Kenali Kotanya dengan Lalu-lintasnya
Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta juga seperti sedang menggeliat dari tidurnya dibawah Gubernur Basuki. Setelah era Gubernur Sutiyoso dan Gubernur Fauzi juga hanya mengelola secara normatif.
Kota seperti Jakarta yang semestinya menjadi lebih asesibel bagi warganya juga perlu dibangun dengan terobosan-terobosan. Pola manajerial normatif terbukti tidak membawa Jakarta menjadi kota yang lebih baik dalam penyelenggaran dirinya.
Ada ungkapan yang menyatakan bahwa untuk mengenali apakah sebuah kota terkelola dengan baik atau tidak adalah dengan mengenali keadaban berlalu-lintasnya.
Situasi ini rupanya ditangkap dengan sangat baik oleh Gubernur Jokowi dan dilanjutkan oleh Gubernur Basuki. Sinergitas pasangan ini telah membawa perubahan yang signifikan dan harapan yang menjanjikan bagi Jakarta yang lebih baik di masa depan.
Pola transportasi publik dalam skema Mass Rapid Transportation (MRT), yang selama bertahun-tahun hanya menjadi diskusi dan mimpi, direalisasikan oleh beliau berdua. Meskipun masih harus bersabar karena proses pembangunan, pengalihan dari transportasi privat ke transportasi publik diyakini akan membawa dampak yang sangat signifikan bagi efisiensi mobilitas kota.
Disamping transportasi, kualitas layanan birokrasi dan pengelolaan lingkungan yang semakin baik juga memberi harapan besar bagi Jakarta yang lebih asesibel.
Pasar Tanpa Seleksi
Pengelolaan kota secara normatif oleh beberapa gubernur setelah Gubernur Sadikin sampai sebelum Gubernur Jokowi telah menciptakan Jakarta menjadi seperti pasar tanpa seleksi.
Jual-beli perijinan pembangunan oleh birokrasi pemerintahan yang merusak keseimbangan ekosistem kota, pelayanan birokrasi yang menjengkelkan serta banjir yang semakin memburuk dari tahun ke tahun menghadirkan Jakarta sebagai kota yang semakin merimba.
Kembali ke Semangat Awal