Mohon tunggu...
Diar Herdyan
Diar Herdyan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

seorang pembelajar seumur hidup, sambil sesekali pesiar berwisata kuliner

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Misi Terakhir Azazil (12)

23 Januari 2015   23:12 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:30 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14220041111694023293

Cerita Sebelumnya : Misi Terakhir Azazil (11)

24

Bambang Jatmika baru saja menuruni tangga, kopi untuk tamu pun baru saja disuguhkan ketika sentakan suara senjata meraung merobek suasana sepi disekitar rumah tersebut.

Tidak ada satu pun yang bereaksi ketika itu. Semuanya hanya tertegun menatap kearah pintu depan yang menyekat ruangan dengan area luar.

Salakan senjata terdengar lagi. Kali ini Iptu Ajisaka cepat tanggap atas situasi. “Semuanya tiarap !!” Serunya sambil memandang Bambang Jatmika dengan mata terbelalak.

Bambang Jatmika masih tertegun ditempatnya berdiri. Dalam sekejap tiga orang tamunya sudah bergulingan mendekati dirinya. Ipda Gunawan segera meraih tangannya, mengajaknya untuk tiarap. Kini mereka berempat tiarap dibalik sofa disudut ruangan.

“Tiarap, pak. Ada serangan orang bersenjata…” desis Ipda Gunawan di telinga Bambang Jatmika. Tengkuk Bambang Jatmika terasa dingin ketika mendengar kata-kata Ipda Gunawan tadi.

Sekarang aku yang diincar !

Rentetan senjata lagi dan segera lampu padam. Gelap yang menyesakan mengisi ruang. Iptu Ajisaka yang telah mencabut pistolnya beringsut mendekat berusaha mengetahui apa yang sedang terjadi. Namun gelap yang mendadak telah menyulitkan matanya untuk melihat.

Terdengar langkah kaki yang terburu-buru mendekat. Iptu Ajisaka menoleh kearah Ipda Gunawan kemudian mengisyaratkan dia untuk melindungi Bambang Gunawan. Langkah itu kini terdengar dekat, sudah di ambang pintu.

Mendadak dari arah belakang terlihat Reza bergerak menuju pintu depan dengan mata menyalang. Ipda Gunawan yang melihatnya berseru kaget, “Hey, jangan keluar !”

Dentuman senjata menyalak dengan ganasnya. Reza bergerak tiarap mengikuti refleksnya. Si bayangan hitam tampaknya belum puas, ia kembali menembakan senjatanya keseantero ruang tamu. Busa dari sofa koyak tercabik-cabik, kaca lemari kayu disudut pecah berantakan dilantai usai diterjang peluru. Samar dari lantai dua terdengar suara jeritan perempuan.

Iptu memandang bergantian kearah Ipda Gunawan dan Agustian, “Bawa dia segera ke atas. Aku lindungi dari sini !” desisnya sementara tangannya mantap menggenggam pistol. Keduanya mengangguk, Agustian menggamit lengan Bambang Jatmika sementara Ipda Gunawan telah bersiap dengan pistolnya. Kini keduanya menunggu komando Iptu Ajisaka.

“Siap ?”

Keduanya mengangguk mantap.

Secepat kilat Iptu Ajisaka keluar dari balik sofa. Kemudian dengan cepat ia menembakan pistolnya beberapa kali kearah kemungkinan bayangan hitam itu berdiri. Si bayangan hitam tersentak ketika sebuah peluru menerpa pilar pintu dekat tempat ia berdiri, kemudian ia pun menghilang sembunyi dibalik pintu.

Tanpa menunggu lebih lama Ipda Gunawan segera bergerak dibarengi oleh Agustian yang memapah Bambang Jatmika yang gemetaran menuju kearah lantai. Agustian terus bergerak naik keatas bersama Bambang Jatmika sementara Ipda Gunawan menunggu di anak tangga terbawah sambil sesekali melepaskan tembakan kearah ambang pintu. Begitu Bambang Jatmika dan Agustian telah sampai di atas ia pun segera menyusul.

Iptu Ajisaka sedikit lebih lega saat dilihatnya Bambang Jatmika berhasil diungsikan keatas. Kini ia bisa fokus sepenuhnya terhadap orang bersenjata yang secara brutal menembakan senjatanya keseluruh ruangan. Namun baru saja ia berpikir begitu, dilihatnya sesosok tubuh beringsut merayap menghampirinya.

Iptu Ajisaka menarik napas panjang, aku lupa kalau masih ada dia.

Reza tampak bersimbah keringat. Napasnya terdengar tersengal-sengal. Jika ada seseorang yang tiba-tiba memberondongmu dengan lusinan peluru, pastinya reaksimu akan tidak jauh beda dengan Reza ini, atau mungkin lebih buruk.

“Ada apa ini pak ?” terdengar lirih suara Reza. Terdengar getar dalam suaranya.

“Nggak tahu…” pendek jawaban Iptu Ajisaka dan sebenarnyalah jawaban itu. Satu hal yang ia tahu, ada orang diluar sana yang memberondong rumah dengan senjata otomatis. Bisa dipastikan orang diluar sana adalah orang yang telah membunuh Ridwan Suhendra.

Tiba-tiba terdengar suara histeris dari lantai atas disusul padamnya lampu disana. Kini suasana menjadi gelap gulita. Mendadak terdengar suara teriakan Ipda Gunawan disertai beberapa kali suara letupan. Sesaat usai suara letupan itu terdengar suara kaca dipecahkan di iringi jeritan histeris perempuan.

Penasaran, Iptu Ajisaka menegakan tubuhnya sambil memandang kearah lantai dua. Namun baru saja ia hendak melangkah menuju tangga, sesosok bayangan muncul sambil diikuti rentetan tembakan untuk kesekian kali.

Segera saja Iptu Ajisaka meniarapkan tubuhnya sambil memaki-maki dalam hati. Pada saat jeda dalam tembakan lawan, ia pun bangkit sambil menembakan pistolnya beberapa kali kearah bayangan itu. Namun bayangan itu sudah lenyap terlebih dulu.

Iptu Ajisaka menanti beberapa saat. Tidak terdengar tanda-tanda gerakan dari bayangan diluar. Ia pun memberanikan diri beringsut menuju pintu depan. Tekadnya kini ia harus mencegat sosok tubuh itu saat ia lengah. Resikonya jelas, ia bisa tertembak duluan.

Ia pun bergerak pelan, merayap di dinding sambil terus berusaha mendekati pintu depan. Matanya awas memantau setiap gerakan yang mungkin terjadi. Namun tidak ada gerakan atau pun suara. Suasana kembali seperti pada umumnya pemukiman di tepi Jakarta, sunyi dengan sesekali terdengar suara jangkrik dan laron selepas gerimis.

Iptu Ajisaka akhirnya mencapai teras. Ia berusaha mengawasi sekeliling meskipun gelap membuntal. Namun tidak ada yang aneh. Seolah-olah penembak tadi hanyalah ilusi pikirannya saja. Samar dirinya melihat dua sosok tubuh tergeletak. Satu di depan gerbang satu lagi dijalur parkir. Didepan gerbang tampak sebuah mobil yang diparkir sembarangan hingga menghalangi jalan kearah gerbang.

Setelah memastikan semuanya telah kembali normal, ia pun menuju Reza yang masih bertiarap dibalik sofa yang telah compang-camping disambar peluru. Dilihatnya Reza tidak sekalipun berani mengangkat kepalanya. Dia tetap membujur bertelungkup dilantai.

Samar suara tangis di lantai dua menyadarkan Iptu Ajisaka, ia pun bergegas menuju keatas, “Kamu segera hubungi kepolisian dan rumah sakit untuk mengirimkan ambulans. Ada dua orang yang terluka diluar. Cepat !” perintahnya pada Reza yang tertegun-tegun seperti orang terkena amnesia ringan.

“Ooohh….baik pak !” Sesaat kemudian Reza berhasil menemukan kesadarannya kemudian ia mengeluarkan telpon selulernya dan mulai menelpon.

25

Suasana dilantai dua lebih mencekam karena terdengar suara tangis perempuan. Iptu Ajisaka akhirnya berhasil mengeluarkan senter pulpennya dan terus berjalan menuju sumber suara.

“Gunawan ?” Terdengar suara Iptu Ajisaka memecah keheningan. Senternya bergerak kesana kemari berusaha menemukan sesuatu atau pun seseorang.

“Disini…..” terdengar suara lirih dari arah kamar.

Perlahan Iptu Ajisaka bergerak menuju kamar utama yang ternyata merupakan sumber suara tangisan tersebut. Di ambang pintu kamar barulah ia melihat sebuah kenyataan yang tidak ubahnya seperti adegan awal serial crime-thriller­ di televisi.

Didalam kamar, diterangi cahaya remang senter pulpennya, sesosok perempuan tidak hentinya menangis. Sementara dihadapan perempuan itu tampak dua sosok tubuh tergeletak.

Sosok pertama adalah Ipda Gunawan yang berbaring sambil bersandar pada dinding. Tangan kirinya sedang mendekap bahu kanannya yang tampak mengeluarkan darah. Ipda Gunawan tertembak.

Namun yang membuat Iptu Ajisaka tertegun adalah ketika melihat sosok tubuh yang satu lagi. Sosok itu telentang dengan dua buah noda merah darah didada kirinya.

Sosok itu adalah Bambang Jatmika.

Jika ada satu kejutan lagi untuk menutup semua peristiwa mengejutkan dihadapannya kini, itu adalah ia tidak menemukan satu sosok lagi yang seharusnya ada.

Ia tidak menemukan Agustian.

(Bersambung)

Catatan : Mohon maaf sebelumnya jika serial ini sempat terpotong lama karena kesibukan pekerjaan saya. Mohon dimaklumi yaa :)

Sumber Gambar : http://www.riaukepri.com/wp-content/uploads/2013/10/ilustrasi-penembakan.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun