas berbangsa itu yang hendak kita semai, tumbuhkan dan dibagikan. Seperti dicontohkan Bacharudin Jusuf Habibie - YB Mangunwijaya, Emha Ainun Nadjib - Darmanto Jatman serta Abdul Malik Fadjar - Jakob Oetama.
Mereka mengonstruksi buah-buah keheningan yang dipertemukan dengan realitas-realitas humanisme menjadi sewujud solidaritas.
| Bintaro | 13 September 2020 | 00.25 |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H