Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Piala Dunia, Permainan atau Pertunjukan?

21 Juni 2018   22:06 Diperbarui: 22 Juni 2018   16:35 579
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Generasi Pop di Tim Korea

Jaman sudah berubah seiring waktu yang bergulir. Membuat bola dari daun pisang kering rasanya sudah tidak dikenal oleh generasi yang lahir pada era digital. Perlengkapan bermain sudah lebih terbeli. Mulai dari pakaian, kaos kaki, sepatu sampai sarung tangan. Tiang gawang dari sandal jepit yang ditumpuk adalah cerita dari masa lalu. Dari waktu lampau.

Di perhelatan sekelas Piala Dunia yang diselenggarakan di Rusia, kegembiraan permainan salah satunya diwakili oleh generasi dari tim Korea. Rambut yang dipotong, diwarnai dan ditata sedemikian rupa menjadi daya tarik tersendiri. Banyak sangkaan bahwa tim dari Korea adalah bagian dari tim dengan performa yang tidak keras. Tetapi kenyataan di lapangan berkata lain. Mereka bermain keras dan liat. Tangguh dan kuat.

Di samping Jepang, Korea adalah tim yang membanggakan daratan Asia.

Mencaritemukan Permainan di Piala Dunia

Pada level Piala Dunia, ketika definisi terbaik semakin dibatasi oleh skor hasil akhir, kegembiraan dalam permainan tidak mudah ditemukan. Semua sudah direncanakan dengan teliti, teratur terencana dan sematang mungkin. Modal besar dibutuhkan untuk membangun tim yang kuat. Fasilitas yang hebat. Pada liga-liga top di daratan Eropa, pemodal adalah bagian dari permainan sepakbola. Terry Eagleton dalam salah artikel di The Guardian menggambarkan sepakbola adalah teman karib kapitalisme pada saat ini. A dear friend to capitalism.

Pertanyaannya adalah apakah, seperti gugatan Driyarkara, permainan sepakbola sudah dipersungguh?

Semoga apa yang dikemukakan oleh Sindhunata (2002) ini hanya dibatasi untuk event Piala Dunia: Sosiologi kritis misalnya, menilai bahwa semarak Piala Dunia belakangan ini tak lebih dari wajah kapitalisme yang paling mutakhir. Dalam kondisi tersebut apa yang dinamakan nilai dan makna dalam sepak bola telah dikooptasi oleh komersialisasi. Sepak bola tak lebih dari barang komoditas, yang di era ekstensifikasi media saat ini ia menjelma menjadi tontonan global yang massif.

Jangan-jangan kegembiraan dalam permainan sepakbola hanya dapat ditemukan di lapangan-lapangan sempit di tengah atau pinggiran kampung. Di mana di sana tidak ada iklan, tidak ada pemodal. Seragamnya bisa disamakan dengan bertelanjang dada, dan kaosnya dilempar begitu saja di pinggir lapangan. Ketika akhir waktu bermain adalah berkumandangnya adzan magrib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun