Belajar bersama dari Ignatius Loyola
Ada setidaknya tiga program leadership yang wajib diikuti oleh siswa. Pada Kelas X siswa mengikuti program perigrinasi. Yaitu perjalanan menempuh sejauh jarak tertentu secara bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil. Dalam program yang diikuti oleh Daniel Lintang, ia berjalan kaki dari kota Yogyakarta ke kota Wonosari, sejauh kira-kira 40 kilometer.Â
Dalam kelompok kecil yang menjadi tim perjalanan, mereka belajar untuk mampu menjadi bagian dari orang lain dan bersama orang lain dalam mencapai tujuan bersama. Ini adalah semacam jarak pemanasan bila dibandingkan oleh para selibater Jesuit dalam menempuh program pemurnian dan peneguhan pilihan sebagai imam atau pastor. Para calon romo (frater) dapat menempuh jarak sampai dengan 450 kilometer dengan berjalan kaki dan dengan fasilitas yang terbatas.
Di kelas XI, para siswa mengikuti program live-in di keluarga dengan kondisi tertentu. Pada pengalaman Daniel Lintang, ia tinggal dan bekerja di keluarga pengupas kerang hijau di daerah pasang-surut di Muara Karang, Jakarta. Daniel sempat bercerita bahwa kakinya sudah hampir kram karena duduk selama lebih dari dua jam di bangku kayu kecil untuk mengupas kerang hijau.Â
Pada kelas XII nanti, Daniel akan mengikuti program magang di bidang sesuai yang diminatinya. Dalam usaha membantu memahami dinamika kehidupan, siswa diajak untuk menyadari bahwa pilihan-pilihan harus diambil secara bebas dan bertanggung-jawab. Pertama untuk dirinya sendiri. Dan, kedua untuk masyarakat. Pada gilirannya kedua pilihan itu adalah sebuah rangkuman usaha yang dipersembahkan kepada Tuhan.
Secara lebih jauh, siswa diajak untuk menyadari bahwa mereka adalah bagian dari dunia di mana mereka berada dan bersatu dengan semua keriuhan dinamika yang terjadi.
Irisan Siswa-Guru-Orangtua
Seluruh proses pembelajaran tentu tidak sepenuhnya dapat dibebankan kepada siswa dengan melahap semua kurikulum yang diberikan melalui para guru, di satu sisi. Pada sisi yang lain, orangtua juga diharapkan untuk tidak sekedar memberikan faslitas tanpa keterlibatan yang lebih intens pada proses pembelajaran itu sendiri.
Irisan di mana siswa-guru-orangtua bersinggungan dipetakan dan diwadahi dalam program Spiritualitas Igantian for Parents. Selama sepuluh sesi pertemuan untuk sekali sesi dalam sebulan, orangtua diajak oleh para Jesuit untuk juga memahami tahapan-tahapan pembelajaran yang ditempuhalami oleh para siswa.
Irisan siswa-guru-orangtua sepertinya adalah bagian kritis lain yang seyogyanya digarap secara lebih intens dalam tahap penyelenggaraan pendidikan di tingkat SLTA. Dengan perhatian yang lebih intens pada irisan siswa-guru-orangtua dapat diharapkan akan meminimalisir dampak negatif dari masa transisi siswa dimana banyak peristiwa baru yang dialami dan tanggung-jawab besar atas pilihan-pilihan bagi masa depannya.Â
Secara ideal siswa memang diharapkan akan bertumbuh dan menjadi pribadi yang utuh. The whole person.