"Warga kota awalnya tidak mudah diatur oleh Bu Risma. Tetapi karena kegigihan Bu Risma akhirnya semua manut," begitu cerita supir yang tadi mengantar kami.
Yang ada sekarang adalah warga yang sangat bangga dengan kotanya. Juga bangga dengan kepemimpinan Bu Risma. Sayang periode kepemimpinan Bu Risma sudah tidak dapat diperpanjang sesuai undang-undang.
Di masa lalu ada Bung Tomo. Pengobar semangat dan perjuang yang heroik. Di bawah Bung Tomo, Surabaya adalah kota para pahlawan yang mengorbankan dirinya untuk negeri. Di masa Bu Risma, warga kota adalah pahlawan lingkungan. Dengan ikut aktif menjaga kota.
"Tapi ya itu pak, warga Surabaya itu harus didekati dengan tepat. Mereka itu aslinya gampang tersentuh," lanjutnya masih dalam logat yang sangat Surabaya.
Kecintaan warga kota sudah terbentuk. Pemerintah Kota juga sudah membayar tunai kepercayaan warga.
Sebelum musim penghujan tiba, pohon-pohon sudah diprunning. Selokan dibersihkan sampahnya. Sungai dikeruk untuk memperbesar daya tampung ketika debit air meningkat.
"Memang terjadi banjir kemarin, tetapi itu karena hujan lama dan deras. Jadi bukan salah Bu Risma," begitu Pak Supir membela dan mencintai Bu Risma.
Siapa wakil walikotanya, Pak?
"Wah, saya tidak tahu, Pak. Saya tahunya cuma Bu Risma," gelaknya.
"Kalau cuaca sangat panas, saya merasa adem melihat pohon dan taman yang hijau," katanya sambil mengarahkan pandangan ke seberang jalan.
Pada sebuah tikungan, mobil kami menyalip bis trans Surabaya berwarna merah. Mobil yang gagah dan bersih.
"Benar ya pak, bis itu dibayar dengan botol bekas minuman?" tanya teman yang duduk bersebelahan.
"Benar, pak," jawab Pak Supir sambil mengangkat botol plastik minumnya.
"Botol-botol seperti ini, Pak," jelasnya lebih lanjut.
Bu Risma sudah merebut hati warganya. Dengan cinta yang ditawarkan tanpa syarat.
Pada kasus Jalan Gubeng yang ambles, Bu Risma langsung memantau di lokasi sambil duduk di kursi roda karena sakit. Memimpin langsung para pekerja di lapangan. Hanya dalam beberapa hari lalu lintas sudah kembali normal.
Sepertinya negeri ini hanya membutuhkan seorang politikus yang berhati ibu. Dengan hati yang dipenuhi cinta tanpa syarat.
| Surabaya | 6 Februari 2019 | 14.50 |
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H