Mohon tunggu...
Diar Ronayu
Diar Ronayu Mohon Tunggu... Lainnya - Blogger dan Youtuber

Video creator di Channel YouTube Mama Unakira, sesekali menulis di unakira.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perilaku Cerdas Sektor Rumah Tangga di Era Pendemi

30 Juni 2020   19:03 Diperbarui: 30 Juni 2020   18:53 229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sudah nimbun sembako, Ted? Siap - siap lho, kalau di lockdown kayak Wuhan.", pesan ibu mertua kepada suami, ketika virus corona mulai merebak di Indonesia.

Jujur saja, saya pun memikirkan hal serupa.

Saya kira reaksi kami cukup beralasan. Mengingat ibu mertua tinggal di Jakarta, kota tempat awal mula Covid-19 di Indonesia bermula. Sementara saya tinggal di Bogor, tak jauh dari Jakarta.

Dari berita yang saya simak, kebijakan lockdown umumnya diterapkan oleh negara yang terkena Covid-19 untuk menekan penyebaran virus. Dan kebijakan itu membuat masyarakat tak bisa  bergerak leluasa seperti biasanya. 

Melihat ketidakpastian kondisi  saat wabah Covid-19 mulai menyelimuti Indonesia, maka reaksi spontan yang dipikirkan oleh seorang ibu yang kesehariannya di dapur seperti saya, tentu saja mengamankan kebutuhan pangan terlebih dahulu.

Tapi lain lagi dengan reaksi suami yang malah berhitung asset. Katanya, negara - negara yang terkena Covid-19, lambat laun akan mengalami perlambatan ekonomi, yang bisa saja mengarah ke krisis.

Dan di masa krisis, ada istilah cash is king. Itu sebabnya walau sudah menyimpan dana darurat, suami menimbang - nimbang untuk mencairkan investasi reksadana yang nilainya mulai tergerus. Dimana hal ini merupakan salah satu indikasi bahwa perekonomian mulai memburuk. 

Saya banyak berdiskusi dengan suami tentang dampak Covid-19 di masa depan. Salah satunya andai terjadi resesi, takutnya krisis kemanusiaan juga turut mengiringi. Seperti kasus penjarahan hingga rasisme yang telah tercatat dalam sejarah krisis 1998 lalu.

Tahu sendiri kan asal muasal Covid-19 ini darimana?

Masalahnya, suami saya berkulit putih dan bermata sipit. Meski lahir dan besar sebagai orang Jawa,  banyak yang mengira ia orang Tionghoa. Jadi, saya sempat khawatir kalau suami mendapat perlakuan tak menyenangkan gara - gara Covid-19 ini. 


Di tengah beribu rasa cemas, untungnya pemerintah menenangkan publik dengan menjanjikan yang terbaik dalam penanganan wabah, dan menjamin pasokan sembako tetap aman.

Seruan agar tetap tenang dan positif juga banyak datang dari lingkaran pertemanan. Sehingga saya dan suami segera tersadar untuk tidak panik berlebihan, percaya pada pemerintah, sambil terus berdoa agar semuanya baik - baik saja. 

Sayangnya tidak semua orang bisa tenang dalam menghadapi ketidakpastian krisis kesehatan yang ada di depan mata. 

Buktinya, Indonesia sempat  dilanda panic buying sehingga menyebabkan kelangkaan barang yang banyak dicari pada awal pandemi seperti masker, handsanitizer dan vitamin. 

Gara - gara panic buying ini, saya termasuk yang tak kebagian 3 produk itu. Tapi sedihnya, tenaga kesehatan yang sungguh membutuhkan juga kesulitan mendapatkannya. 

Yang seharusnya bisa mengakses alkes dengan mudah, malah harus berebut dengan masyarakat yang panik, dan berhadapan dengan pedagang nakal yang menimbun dagangan demi keuntungan pribadi.

dok.pribadi
dok.pribadi

'Cuma' panic buying, tapi bisa berujung inflasi dan kelangkaan barang. Itu sebabnya orang awam juga ternyata perlu sedikit paham ilmu ekonomi. Agar di situasi yang penuh dengan ketidakpastian seperti ini, kita bisa cerdas berperilaku. 

Meski keadaan relatif terkendali, pada akhirnya, pandemi Covid-19 memang berdampak pada banyak hal. Kebijakan PSBB yang diterapkan untuk menekan laju penyebaran virus, membuat lumpuh beberapa sektor bisnis dan UMKM, sehingga 3 juta karyawan terkena PHK karenanya (data Kementerian Ketenagakerjaan, Juni 2020).

Imbasnya, pertumbuhan ekonomi RI turun ke angka 2.7 % pada kuartal pertama tahun ini (data nangkring Webinar BI). 

Pertumbuhan ekonomi yang melesu ini juga dialami negara - negara lain di dunia. Tapi untungnya kita memiliki Bank Indonesia dengan kebijakan makroprudensialnya yang akomodatif dalam menjaga Sistem Stabilitas Keuangan (SSK). Sehingga ekonomi RI tidak terjerembab begitu dalam.

Lalu, apa itu kebijakan makroprudensial?

Jika mikroprudensial berfokus pada kesehatan individu lembaga keuangan, maka makroprudensial berfokus pada sistem keuangan secara keseluruhan. Kebijakan makroprudensial berfungsi untuk mencegah resiko sistemik yang timbul karena tumbangnya salah satu sektor keuangan, sehingga meminimalisir terjadinya krisis yang semakin mengacaukan perekonomian.

Ibarat hutan, dimana pohon adalah elemen sistem keuangannya, maka tugas BI terkait kebijakan makroprudensial adalah menjaga ekosistem hutan. Agar ketika 1 pohon terbakar, tidak merambat ke pohon lain dan mengakibatkan kebakaran hutan (resiko sistemik).

dok.pribadi
dok.pribadi

Kebijakan makroprudensial sendiri sifatnya countercyclical atau berkebalikan dengan trend siklus keuangan yang sedang berjalan.

Misalnya ketika pertumbuhan kredit atau pertumbuhan ekonomi terlalu tinggi, maka BI akan menaikkan porsi uang muka kredit agar pembiayaan tidak kebablabasan.

Demikian pula sebaliknya. Jika perekonomian melesu, maka BI akan menurunkan porsi uang muka kredit untuk menarik kreditur dan memicu gairah ekonomi kembali. Seperti kebijakan relaksasi LTV (Loan to Value) hingga 100%, atau pembayaran DP 0% yang sudah dikeluarkan BI saat ini.

Kebijakan makroprudensial lain yang dikeluarkan BI untuk masyarakat di masa pandemi ini yaitu, kebijakan relaksasi kartu kredit kepada nasabah yang terdampak Covid-19. Dengan pengurangan bunga dan pemangkasan denda, maka kebijakan ini diharapkan dapat mencegah gagal bayar yang bisa menyebabkan kredit macet.

dok.pribadi
dok.pribadi

Yang perlu kita pahami selanjutnya adalah, setiap sektor memiliki perannya masing - masing dalam membantu negara dalam menjaga SSK. Mulai dari Bank, institusi keuangan non bank, korporasi, pasar keuangan, infrastruktur keuangan, hingga sektor rumah tangga.

Sedangkan bagi saya dan keluarga selaku sektor rumah tangga, perilaku cerdas inilah yang bisa kami lakukan di tengah ketidakpastian agar makroprudensial aman terjaga.

Menaati Seruan Pemerintah

Perilaku cerdas pertama yang kami lakukan adalah tetap tenang dan mematuhi protokol kesehatan yang diserukan pemerintah. Yaitu jaga jarak, cuci tangan, memakai masker saat berkegiatan di luar. Serta menjaga kesehatan dengan makan makanan bergizi seimbang dan berolahraga. 

Sayangnya saya masih mendapati mereka yang acuh tak memakai masker saat di jalan. Sementara, jumlah pasien positif Covid-19 masih terus saja bertambah. Saya harap, kita semua bisa saling menjaga dengan disiplin dalam hal ini, demi kesehatan bersama.

Preventif Namun Tetap Bersikap Wajar

Tindakan preventif yang saya lakukan di tengah ketidakpastian ini adalah banyak menabung. Serta menunda konsumsi belanja yang sifatnya tidak mendesak, seperti membeli pakaian atau mereparasi sofa yang sudah mulai robek disana sini.

Namun karena hidup terus berjalan, maka saya juga tetap bertransaksi ekonomi secara wajar untuk memenuhi kebutuhan.

Menyaring informasi serta tidak ikut memperburuk situasi

Pada saat krisis biasanya banyak isu yang berkembang. Misalnya spekulasi mata uang atau isu kolapsnya Bank.

Bayangkan jika kita termakan isu tertentu, lalu melakukan tindakan impulsif, seperti ramai - ramai menarik reksadana, menjual saham atau menarik dana tabungan di Bank karena ketidakpercayaan pada Bank (rush money).

Misalnya pada kasus rush money seperti yang terjadi di bank Banten bulan April lalu. Yang selanjutnya terjadi, bank akan mengalami kesulitan likuiditas. Jika terus berlanjut, aktivitas operasional seperti penyaluran kredit akan terganggu. Dan hal ini dapat menghambat pertumbuhan sektor bisnis dan perputaran roda ekonomi.

dok.pribadi
dok.pribadi

Yang saya lakukan ditengah simpang siur arus informasi yang beredar adalah memilah informasi dengan benar. Serta tidak ikut melakukan aktivitas yang dapat merugikan perekonomian, seperti memborong mata uang asing.

Menghidupkan Perekonomian di Sekitar

Tidak seperti sebelum pandemi. Kini, setiap hari ada saja yang menawarkan dagangan di aplikasi perpesanan grup ibu - ibu warga perumahan. Mulai dari sembako, cemilan, frozen food, tas, baju, hingga masakan rumahan.

Saya tak bisa memastikan apakah anomali ini sebagai bentuk kreatifitas selama pandemi atau karena ekonomi rumah tangganya terdampak Covid-19. Namun sebagai warga perumahan, langkah kecil yang bisa saya lakukan adalah membeli dagangan tetangga sendiri.

dok.pribadi
dok.pribadi

Selain itu, saya juga kini lebih memilih untuk belanja sayur, sabun, telur di toko kelontong atau warung sekitar perumahan sambil memperhatikan protokol kesehatan. Dari sini saya baru sadar, ternyata kebutuhan sehari - hari keluarga masih bisa terpenuhi tanpa harus ke supermarket yang letaknya di pusat kota. 

Langkah ini, saya harap bisa membantu mereka yang barangkali terdampak Covid-19, sekaligus menjaga perekonomian di sekitar lingkungan tetap hidup.

Belanja Secara Online

Seruan di rumah saja, membuat aktivitas ekonomi keluarga kami juga banyak berubah. Yang sebelumnya sering jalan dan jajan, akhirnya terpaksa kulineran  online.

Untungnya, banyak warung makan dan restoran yang sudah go digital, bahkan menjual produknya dalam bentuk frozen food. Sehingga kami masih bisa menikmati bakso atau bebek goreng resto kesayangan walau hanya dirumah saja.

dok.pribadi
dok.pribadi

Belanja online menjaga roda ekonomi tetap berputar di tengah pandemi, sekaligus mengurangi resiko penularan Covid-19, karena meminimalisir kontak antara penjual dan pembeli.

Dan kenyataannya tren belanja online di masa ini memang naik signifikan.

Melihat fenomena tersebut, memang sudah saatnya bagi pebisnis kuliner atau UMKM lainnya agar adaptif dan bergerak secara digital dengan memanfaatkan sosial media, website atau sarana digital lainnya. Agar usaha bisa bertahan, sekaligus meluaskan jangkauan pasar.

Gerak digital para pengusaha tentunya akan mendorong perkembangan ekonomi digital di Indonesia terus bertumbuh di tengah ketidakpastian, sekaligus menjaga SSK.

Produktif di rumah

Selama dirumah saja, banyak hal produktif yang bisa dikerjakan daripada hanya sekedar rebahan. Kita bisa belajar hal - hal baru untuk meningkatkan skill, atau belajar buka usaha bagi mereka yang kehilangan pekerjaan.

Saya sendiri memanfaatkan waktu yang sekarang kebanyakan hanya dirumah saja dengan berkebun sayuran, yang tampaknya mulai ngetren di masa pandemi. 

Bibit, pupuk, media tanam dan peralatan berkebun saya beli secara online. Kemudian saat berkebun, saya juga mengajak anak - anak untuk mengisi waktu luang mereka.

dok.pribadi
dok.pribadi

Yang saya rasakan, aktivitas berkebun itu banyak manfaatnya. Antara lain :
1. Membakar kalori.
2. Mengurangi stress
3. Mengalihkan pikiran dari berita negatif tentang Covid-19.
4. Hati senang dan bahagia saat memanen hasil kebun sendiri.
5  Menciptakan ketahanan pangan dirumah.

***

Bantu negara jaga SSK dengan berperilaku cerdas yuk! Serta jangan lupa untuk senantiasa berdoa kepada Yang Maha Kuasa, agar kita semua bisa melewati ujian ini bersama - sama.

Tetap sabar dan semangat ya!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun