Seorang teman mengeluhkan pasangannya yang tidak bisa berinteraksi dengan baik ketika masuk ke sebuah kantor untuk menyelesaikan administrasi tertentu.
"Aku tidak menyangka, pasanganku sangat kampungan. Bahkan nyaris tidak beretika. Dia bicara dengan suara keras. Bertanya, mendebat, bahkan mengeluhkan beberapa aturan birokrasi yang berlaku sampai petugas hari itu terlihat kepayahan dan berusaha untuk tetap tersenyum ramah." keluhnya. Saat itu mereka sedang mengurus data kependudukan.
"Bayangkan, kala itu, ingin rasanya aku meralat perkataan suamiku, atau jika bisa, ingin rasanya aku saja yang bicara bertanya ini itu, semua hal yang kami butuhkan. Namun apa boleh buat, suami adalah pemimpin, aku tidak boleh terlalu banyak bicara saat itu. Aku hanya bisa diam dengan muka merah padam, merasa malu atas perlakuan suamiku kepada petugas di sana," tambahnya lagi.
Di lain hari, ketika saya sedang bepergian, ada seorang perempuan menangis terisak di dalam angkutan umum. Temannya terus berusaha menenangkan. Namun kemudian perempuan yang menangis itu menceritakan kekesalannya kepada temannya. Tanpa sengaja saya pun menyimak dengan seksama.
"Aku diceraikan. Tadi malam ia mengucapkan kata itu," sambil terisak. "Berapa jam kemudian ia meminta maaf padaku, tapi aku malah sedih."
Teman di sebelahnya sangat antusias menanggapi hal itu.
"Ya bagus lah ia minta maaf, akhirnya sadar," ujar temannya.
"Tidak, aku tetap benci. Karena ia telah mengucapkannya lebih dari tiga kali. Dalam agamaku tiga kali ucap cerai, itu sudah jatuh talaq."
Saya menelan ludah. Mengapa sampai sebegitunya. Apakah pria yang menikahi perempuan yang ada di hadapan saya itu benar-benar tidak tahu dengan konsekwensi ucapannya?
Lantas, pikiran saya menerawang kepada kejadian-kejadian lain yang saya temui. Satu keluarga terkena penipuan akibat kelalaian sang suami. Dengan mudah sang penipu menguras hartanya, padahal modusnya sudah sangat pupuler dan selaiknya bisa dihindari.
Seseorang menelepon dan mengatakan bahwa nama yang bersangkutan mendapatkan hadiah undian, kemudian mengajukan persyaratan dengan mentrasnfer sejumlah uang ke rekening pelaku. Niat nyari untung malahan bungtung. Setelah satu kali transfer puluhan juta tabungan ikut tersedot tanpa jejak.
Seorang pria sepantasnya memiliki pertimbangan yang lebih bijak daripada wanitanya. Kalaupun ia memiliki pasangan yang lebih pintar, maka tidak pantaslah seorang pria dipimpin dan keputusan-keputusan besar disetir oleh seorang istri.
Padahal, keterbatasan pengetahuan, wawasan dan pengalamannya bisa saja membahayakan orang yang lainnya. Karena itu sudah selayaknya seorang kepala keluarga lebih berpengatahuan daripada anggota keluarganya.
Berikut adalah 5 alasan utama yang mendasar, mengapa pria harus serba tahu.
1. Pria adalah pemimpin kaum wanita
Dalam agama Islam sudah jelas bahwa pria adalah pemimpin kaum wanita. Wanita tidak berhak memimpin suaminya. Oleh karena itu, selaiknya pria memiliki pengetahuan dan wawasan lebih dari istrinya untuk menenangkan kaun istri.
Memiliki pengetahuan luas bukan berarti seorang pria selalu harus sekolah tinggi dan banyak mengenyam pendidikan. Pengetahuan yang didapatkan dari hasil pergaulan dan interaksinya dengan banyak orang lah yang justru akan memberikan wawasan dan pengetahuan yang berharga dalam menyelesaikan masalah-maslah yang dihadapi dalam kehidupan.
Pria yang banyak bergaul, dan memiliki wawasan luas lah yang akan lebih dihormati dan dicintai wanitanya. Karena dianggap memiliki pertimbangan matang dalam membuat keputusan. Pria seperti ini lebih membuat wanita merasa aman dan nyaman karena dipercaya sudah banyak makan asam garam sehingga memiliki kematangan pemikiran.
2. Punya tanggung jawab besar dalam rumah tangga
Tanggung jawab suami bukan hanya memberikan nafkah, dengan bekerja keras, pergi pagi pulang malam dengan membawa segepok uang. Tanggung jawab suami juga meliputi pengayoman, perlindungan, penjagaan dan pendampingan.
Jika ada yang harus lebih bisa mengerjakan banyak hal dalam sebuah rumah maka itu adalah ayah. Kekuatan fisik wanita cenderung lebih lemah daripada pria. Ketika ibu sakit atau lelah, ayahlah yang harus kreatif mengajak anak bermain, membacakan buku cerita, sampai membantu mengerjakan tugas sekolah anak. Jika dalam sebuah rumah seorang ibu adalah guru bagi anak-anaknya, maka seorang ayah adalah kepala sekolahnya.
Menjadi ayah pun harus serba siap, melek informasi dan teknologi. Sekarang bayangkan, ketika seorang anak harus bepergian ke suatu tempat diantar oleh ayahnya, kemudian ayahnya tidak memiliki cukup keberanian karena merasa malu akibat rendah diri. Minder dan merasa tidak tahu apa-apa. Maka apa yang terjadi dengan mereka?
Dunia kerja zaman sekarang begitu penuh tantangan. Orang yang enggan meng-upgrade pengetauan akan terus tergeser dan tergantikan oleh mereka yang senantiasa mampu mengikuti pergerakan zaman.
Pelajari banyak hal. Pria yang dikenal dengan ungkapan "panjang langkah" harus mampu memanfaatkan kebebasannya berada di luar rumah. Tangkap berbagai hal baru, jadikan bahan pelajaran dan bekal untuk menjadi lebih hebat dan berbakat.
Setidaknya, Anda kaum pria tidak tertinggal terlalu jauh. Jangan biarkan orang lain menggeser posisi Anda saat ini. Buatlah keluarga Anda merasa tenang karena Anda tetap bisa bekerja di tempat Anda mendapatkan penghasilan untuk menafkahi keluarga. Teruslah menggali hal-hal baru dan jadilah kreatif.
3. Juru Bicara Keluarga
Menjadi juru bicara tentunya harus memiliki bahan pembicaraan yang mumpuni. Ketika datang ke sebuah acara, dimana berkumpul banyak sanak saudara atau teman seangkatan ketika sekolah dulu, kemudian Anda dihadapkan dengan mereka. Duduk bersama dengan keluarga kolega tidak selamanya bisa dihindari.
Ketika teman Anda membahas sesuatu dengan Anda, maka jawablah dengan cara yang bisa membuat Anda dan keluarga tetap dihargai. Meskipun Anda bukan seorang ahli, orang yang memiliki wawasan pengetahuan yang luas, tentunya akan selalu memiliki cara terbaik untuk menjawab pertanyaan dan mencairkan suasana.
Jadilah kepala keluarga yang memukau, sampai anak dan istri Anda mengacungkan jempol dengan rasa bangga, seraya berkata, "Papa sangat hebat!" Menyenangkan bukan?
Seorang kepala keluarga adalah orang yang paling bertanggung jawab tentang semua yang terjadi dalam rumah tangga. Mengambil dan membuat keputusan, dari mulai keputusan sepele hingga keputusan yang besar.
Sebuah keputusan ditimbang dan diperhitungkan menggunakan logika, rasa, serta hal-hal pendukung lainnya. Jangan sampai perasaan Anda malah lebih dominan ketika Anda harus mengambil sebuah keputusan. Gunakan logika dan pengetahuan Anda agar keputusan yang diambil pun merupakan keputusan terbaik.
Akan sangat berwibawa ketika keputusan yang Anda ambil adalah keputusan yang membuat seluruh anggota keluarga merasa aman, tenang dan lega.
Terus semangat, jadilah pria yang hebat. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H