Mohon tunggu...
Diantika IE
Diantika IE Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Penulis, Blogger, Guru, Alumnus Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Menulis di Blog Pribadi https://ruangpena.id/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

I Love You Pak Guru

3 Mei 2020   16:40 Diperbarui: 3 Mei 2020   16:33 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sayangnya si ganteng hanya menyimpan buku absen dan buku sumber di meja itu. Lalu kembali ke tengah-tengah ruangan.

Di depan kelas, lelaki itu memulai perkenalan. Namanya Prayoga Lintang Mahardika. Namun dia bilang kepada kami cukup memanggilnya Pak Yoga saja.

Nama yang bagus, pantas, klik dengan orannya. Gagah, sempurna. Ia menyebutkan tanggal lahir dan tahunya. Diam-diam kucatat. Suatu saat aku bisa menjadi orang pertama yang menucapkan kaliamat 'Selamat Ulang Tahun' kepadanya, pikirku.  

Masih muda rupanya. Terntaya usianya hanya terpaut 5 tahun di atas ku. Saat ini dia sedang mengikuti program Magister di salah satu Universitas di kota kami. Dia adalah guru baru, baru masuk dua hari yang lalu.

Tak banyak yang diterangkan kepada kami tentang pribadinya hanya seperlunya saja. Kemudian ia melanjutkan menjelaskan tentang tugas yang kami dapat dari pak Ghani dan sekilas menginformasikan alasan mengapa pak Ghani berhalangan hadir.

Ah, bagiku soal itu  itu tak penting. Ada yang lebih penting dari itu: hari ini aku benar-benar merasa bahwa aku telah bertemu dengan pangeran tampan dari kahyangan.

Tugas akuntansi harus segera terkumpul 45 menit lagi. Aku berusaha keras agar jawabanku benar. Entah kenapa semangatku kali itu muncul dengan hebatnya. Otakku mendadak encer dan begitu mudah menerima penjelasan tentang cara mengerjakannya.

"Coba dari dulu yang jadi guru akuntansi kami adalah pak Yoga," gumamku.

Tugasku terselesaikan dengan baik. Aku berniat mengumpulkannya dan menyimpan di meja guru. Namun, saat kucoba melangkahkan kaki, ada perasaan yang begitu berat. Seolah kaki ini terikat rantai besar yang digembok ke tembok beton. Jantungku pun berdegup kencang. Perasaan aneh menyeruak dalam dada. Pipiku rasanya memanas.

Ah, kenapa aku ini?

Pak Yoga menatapku, memerhatikan langkahku dengan senyum manisnya. Rasanya aku ingin pingsan saja di sana, jatuh ke pangkuannya lalu pura-pura masih pingsan, ketika akhirnya aku tersadar. Akan ku nikmati aroma parfumnya dan kunikmati hangat tubuhnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun