"Sayang, simpan dulu gawaimu." Kalimat itu yang sering sekali saya ucapkan pada anak, ketika dia terlalu sibuk dengan gawainya. Gawai yang sebenarnya kepunyaanku yang tidak sengaja tergeletak sembarangan. Anak depalat tahun itu diam-diam mengambik kesempatan baik itu. Menggunakan gawai tanpa izin, sejenak kemudian larut dalam kesibukan main game. Kebijakan untuk belajar di rumah dan libur lebaran memberikan banyak ruang untuk bermain gawai dibandingkan saat memiliki jadwal sekolah normal.
Dia tersenyum. Namun tagannya tidak melepaskan gawai itu. Sejenak kemudian dia pun asik kembali dengan permainan yang baru saja diinstalnya.Â
"Aku senang dengan mainan ini, akan aku selesaikan dulu, nanti baru aku simpan," jawabnya membuat kesal.
Sejenak kemudian saya berpikir keras, apa yang membuatnya begitu asik dengan gawai. Dia memang nurut ketika diminta untuk meletakan gawai, atau dilarang main game. Namun kepatuhannya tidak diikuti dengan kesadaran. Dia hanya berhenti ketika dilarang, dan kembali mengulanginya ketika kami sebagi orangtuanya lengah.
Perenungan pun dilakukan. Selain karena takut mengganggu kesehatan mata anak, kebiasaan main gawai juga dikhawatirkan akan mengakibatkan pengaruh buruk pada perkembangan anak.Â
Ketakutan pun semakin besar, akhirnya saya membaca beberapa literatur dan bahan bacaan yang menyajikan informasi tentang bahaya gawai/gadget untuk perkebangan anak. Di antara bahaya yang ditimbulkan di antaranya adalah: 1) menghambat pertumbuhan otak, 2) kurang tidur, 3) menimbulkan obesitas, dan 4) kelainan mental, 5) gangguan belajar, 6) radiasi emisi, 7) pikun digital, 8) sifat agresif dan 10) kecanduan gadget.Â
Sepuluh akibat yang sangat mencengangkan. Bahaya tersebut memang sudah menjadi momok menakutkan bagi saya, tetapi bacaan-bacaan yang saya temukan menambah keyakinan saya bahwa memang anak dan gawai tidak boleh bersahabat.Â
Akhirnya saya mencoba beberapa cara untuk mengurangi bahkan menghilangkan ketergantungan anak terhadap "setan gepeng" tersebut. Meskipun belun sepenuhnya berhasil, tapi alhamdulillah sudah memberikan hasil yang memuaskan.Â
Frekuensi mulai berkurang, keinginan anak untuk mencoba hal-hal  baru pun lebih muncul. Karena sebelumnya ruang gerak anak seolah terbatas, hanya duduk dengan gawai di genggamannya.Â
Hal yang saya lakukan sehingga ingin berbagi dengan pembaca adalah:
1. Bangun komunikasi yang baik dengan anak