Mohon tunggu...
Adrian Diarto
Adrian Diarto Mohon Tunggu... Petani - orang kebanyakan

orang biasa. sangat bahagia menjadi bagian dari lansekap merbabu-merapi, dan tinggal di sebuah perdikan yang subur.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Yogya Istimewa, Karena Masa Lalu atau Demi Masa Depan?

8 September 2016   01:38 Diperbarui: 9 September 2016   21:53 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: sindonews.com

Kerendahan hati dan kebesaran jiwa Raja Ngayogyakarta Hadinigrat Sri Sultan Hamengkubuwono IX sangat melegenda.

Salah duanya adalah peristiwa ketika beliau diminta mengangkat dagangan oleh seorang pedagang di sebuah pasar dan bersedia ditilang oleh seorang polisi karena pelanggaran peraturan lalu-lintas.

Pada peristiwa pertama menunjuk buktikan dan memberi jelaskan tentang kerendahan hati dan semangat keberpihakan pada rakyat yang dicintai. Bagaimana seorang Raja yang demikian berkuasa ‘bersedia disuruh’ oleh rakyatnya. 

Padahal dengan satu kalimat saja beliau dapat membuat pedagang itu terduduk di tanah sambil tertunduk begitu dalam dengan muka mendekati kakinya yang bersimpuh. Belakangan si ibu pedagang memang langsung pingsan ketika diberitahu bahwa beliau adalah Sang Raja.

Pada peristiwa kedua, menyuri-teladankan ketaatan beliau pada peraturan ketata-negaraan sebagaimana seharusnya. Meskipun mengecap pendidikan a la Barat, ke-Jawa-an beliau tetap termaknai secara penuh. Pada waktu berikutnya, sang polisi dipanggil ke Yogyakarta untuk mendapat tanggung jawab yang lebih besar sebagai ungkapan apresiatif.

Tetap menjadi pelestari nilai-nilai luhur adat dan budaya Jawa adalah juga bagian dari ke-Indonesiaan dalam konsep Bhineka Tunggal Ika. Bilakah Yogyakarta akan tetap menjadi istimewa di masa depan?

Peran Hebat di Masa Lalu

Dalam genre musik pop, Katon Bagaskara dari grup musik Kla menciptakan lagu berjudul Yogyakara sebagai salah satu masterpiece-nya dalam mengarang lagu pada tahun 1991. KLa sendiri terbentuk pada tanggal 23 Oktober 1988. Bagi yang belum pernah tinggal di Yogya dan menyukai lagu tersebut, mungkin lagu tersebut menarik dari sisi aransemen dengan lirik yang puitis dan kuat.

Sumber Gambar: mynitepat.blogspot.com
Sumber Gambar: mynitepat.blogspot.com
Bagi yang pernah atau masih tinggal di Yogyakarta, lagu tersebut  dapat terasa lebih menyentuh karena mampu menghadirkan Yogyakarta secara pas dalam sebuah lagu. 

Lagu dihayati tidak saja sebagai hasil dari sebuah gubahan, tetapi dapat juga merupakan sebuah manifestasi dari perjalanan hidup bersama dalam sebuah kota. Bagaimana sebuah kota dihidupi dan menghidupi.

Selokan Mataram yang menyatukan-peran dua sungai besar Opak di bagian timur dan Progo di sebelah barat Daerah Istimewa Yogyakarta dan membentang sepanjang lebih dari 30 kilometer dan mengair-suburkan lebih dari 33.000 hektar sawah yang sebelumnya bertipe tadah-hujan adalah juga merupakan bukti lain kejeniusan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dalam bersikap taktis melawan penjajah Jepang yang sedang menerapkan sistem kerja-paksa untuk kepentingan penjajahan pada waktu itu.

Secara politis, kejeniusan beliau dalam mendukung-kuatkan Negara Republik Indonesia juga dapat disebut luar-biasa.

Jauh sebelumnya, pada masa peradaban Mataram Kuno, Yogyakarta memiliki Lembah Kewu yang sangat kaya secara budaya. Membentang dengan batas Gunung Merapi di bagian utara sampai dataran rendah Bantul di sisi selatan, dari lembah Bengawan Solo di bagian timur sampai perbukitan Menoreh di sebelah barat.

Menurut referensi, bersama dengan Dataran Tinggi Dieng dan Dataran Kedu, Lembah Kewu atau yang lebih dikenal dengan Dataran Prambanan merupakan lansekap vulkanik yang sangat subur dan menjadi segitiga peradaban Jawa Kuno yang begitu menakjubkan di bagian tengah Pulau Jawa. 

Meskipun mungkin tidak sepenuhnya pas, Candi Borobudur yang berbentuk bunga teratai mekar di tengah danau purba menjadi titik keseimbangan keindahan bentangan segitiga lansekap budaya adiluhung yang hanya dapat dilihat secara nyata oleh pelintas bentang waktu yang sangat panjang.

Sekadar menyuplik contoh, Candi Kedulan yang didirikan di pinggir pertirtaan yang bening sangat mungkin begitu elok dan menawan. Menjadi tempat yang demikian istimewa untuk bersemadi meletak baringkan jiwa serta memuja-sembah-luhurkan Tuhan Allah Semesta Alam.

Sumber Gambar: jogjaland.net
Sumber Gambar: jogjaland.net
Atau Candi Prambanan yang berdiri agung di pinggir Sungai Opak yang mengalir bening dengan suplai air yang melimpah dari perdikan-perdikan subur-indah-surgawi di lembah vulkanis Merapi yang pada waktu itu masih sangat terjaga keseimbangannya. 

Tidak diperlukan teknologi perekaman gambar berupa foto untuk hanya menampilkan keindah-elokan dengan tipuan teknis pengambilan gambar dengan bantuan rekayasa. Hanya diperlukan hati yang luas-tulus dan penuh sujud-syukur-terima-kasih telah diletak-baringkan jiwa-raganya di kehijauan lansekap yang amat mempesona dan dapat menikmati semuanya sebagai bagian dari samudera waktu.

Bila disatu-bukukan, kekayaan budaya yang lahir dari rahim Yogyakarta yang terbentang luas dan panjang dalam susuran waktu dapat menjadi sebuh buku yang demikian tebal dan mengharu-biru.

Posisi Sentral di Masa Kini

Kemacetan arus lalu-lintas pada hari-hari libur perayaan keagamaan dan liburan sekolah dapat menjadi penanda betapa Yogyakarta sangat istimewa. Di mana pendatang yang menempuh ratusan atau mungkin ribuan kilo perjalanan berkumpul di suatu tempat pada suatu waktu. Penuhnya kamar-kamar hotel dan restoran-restoran cepat saji dapat juga dipakai sebagai penanda lanjutan.

Sumber Gambar: Jogja.co
Sumber Gambar: Jogja.co
Tetapi Yogyakarta tidak hanya hadir di hotel berbintang dan restoran cepat saji. Yogyakarta adalah juga terjiwai di lorong-lorong kampung yang bersahaja. Di mana orang bertemu, bertutur dan bertukar cerita.

Yogyakarta adalah juga ruang-ruang kelas. Semenjak era Ki Hajar Dewantoro, Yogyakarta merupakan sebuah persemaian keilmuan. Dengan sekitar 15 Universitas, 19 Sekolah Tinggi dan 6 Akademi/Politektik, Yogyakarta terasa cukup sesak dengan intitusi pendidikan. Itupun tidak dihitung-jumlahkan dengan TK/PAUD, Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah.

Gabungan antara sejarah hebat yang sangat kaya dengan nilai (value) di masa lalu dan peran penting di masa sekarang yang juga menjadi tempat persemaian nilai (value)  menjadikan Yogyakarta sebagai perpaduan yang tidak tergantikan oleh wilayah lain di Indonesia.

Aktualisasi Peran untuk Masa Depan

Dengan sisa luas sawah produktif di kota Yogyakarta saat ini di angka 65 hektar atau menyusut dari tahun lalu yang berada di angka 71 hektar, bila pengurangan berlangsung tetap maka lahan sawah produktif dalam waktu tidak lama akan hilang.

Tidak saja terkait dengan ketersediaan bahan pokok pangan, tetapi bagian yang juga signifikan adalah kebutuhan akan tempat tinggal yang tidak mungkin tidak bertumbuh.

Dari sisi ini pemerintah rasanya tidak bertindak cepat dan strategis dengan misalnya membangun rumah susun lebih banyak sehingga ruang terbuka hijau dapat semaksimal mungkin dipertahankan. Syukur-syukur bertambah. Keseimbangan yang dapat  terganggu secara serius dalam waktu tidak lama.

Terdapat juga masalah-masalah  lain. Drainase kota yang semakin kedodoran. Sampah visual yang sudah lama meresahkan para pemerhati kota. Rekayasa lalu-lintas dengan memperbanyak arah lintas satu arah juga terkesan insidental dipikirkan, padahal kota semakin padat-merayap. 

Dan pada banyak kesempatan kemacetan membutuhkan waktu lebih panjang untuk dapat terurai. Tentang lalu-lintas ini juga menjadi masalah jamak perkotaan di Indonesia ketika titik selisih antara panjang jalan dan jumlah kendaraan semakin mengecil. Belum lagi masalah-masalah sosial.

Sumber Gambar: sindonews.com
Sumber Gambar: sindonews.com
Secara kualitas sumber daya manusia, Yogyakarta mungkin merupakan salah satu yang terbaik di Indonesia. Banyak pakar dari berbagai bidang kajian ilmu yang tinggal dan mengembangkan keahliannya di Yogyakarta. Selain itu para pakar itu juga berpartisipasi mengembangkan kota-kota lain.

Pertanyaan umum yang dapat muncul adalah apakah sudah terwujud sinergitas antara pemerintah dan para pakar hebat tadi. Atau ada persoalan kemana dan seperti apa kota Yogyakarta akan dibawa-wujudkan di masa depan. Tentu dalam konteks asesibilitas kota yang lebih baik bagi penduduknya.

Dengan pelibatan para pakar, masalah-masalah yang muncul di Yogyakarta mestinya secara sistematis dapat direduksi secara optimal. Keraton sebagai pengemban kebudayaan yang penting  sebagai bagian dari sejarah panjang Yogyakarta pastilah juga menghadapi tantangan yang semakin kompleks dan tidak mudah. 

Pada era yang sangat informatif saat ini, konflik kecil di lingkungan kerabat keraton dapat muncul di pemberitaan secara lebih dominan dibandingkan dengan usaha-usaha panjang  yang telah dan sedang dilakukan untuk melestarikan budaya.

Kiranya kharisma Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan segenap sumbangsihnya yang luar-biasa, tidak saja bagi Pemerintah Indonesia tetapi juga bagi perkembangan peradaban kemusiaan, bukan merupakan puncak sejarah eksistensi keraton Ngayogyakarta Hadinigrat karena masih akan dilanjut-teruskan oleh para generasi sesudahnya.

 

Artikel terkait :  http://www.kompasiana.com/diart/seyogyanya-bersikap-yogya-di-yogyakarta_578736f0999373ee040db236 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun