"Suamiku harus muter ke Salawi kalau mau pergi kerja," kata tetanggaku yang suaminya bekerja di daerah Bojongsoang.Â
"Yah, pulang sekolah harus pintar-pintar bujuk lagi mang ojeg dong biar mau anterin aku pulang dengan jalan yang muter dan jauh," keluh anakku yang harus membayar ongkos pulang dua kali lipat karena rute pulangnya menjadi bertambah jauh.Â
Jembatan banbu tersebut pernah runtuh dan hanyut sekitar satu bulan lalu karena volume air di sungai Citarum sangat tinggi akibat hujan perdana yang mengguyur Pacet setelah sekian lamanya tidak turun hujan. Kali itu, anakku pun bercerita bahwa 14 orang siswa absen tidak masuk sekolah karena tidak ada akses jalan untuk lewat. Sehari-hari mereka biasa pergi sekolah dengan berjalan kaki.
Akhirnya warga berdoa dan berharap agar jembatan utama yang sedang direnovasi segera selesai secepat mungkin. Karena akses tersebut adalah nadinya warga Cikawao. Jembatan uti boleh jadi sebagai jembatan penghubung ekonomi bagi para pekerja, pedangang dan siapaun yang mencari nafkah dengan melewati jembatan itu. Jembatan itu pun laiknya sebuah jembatan penghubung mimpi bagi anak-anak yang setiap hari pergi menuntut ilmu di desa tetangga dan daerah lain yang menuntut mereka melewati jembatan penggubung dua kecamatan di Kabupaten Bandung.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H