Mohon tunggu...
Dianti Lactea
Dianti Lactea Mohon Tunggu... -

Biasa, bisa. Tidak basi, tidak bias.

Selanjutnya

Tutup

Foodie

Seni Kuliner Instan Sebagai Komoditi Pariwisata

23 Agustus 2011   11:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:32 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kopi darat (kopdar) saya dengan Kompasianer yang kebetulan sepupu saya (Eddy Roesdiono) di Chiang Mai berlanjut ke kunjungan ke beberapa sekolah memasak (cooking school). Yang menarik disimak adalah fakta bahwa seni kuliner instan yang ditawarkan dalam kemasan ringkas, mudah dan praktis kini menjadi daya tarik tersendiri dalam sediaan mata pariwisata Thailand. Saya ingin berbagi informasi singkat mengenai seni kuliner ini, khususnya yang ada di Chiang Mai, kota kedua terbesar di Thailand, terletak di Thailand Utara

Di Chiang Mai, setidaknya ada 20 sekolah memasak untuk wisatawan. Per hari, masing-masing sekolah memasak rata-rata menerima 40 siswa. Sebagian sekolah memasak juga menawarkan lokasi memasak di desa agak jauh dari Chiang Mai, sebagian lagi berlokasi di kota.

[caption id="attachment_131084" align="aligncenter" width="653" caption="Brosur promosi kursus memasak, disebar di hotel dan penginapan di seluruh kota (photo by Dianti Lactea)"][/caption]

Jenis kursus bisa bervariasi : morning class, afternoon class, evening class, half-day, full-day, 2-day, 3-day, one-week. Durasi kursus morning class, misalnya, adalah 3,5 jam. Full-day class biasanya 6-7 jam. Bila lokasi kelas ada di luar Chiang Mai, full-day class bisa berlangsung sampai 8 jam.

Biaya kursus sangat terjangkau. Morning/afternoon/evening class biayanya sekitar 700 baht (Rp 210.000), full day class antara 900 – 1000 baht (Rp 270.000 – 300.000). Biaya ini sudah termasuk belanja bahan-bahan memasak, transport ke desa bila lokasi kursus berada di desa, sertifikat dan lain-lain. Sejumlah kursus juga memberikan souvenir berupa celemek. Peserta juga mendapat fasilitas antar jemput kedan dari hotel.

[caption id="attachment_131085" align="aligncenter" width="604" caption="Informasi mata wisata kursus memasak, komprehensif dan menarik minat (photo by Dianti Lactea)"][/caption]

Kursus memasak seperti ini memiliki struktur yang kurang lebih seragam antara satu sekolah dan sekolah lainnya. Untuk full-day class, 6-7 jenis masakan ditawarkan, termasuk dessert (makanan pencuci mulut). Menu-menu yang diajarkan juga hampir seragam, yakni makanan-makanan popular di Thailand, misalnya pad thai (mi goreng), khao pad kai (nasi goreng), kari merah/kuning/hijau, tom yum, tom ka kai (ayam dalam kuah santan), thai vegetable soup, massaman curry (makanan paling enak sejagat, menurut survai CNN), dan semacamnya. Makanan pencuci mulut yang bisa dipelajari mencakup : kolak pisang, kolak labu, ketan mangga, salad pepaya. Oh ya, semua peserta memasak terlebih dahulu diajak jalan-jalan ke pasar untuk berbelanja dan menikmati suasana pasar tradisional di Thailand.

[caption id="attachment_131086" align="aligncenter" width="655" caption="Pingin belajar memasak apa? Silakan cermati sebelum mendaftar (photo by Dianti Lactea)"][/caption]

Saya menyebut sekolah-sekolah ini sebagai sarana belajar kuliner instan, karena takaran bumbu dan bahan sudah disiapkan oleh penyelenggara, termasuk alat-alat ukurnya (misalnya sendok teh, sendok makan). Instruksi memasak juga dikemas dalam pakem yang sudah mapan dengan urutan dan durasi masak serta volume api pemanas mengikuti aba-aba instruktur. , Inilah salah satu sebab kenapa hasil masakan selalu pas enaknya; . bayangkan kalau takaran dan durasi pematangan harus dikira-kira atau diinterpetasi sendiri.

Namun seinstan apapun, toh kursus memasak ini banyak manfaatnya bagi peserta. Inilah souvenir tak berwujud (intangible souvenir) yang bisa dibawa pulang wisatawan ke negerinya. Suvenir ini bisa juga berfungsi menjadi semacam perpetual life skill (ketrampilan hidup yang abadi), karena Anda jadi memiliki keahlian tambahan yang berguna bagi keluarga dan orang lain, terutama dalam hal menyediakan variasi makanan kepaa anggota keluarga.

Adakah yang kita, bangsa Indonesia perlu belajari dari upaya negara sahabat ini dalam menyediakan mata wisata? Mungkin perlu, karena kita masih terseok-seok mengatrol angka kunjungan wisata asing agar naik di atas angka 5 jutaan, sementara Thailand yang luasnya hanya seperlima luas Indonesia dan penduduk sekitar seperempat jumlah penduduk Indonesia, bisa mengundang sekitar 10 juta wisatawan asing pertahun. Seni kuliner Indonesia juga tak kalah hebat dan tak kalah variasi. Kita hanya kalah di bidang promosi dan pamer keunggulan, dan itulah sebabnya rekayasa pariwisata di negara kita perlu banyak berkaca dari rekan-rekan sejawat yang sudah mampu berpikiran progresif dan kreatif. Kita bisa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun