"Bunda, kata temanku jembatan buat pergi ke sekolah runtuh lagi. Bahkan hanyut," teriak anak lelakiku.Â
"Wah masa?" ujar suamku yang masih anteng membereskan pekerjaannya di ruang depan. "Coba cari info yang lain lagi. Beneran valid gak tuh informasinya?" kata suami menyuruh kami mencari informasi yang akurat.Â
Benar saja, tidak lama kemudian di grup Whatsapp warga beredar sebuah pesan yang memberikan informasi bahwa memang benar jembatan telah hanyut untuk kedua kalinya disertai dengan video kejadian jembatan hanyut berdurasi 42 detik dalam keadaan gelap.
"Assalamu'alaikum wr wb. Diuningaken ka warga Cikawao sareng sabuderen na. Wahyah na nu bade badarat Kedah nguriling deui Ka Andir. Reh na jembatan ayeuna palid deui, kumargi caah dengdeng. Wassalamu'alaikum wr wb."Â
Demikianlah isi pesan tersebut.Â
Sore kemarin di sekitaran tempat tinggal kami (Desa Cikawao Kecamatan Pacet) memanng tidak turun hujan. Hanya saja mendung menggelayuti lamgit. Namun ternyata jembatan penghubung antara Desa Cikawao Kecamatan Pacet dan Kecamatan Majalaya kembali ambruk. Pantas saja dikatakan "caah dengdeng" karena air bah yang besar tersebut adalah air kiriman dari arah hulu.
Jembatan tersebut adalah jembatan bambu yang difungsikan sebagai penghubung transportasi antara dua kecamatan yang hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dan pejalan kaki. Jembatan bambu ini dibangun sebagai jembatan alternatif pengganti jembatan penghubung utama yang kini tengah direnovasi sejak Agustus lalu.
Memang jembatan tersebut bukanlah satu-satunya jalan yang menggubungkan antara kecamatan Pacet dan Majalaya. Namun, itu adalah akses tetcepat untuk warga Desa Cikawao yang hendak bepergian ke Desa Wangisagara Majalaya pun sebaliknya. Jika jembatan itu terputus maka banyak aktivitas warga yang terpaksa lumpuh.Â
"Kini Pasar Simpang jadi sepi karena jembatab putus," ujar salah satu warga. Karena pelanggan Pasar Simpang didominasi oleh warga Cikawao Pacet.Â