Mohon tunggu...
Dian Yulia Kartikasari
Dian Yulia Kartikasari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Penikmat alam, kuliner dan menyukai dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Cerahnya Bromo di Bulan Desember

8 Januari 2014   13:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:01 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_314648" align="aligncenter" width="614" caption="Bromo dengan pesonanya (Dok: Basuki Wibowo)"][/caption] "Buat apa ke Bromo akhir tahun? Pasti hujan, mendung, percuma." Begitu ujar teman dan Adik saya kala saya utarakan mau pergi ke Bromo bersama rekan-rekan kantor. Dan siapa bilang langit Bromo mendung? Diguyur hujan? Memang waktu kami baru saja mendarat hujan sempat mengguyur kota Malang dan Batu beberapa saat. Bahkan di sore harinya pun selepas arung jeram kami masih diguyur hujan. Beruntung! Saat ke Bromo langit seolah ceria menyambung saya dan rombongan. Berangkat jam setengah 12 dini hari demi melihat mentari pagi yang masih sembunyi di ufuk barat, membuat saya dan rekan satu jip saya mengantuk luar biasa. Dahsyatnya lagi walau digunjang kanan kiri, depan dan belakang, para wanita di sebelah malah tertidur pulas, termasuk saya sepertinya (tidak ingat lagi hahaha) sedangkan dua pria yang duduk di belakang bersama saya siaga. Entah mual atau deg-degan. [caption id="attachment_314599" align="aligncenter" width="532" caption="Sebelum semua penumpang terpejam (Dok: Pribadi)"]

1389159057642911936
1389159057642911936
[/caption] Sebelum melihat sunrise bahasa keren matahari terbit kami disuguhi teh atau jahe hangat dulu ditambah pisang goreng untuk mengisi perut yang mulai kedinginan. Asli makan pisang goreng di daerah pegunungan rasanya luar biasa, surgaaaa...!! Jahe hangat pun ludes masuk lambung. [caption id="attachment_314600" align="aligncenter" width="454" caption="Cantiknya langit kala fajar menyingsing (Dok: Inne)"]
1389159407612197585
1389159407612197585
[/caption] Sayang kamera saya kurang maksimal untuk menangkap siluet fajar, hanya bisa mengabadikan dari jauh, karena untuk memotret kawah, butuh perjuangan naik-naik pagar pegangan pembatas besi, bahkan tak jarang sampai menerobos kawat besi. Setelah menembus kerumunan, cukuplah saya tahu diri, bergantian dengan turis Jepang yang memberi saya kesempatan mengambil gambar ini. [caption id="attachment_314601" align="aligncenter" width="570" caption="Beruntung para turis mau berbagi tempat. (Dok: Pribadi)"]
13891595132072689579
13891595132072689579
[/caption] Tak puas saya berjalan ke sebelah kanan dan ikut mepet turis Perancis untuk memotret kerumunan pengunjung. [caption id="attachment_314602" align="aligncenter" width="626" caption="Ambil foto pakai antri (Dok: Pribadi)"]
13891595691547064674
13891595691547064674
[/caption] Sayang masih banyak penjual bunga edelweis disini. Padahal bunga ini termasuk bunga langka dan sudah dilarang untuk dicabut. Harganya pun beragam, yang semula menawarkan pada saya Rp 30ribu bisa diobral sampai Rp 15ribu. Ya ampun, nggak sebanding dengan alam yang dirusak. Walau bentuknya lucu-lucu ada yang teddy bear dan variasi bentuk lainnya, entah kenapa saya tetap enggan membelinya bahkan buat jagoan di rumah. Dalam hati, sepertinya lebih baik diajak langsung kesini daripada dioleh-olehi bunga edelweis. [caption id="attachment_314603" align="aligncenter" width="397" caption="Transaksi penjualan edelweis. (Dok: Pribadi)"]
13891596141388994518
13891596141388994518
[/caption] Ketika matahari telah menampakkan diri dengan sempurna saya dan rekan-rekan kembali ke jeep untuk menyusuri lautan pasir di Bromo. Nah perjalanan ini sungguh keren. Pemandangan kiri tebing kanan jurang, jalanan yang berliku-liku, naik dan turun. Kebetulan supir kami, Pak Saman ini meskipun sudah beruban dimana-mana jago sekali salip kanan-kiri. Supir-supir junior pun dilewatinya satu per satu. Kami konvoi sekitar 11 jeep. [caption id="attachment_314604" align="aligncenter" width="576" caption="Ki: wajah santai Pak Saman saat menyetir tetap cool. Ka: kanan tebing kiri jurang tidak menghalangi salip-salipan (Dok: Pribadi)"]
13891597051524445823
13891597051524445823
[/caption] [caption id="attachment_314605" align="aligncenter" width="562" caption="Menembus kabut pasir berbisik di pagi hari (Dok: Pribadi)"]
1389159795510479602
1389159795510479602
[/caption] Kami pun tiba, gunung Bromo di depan mata, puluhan kuda menghampiri. Beragam kusir dengan ciri khas berkalung sarung dan hanya bercelana kain lengkap dengan sendal jepit dan topi kupluknya menawarkan kuda dengan ongkos Rp 100 ribu PP untuk sampai ke tangga. Saya dan rekan-rekan seperjalanan memutuskan berjalan. Selain ingin foto kami ingin santai menikmati setiap momen yang ada. [caption id="attachment_314606" align="aligncenter" width="640" caption="Gagahnya Bromo bertanding dengan tangguhnya Jip (Dok: Pribadi)"]
13891598621571931226
13891598621571931226
[/caption] [caption id="attachment_314608" align="aligncenter" width="640" caption="Naik kuda pancen oyeee (Dok: Basuki Wibowo)"]
13891600361384037413
13891600361384037413
[/caption] Sebelum sampai atas ternyata rombongan sudah terpencar, ada yang jalan duluan, ada yang sudah ngos-ngosan jadi naik kuda, saya dan Mba Pungky teman seperjalanan memutuskan tetap jalan, menemukan spot bagus sedimen pasir sebagai latar foto, kami pun berpose. [caption id="attachment_314611" align="aligncenter" width="625" caption="Sedimen ini terbentuk alami dari aliran magma dari perut Bromo (Dok: Pribadi)"]
1389160265179661789
1389160265179661789
[/caption] Ada pemandangan menarik kala menaiki anak tangga, tampak orang sedang beribadah dan memberikan persembahan kepada gunung Bromo. [caption id="attachment_314612" align="aligncenter" width="640" caption="Suku Tengger menghargai alam sebagai bentuk kearifan lokal (Dok: Basuki Wibowo)"]
1389160312969442194
1389160312969442194
[/caption] Walau bukan termasuk mendaki gunung ala pecinta alam, menaiki anak tangga juga butuh usaha lho. [caption id="attachment_314613" align="aligncenter" width="640" caption="Naik-naik ke puncak Gunung (Dok: Acho)"]
13891603701348150099
13891603701348150099
[/caption] Begitu sampai di puncak, aroma khas belerang yang mulai tercium di anak tangga makin tercium dengan kuat. Begitu sampai puncak pun puas sekali rasanya. Sebelum kembali ke Jip saya bersama Mba Pungky pun menyempatkan mencicipi hangatnya semangkuk bakso pedas dan panas di Bromo. Bromo lengkap dengan: suku Tengger yang menjaga keseimbangan alam dan kebersihan lingkungan sekitar, kontroversi penjualan bunga edelweis, kecantikan pesona langitnya kala matahari terbit, petualangan mengarungi pasir dan menjelajah rute menantang dengan Jip, kuliner bakso khas Malang yang bisa dijumpai di sekitaran Bromo. Pemandangan dan pesona daya tarik Bromo membuat rindu untuk kembali. Masih banyak gunung lain di Indonesia yang menarik untuk didaki, dikunjungi dan dihirup udara bersihnya. Kunjungi Indonesian Travel untuk info lebih lanjut tentang potensi wisata alam di Indonesia. Salam jalan-jalan :) [caption id="attachment_314614" align="aligncenter" width="640" caption="Kegagahan kawah Bromo dengan asapnya (Dok: Acho)"]
138916041534788721
138916041534788721
[/caption] [caption id="attachment_314615" align="aligncenter" width="379" caption="Perasaan puas ketika sudah mencapai puncak tidak tergantikan (Dok: Acho)"]
1389160499155918877
1389160499155918877
[/caption] [caption id="attachment_314617" align="aligncenter" width="640" caption="Barisan penunggang kuda Bromo (Dok: Pribadi)"]
13891605662071210771
13891605662071210771
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun