Pada Januari 2018 lalu, We Are Social Media merilis hasil penelitian yang menyebutkan bahwa, dari 132,7 juta pengguna internet (netizen) di Indonesia, tercatat 130 juta orang yang terbilang aktif di media sosial.
Layanan media sosial ini memungkinkan para netizen melakukan praktik jurnalistik dengan berbagi beragam konten, berita dan informasi seputar apa saja.
Netizen jurnalis istilahnya.
Masalahnya tak semua netizen paham soal etika jurnalistik atau melek literasi digital. Opini dibuat hanya berdasar asumsi yang minim fakta dan data. Berita yang membuat hati senang dan puas saat membacanya langsung disebar begitu saja tanpa dicek kebenarannya.
Akibatnya media sosial seperti hutan belantara yang penuh racun dan duri. Jika tak pandai memilah, salah - salah kita terpapar informasi yang salah kaprah, bahkan ikut serta menyebarkan dan menyuburkannya.
Tingginya pengguna media sosial di Indonesia, tentunya turut meningkatkan resiko penyebaran konten negatif yang berisi ujaran kebencian atau berita palsu (hoax). Akibatnya, simpang siur berita di media sosial tak jarang jadi ajang debat kusir berkepanjangan antar 2 kubu yang saling berseberangan dalam mencerna satu berita.
Semburan hoax yang beredar tanpa kontrol di media sosial belakanganan ini ibarat virus yang bisa menyebar dengan cepat dan menjangkiti siapa saja. Dari media sosial berpindah ke aplikasi chatting, lalu berakhir dengan bisik - bisik di pasar dan pinggir jalan.
Pada musim Pemilu 2019 yang tensinya mulai terasa meninggi ini, siapapun rentan terpapar hoax. Apalagi hoax memiliki karakteristik berita yang muatannya mengaduk - aduk emosi. Judul beritanya mencengangkan, dengan konten yang menimbulkan keresahan, prasangka dan keragu - raguan.
Siapa yang diuntungkan oleh hoax? Segelintir oknum saja. Segelintir oknum yang sengaja memanfaatkan hoax demi kepentingan pribadi dan golongannya.
Dalam konteks pemilu, eksistensi hoax sangat mencederai iklim demokrasi di Indonesia yang seharusnya didasarkan oleh semangat kekeluargaan untuk mewujudkan keberlanjutan pembangunan nasional. Oleh karenanya, yuk jaga diri kita dari serangan hoax. Agar pemilu 2019 ini berjalan dengan damai dan beradab.
BAHAYA HOAX
Pertengahan tahun 2018 lalu. Jagat dunia maya digegerkan dengan kematian seorang insinyur salah satu start up ternama. Mohammad Azam  namanya. Tanpa alasan jelas, Mohammad Azam yang sedang dalam perjalanan mengunjungi kerabatnya di sebuah desa dituding sebagai penculik anak dan dikeroyok dengan membabi buta. Tanpa bisa membela diri, ia akhirnya menjadi korban keganasan massa yang tak dapat membedakan mana berita nyata dan mana berita hoax.Â