Mengungkapkan kasih sayang dalam keluarga memang bisa dilakukan kapan saja. Tapi melakukannya di momen yang tepat akan mengukir kenangan yang begitu mendalam dan berkesan di hati. Apalagi jika kita rutin melakukannya.
Merayakan bulan penuh kasih sayang dengan bancaan
Februari dan maret selalu jadi waktu yang ditunggu. Bukan hanya soal hari kasih sayang saja, tetapi ada 2 hari spesial lainnya yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Yaitu hari ulang tahun suami yang jatuh pada tanggal 5 Maret, dan ulang tahun si sulung Kirana pada tanggal 9 Maret.
3 momen yang jaraknya berdekatan itu membuat Februari - Maret selalu menjadi bulan penuh kasih sayang bagi keluarga kami.Â
Biasanya kami merayakan 3 momen ini dengan berlibur ke luar kota, menginap di hotel, serta makan - makan di restoran. Kalau lagi pingin ngirit ya cukup berjalan - jalan ke tempat wisata yang ada di sekitar kota tempat tinggal kami saja, kota Bogor. Namun ada satu agenda yang wajib dilakukan dan tak boleh terlewat. Yaitu bancaan.
Kenapa dipilih menu utama ayam, bukan kambing atau sapi yang lebih prestisius? Karena dalam masyarakat Jawa kuno, ayam selalu hadir dan memberi beragam kebermanfaatan dalam kehidupan tradisional mereka.Â
Seperti pemandangan yang selalu kuingat belasan tahun lalu ketika berlibur ke rumah simbah yang tinggal di desa Baye kota Kediri, dimana hampir setiap rumah memiliki kandang ayam. Setiap pagi ayam jantan berkokok, bersahut - sahutan membangunkan penduduk desa. Telur yang mereka makan, ayam yang mereka masak, semuanya berasal dari kandang sendiri. Kotoran ayam pun tak ketinggalan dimanfaatkan sebagai pupuk kandang untuk tanaman.
Dalam perjalanannya bancaan banyak mengalami modifikasi. Contohnya saja saat bancaan hari kelahiran (weton) simbah putri bertahun - tahun silam. Tidak ada lagi ritual - ritual khusus, tidak pula mengundang orang sekampung. Tapi cukup tumpengan saja kemudian membagi - bagikannya ke para tetangga dalam bentuk besek, atau yang dikenal dengan berkat. Harapannya orang - orang yang dikirimi berkat tetap memberikan doanya pada yang mengirim berkat.Â
Meskipun masih ada yang melestarikan, namun jaman sekarang ini sepertinya  sudah tidak banyak lagi yang mengadakan bancaan seperti model jaman dahulu. Menyesuaikan dengan perkembangan jaman, bentuk perayaan atau selamatan di hari - hari spesial masa kini juga menjadi semakin modern.Â
Aku sendiri masih 'agak' melestarikan budaya ini di keluargaku, dimana bancaan ala keluarga memang sedikit berbeda dengan bancaan yang otentik. Tidak sampai mengundang tetangga dan handai taulan, tapi cukup keluarga kecil kami saja. Tidak harus menu nasi kuning dengan ayam ingkung, tapi dengan menu yang juga menyesuaikan selera keluarga, dengan bentuk ala kadarnya.Â
Kelihatannya memang repot dan banyak perintilanya ya? Apakah aku membuatnya sendiri? Tidak juga. Yang kami cari dalam momen bancaan ini bukan proses memasaknya, jadi ada sebagian menu yang aku buat sendiri, sebagian lainnya aku beli di warung. Mau terima beres pesan ke tukang catering juga sah - sah saja sebenarnya. Karena yang terpenting adalah nilai dan kebersamaannya, juga doa - doa dan harapan yang terpanjat pada saat itu.
Jika sehari - hari kami makan bersama dengan duduk manis di meja makan dimana masing - masing orang memiliki piringnya sendiri untuk makan, maka saat bancaan kami makan dalam satu nampan. Pulukan (makan pakai tangan), keroyokan, sambil suap - suapan. Syarat lainnya adalah, makanannya harus habis tak boleh bersisa. Kalau urusan yang satu ini sih biasanya kuserahkan pada pak suami, hahaha.
Dalam setahun paling tidak keluargaku bisa sampai 3 kali mengadakan bancaan. 2 lainnya tentu saja saat ulang tahunku dan ulang tahun si kecil Aruna. Bagiku ini momen yang selalu berkesan. Seru sekali melihat 2 gadis kecilku yang berebut menyuapi ayahnya, atau melihat mereka suap - suapan. Biarpun berakhir acak - acakan seperti ajang pertempuran, tapi hatiku senang.
Menciptakan keluarga yang harmonis dan rukun bukannya tanpa upaya. Justru butuh usaha lebih, sehingga meskipun riak - riak kecil menghiasi perjalanan keluarga kecil kita, momen - momen yang menghadirkan kehangatan keluarga selalu terukir di hati dan menjadi perekat keluarga.
Tak hanya bancaan, kami juga sering melakukan beragam aktivitas bersama di akhir pekan untuk merekam jejak kehangatan keluarga. Seperti jalan santai keliling komplek, belanja mingguan, bermain rumah - rumahan bersama anak, berenang, dan sebagainya. Ritme kerja suami yang selalu berangkat subuh pulang malam dari senin hingga jumat, membuat kami berusaha memaksimalkan waktu akhir pekan dengan sebaik - baiknya sebagai ajang family time.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H