Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Love Artikel Utama

Tidak Hanya Modal Cinta, Menikah Perlu Kesiapan Mental dan Fondasi Agama

18 Februari 2024   11:45 Diperbarui: 18 Februari 2024   15:09 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Menikah, sumber: unsplash/ Luis Tosta

Ilustrasi Menikah, sumber: unsplash/ Luis Tosta
Ilustrasi Menikah, sumber: unsplash/ Luis Tosta

Cinta adalah Modal

Dua insan yang menikah memang haruslah saling mencintai karena keduanya akan hidup bersama sepanjang usia. Tanpa rasa cinta maka kehidupan rumah tangga akan terasa hampa dan menyiksa. Namun nyatanya rasa cinta pun tidak serta-merta dapat bertahan selamanya. Hati manusia dapat berubah kapan saja.

Tuhan yang Maha Kuasa Maha membolak-balik hati manusia. Maka seperti halnya perubahan rasa ketika menjalani masa perkenalan atau pacaran, sewaktu-waktu seseorang bisa saja tiba-tiba kehilangan rasa cintanya. 

Memiliki pilihan baru, menemukan orang yang mungkin dianggap jauh lebih mampu memberikan kenyamanan. Hubungan asmara pun putus lalu berpisah, kembali asing.

Begitu pula dalam menjalani bahtera rumah tangga. Perasaan cinta kepada pasangan sudah pasti mengalami pasang surut juga. Maka dari itu, untuk menikah modal cinta saja belum cukup; menikah memerlukan kesiapan mental dan fondasi agama yang kuat.

Kesiapan Mental

Jika belum siap mental, maka menunda menikah adalah sebuah keputusan tepat.

Banyak perempuan yang sudah menjadi ibu, tetapi belum siap menjadi ibu. Ia hamil, melahirkan tetapi lantas menitipkannya pada orangtua belum siap meninggalkan kebiasaan interaksi dengan teman-temannya, pergi sana-sini tanpa tahu batas waktu. 

Abai pada urusan rumah tangga, kurang peduli pada kesehatan diri sebagai ibu yang mungkin masih harus 'meng-ASI-hi', abai pada tumbuh kembang anak dan lupa pada peran ibu itu sendiri.

Banyak pula lelaki yang sudah menjadi bapak, tetapi tidak mampu menjadi ayah. Belum siap mendampingi istri dalam masa-masa sulit setelah melahirkan. Menganggap bahwa mengasuh anak adalah hanya tugas istri, sedangkan tugas suami hanyalah fokus mencari nafkah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun