Cinta adalah Modal
Dua insan yang menikah memang haruslah saling mencintai karena keduanya akan hidup bersama sepanjang usia. Tanpa rasa cinta maka kehidupan rumah tangga akan terasa hampa dan menyiksa. Namun nyatanya rasa cinta pun tidak serta-merta dapat bertahan selamanya. Hati manusia dapat berubah kapan saja.
Tuhan yang Maha Kuasa Maha membolak-balik hati manusia. Maka seperti halnya perubahan rasa ketika menjalani masa perkenalan atau pacaran, sewaktu-waktu seseorang bisa saja tiba-tiba kehilangan rasa cintanya.Â
Memiliki pilihan baru, menemukan orang yang mungkin dianggap jauh lebih mampu memberikan kenyamanan. Hubungan asmara pun putus lalu berpisah, kembali asing.
Begitu pula dalam menjalani bahtera rumah tangga. Perasaan cinta kepada pasangan sudah pasti mengalami pasang surut juga. Maka dari itu, untuk menikah modal cinta saja belum cukup; menikah memerlukan kesiapan mental dan fondasi agama yang kuat.
Jika belum siap mental, maka menunda menikah adalah sebuah keputusan tepat.
Banyak perempuan yang sudah menjadi ibu, tetapi belum siap menjadi ibu. Ia hamil, melahirkan tetapi lantas menitipkannya pada orangtua belum siap meninggalkan kebiasaan interaksi dengan teman-temannya, pergi sana-sini tanpa tahu batas waktu.Â
Abai pada urusan rumah tangga, kurang peduli pada kesehatan diri sebagai ibu yang mungkin masih harus 'meng-ASI-hi', abai pada tumbuh kembang anak dan lupa pada peran ibu itu sendiri.
Banyak pula lelaki yang sudah menjadi bapak, tetapi tidak mampu menjadi ayah. Belum siap mendampingi istri dalam masa-masa sulit setelah melahirkan. Menganggap bahwa mengasuh anak adalah hanya tugas istri, sedangkan tugas suami hanyalah fokus mencari nafkah.Â