"Habis salat zuhur kita berangkat ya," ujar Indra membuka percakapan.Aku tersenyum, lalu mengangguk. Sepakat.Hari ini melakukan sebuah perjalanan. Perjalanan jarak dekat, antara Cinunuk dan kawasan sekitar Alun-alun Bandung.
Pria itu membuka pintu mobil duduk di belakang kemudi. Kemudian aku pun duduk di sebelahnya. Ku pasang seat belt untuk melindungi diriku. Jujur sebetulnya aku tak pernah nyaman dengan seat belt. Namun apa boleh buat, demi keselamatan aku pun melakukannya.
Indra men-starter mobilnya, melaju perlahan menuju jalan Soekarno-hatta. Pria di sebelahku begitu tenang mengemudikan kendaraan yang ia bawa. Kemudian kami pun larut dalam percakapan tentang pekerjaan.
Bagiku dia selalu lebih bijak dariku, usia yang terpaut jauh tidak lagi menjadi pengaruh. Jujur aku begitu banyak belajar darimu. Tentang kerja keras di tempatmu bekerja, tentang lingkungan, dan etos kerja yang kau lihat dari rekan-rekan kerjamu. Ya, Aku betul-betul belajar hari ini kepadamu.
Tentang kesederhanaan, ketulusan, dan caramu menyikapi dan menghadapi keadaan. Jujur aku suka. Kehidupan telah mendidikmu menjadi pribadi yang begitu supel dan dewasa.
"Bagaimana pekerjaanmu sekarang, Teh?" tanyanya sambil tetap fokus pada kemudi.
"Lancar Alhamdulillah," jawabku seraya tersenyum.
Pekerjaanku baik-baik saja seperti halnya pekerjaanmu. Tidak ada yang spesial. Kau pun tahu dunia pendidikan seperti apa. Kau pun pernah bergelut di dalamnya, aku yakin kau sedikit banyak paham tentang itu.
"Teh," ucapmu, dengan panggilan akrabmu.
"Ya," jawabku. Menoleh ke arahmu. Mobil melaju dengan kecepatan sedang di jalan Sukarno Hatta.
"Menurutku, dalam hidup itu bekal sesungguhnya adalah mental. Pekerjaan apapun, jika mental sudah kuat pasti selalu disikat," katamu bersemangat.
Aku tetap tersenyum, mengagumi cara berpikirmu.
"Aku tidak pernah menyangka akan bekerja sebagai HRD. Padahal kuliahku lulusan apa, coba. Namun aku selalu yakin, jika kita mau belajar, pasti akan selalu menemukan jalan keluar. Buktinya aku adalah HRD terlama di sana. Dengan suhu kerja yang sedemikian rupa, Alhamdulillah selalu bisa terlewati," katamu panjang lebar.
Dilanjutkan dengan kisahmu dalam menghadapi berbagai masalah di dunia kerja yang kutahu itu tidak mudah bagimu. Lantas aku bercermin dengan masalahku di tepat kerjaku sendiri. Ah, belum seberapa jika dibandingkan dengan apa yang kau hadapi.
Aku menyimak penuh takjub. Aku tidak menyangka, kamu sedewasa dan sebijak itu. Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, beberapa tahun lalu kamu masih memakai putih abu. Tanpa kusadari adikku telah dewasa dan menjadi guru kehidupanku.
Terima kasih atas ilmunya hari ini, duduk sejenak bersebelahan di jok depan, telah memberikan berbagi pelajaran. Semoga Allah selalu memberikan yang terbaik untukmu, Adik sepupu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H