Hari ini adalah hari ke-3 pascameninggalnya Didi Kempot, penyanyi legendaris yang melintasi batas negara justru dalam kesederhanaannya.
Dalam kepercayaan sementara kalangan, pada hari ke-3 sampai hari ke-7 arwah masih di sekitar tempat-tempat yang menurut almarhum istimewa baginya.
Seperti juga pada cerita sebuah misa arwah seorang koster atau penjaga gereja. Pada saat konsekrasi, semua peliharaan almarhum gelisah. Ikan di akuarium menabrakkan diri ke dinding-dinding kaca. Burung di sangkar berusaha mengepakkan sayapnya di ruang sempit. Kucing juga mondar-mandir ke sana-kesini. Ajaibnya, pascakonsekrasi semua kembali tenang dan misa dapat dilanjutkan dengan khusuk.
"Bapak tadi datang ke sini, Romo," kata seorang kerabat duka.
"Badhe ndherek misa," lanjutnya. Disampaikan bahwa (arwah) almarhum datang dan hendak ikut misa.
Dalam kebiasaan sebagian masyarakat Jawa, bila hal seperti terjadi, lalu arwah "ditembung". Diajak atau dianggap dapat diajak berkomunikasi. Misalnya diminta untuk meneruskan "perjalanan" karena mereka yang mengasihi sudah merelaihklaskan dengan banyak cinta. Biasanya arwah lalu "mau" untuk memenuhi permintaan.
Cerita lain, seorang suster bercerita bahwa bila mayat susah diberi pakaian saat hendak dimakamkan maka panggilan lembut dengan menyebut nama kecilnya secara berulang akan membuat mayat menjadi lebih lemas dan rilex.
Bagi para pemuja logika semata, hal seperti ini dapat dianggap "ngayawara", mengada-ada. Tidak ada dasar kitabnya. Tidak ada dasar hukumnya. Yang sudah meninggal dipahami tidak lagi menjadi bagian dari dunia ini. Sudah "pergi".
Cerita kedua adalah pascameninggalnya seorang bapak pada kecelakaan tunggal lalu-lintas. Keluarga mendengar tangisan. Oleh keluarga kemudian dianggap bahwa arwah almarhum perlu bantuan. Maka lalu didoakan dan disiapkan air dalam sebuah tempat. Malam itu juga yang mewakili keluarga pergi menuju makam.
Makamnya luas. Dengan beberapa pohon beringin, tidak jauh dari candi besar. Air lalu dituangkan ke pemakaman almarhum dan pada saat yang sama didoakan untuk ketenangan jiwanya. Pada perjalanan ke luar makam, teman itu melihat semacam "penglihatan". Ada tiga orang yang dikenal dan sudah meninggal duduk bersama tidak jauh dari pintu makam. Mereka terlihat mengobrolkan sesuatu. Menurut cerita keluarga, setelah itu semua berjalan normal kembali.
Pengalaman-pengalaman seperti ini sering dengan cepat disanggah sebagai hal yang mustahil itu tadi. Tidak ada dasar kitabnya. Atau tidak ada dasar hukumnya. Tetapi bila mau "sedikit" beranjak, di tengah masyarakat masih terjadi. Bahwa tidak semua dapat begitu saja ditemukan dasar kitabnya. Alam semesta adalah kitab yang melebihi segala kitab cetakan. Ia bercerita dan menarasikan banyak sekali hal.