Jeya melangkah masuk ke dalam kelas, meletakkan tasnya di meja untuk menjadi bantalan tidur. Rasanya waktu bergerak cepat, seakan Junkyu tidak merasakan kasurnya sejak sebulan yang lalu. Kegiatannya tidak berhenti, mulai dari hal kecil hingga acara besar yang berhari-hari.
Pundaknya terasa berat, tapi dirinya tau siapa yang bersandar pada tubuhnya. Suara perbincangan Kamila dan Hara membuatnya kian mengantuk, seakan suara tersebut adalah nyanyian penghantar tidur. Apalagi, Kamila dengan sengaja mengusap kepalanya.
"Je, jangan tidur" Teguran dari Hara membuat Jeya merengek pelan. Dirinya ingin tidur tanpa mendengarkan penjelasan guru.
"Ke UKS aja sana, nanti gua izinin" Itu suara Gamma yang memintanya untuk beristirahat di UKS.
Sepertinya Gamma sadar jika matanya terlihat memerah. Untung saja Gamma tidak memeriksa suhu tubuhnya, karena Jeya merasa jika dirinya akan demam. Tapi semoga saja tidak, Jeya malas mendengar ocehan Gamma.
Pada akhirnya UKS menjadi tempat paling tepat untuk beristirahat. Kamila , sebenarnya hanya mengantarnya saja, karena Jeya sendiri tidak suka di tunggu jika sedang beristirahat. Tak lama setelah Kamila kembali ke kelas, Yuda datang dengan minuman kesukaan temannya, karena sejujurnya Yuda juga ingin bolos pagi ini, berkedok menemani Jeya.
Mereka saling terdiam, Jeya yang berusaha untuk meredakan pusing di kepalanya dan Yuda yang sibuk dengan ponselnya. Sebenarnya ada yang menganggu pikirannya, terlebih ini tentang seseorang. Yuda bukan orang yang temperamental dan mungkin Jeya bisa mendapatkan jawaban yang ia inginkan.
"Yuda, soal Harris--"
"Jangan bahas tuh anak deh, mukanya udah jadi samsak sama Gamma" Sela Yuda.
Jeya kembali terdiam. Sejujurnya banyak hal yang ingin dirinya tanyakan kepada Yuda, perihal mantan kekasihnya. Tetapi, baik Yuda atau Gamma malah menyuruhnya diam dan tidak membahas tentang mantan kekasihnya tersebut. Terlihat dari sorot mata Yuda yang lebih tenang ketika nama Harris di sebut, Jeya memberanikan diri untuk kembali bertanya.
"Lukanya, banyak? Gamma bikin Harris marah nggak?"Â
Yuda mengangguk pelan, beranjak untuk duduk di samping Jeya. Pelukan Yuda membuat tangis yang Jeya tahan menghilang, tangisan pilu yang membuat Yuda menahan amarah. Beruntung Gamma tidak ikut ke UKS, bisa bahaya.
"Nggak ada perselingkuhan yang pantas di maafkan, Jeya" Lirih Yuda "Termasuk kelakuan Harris ke lu. Sudah selingkuh, bohong, egois, toxic. Semua dia borong"Â
Semua perbuatan menyakitkan Harris, membuat Jeya tersadar. Tidak semua cinta itu berbalas, tidak semua rasa perlu dirasakan. Pada akhirnya hanya ia sendiri yang merasakan.
Harris berhasil membuatnya percaya, membuat Jeya bergantung padanya. Tanpa menyadari jika semua itu akan berbalik padanya. Saat rasa sayang memudar, tapi Harris enggan mengakhiri hubungan mereka.
Hari-hari manis mereka berubah menjadi perdebatan tanpa akhir, menyudutkan Jeya yang kebingungan. Pertanyaan berulang sering Jeya lontarkan 'Salahku apa?' dan Harris hanya diam seribu bahasa. Tidak ada jawaban pasti, semua hanya akal-akalan untuk menutupi kejahatannya.
Harris terlambat meyakinkan Jeya, memperbaiki yang salah dan kembali mencintai Jeya. Tangis itu membuat hatinya berdenyut sakit, seakan semua amarah Jeya menekan hatinya. Jeya terlalu baik untuk dirinya yang bodoh.
'Aku harap, tidak pernah bertemu kamu lagi, kak'
Perkataan tersebut menjadi akhir dari hubungan mereka dan Harris menyesali perkataannya sendiri.
"Maaf Kak Jeya, aku bodoh"Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H